Dengan
hormat,



Mengundang kehadiran Anda pada diskusi dan pembagian buku DAMAR KURUNG, DARI
MASA KE MASA pada



Hari, tanggal : Sabtu, 16 Mei 2009

Pukul : 10.00-13.00 wib





Narasumber:

- Ika Ismurdyahwati

-Henri Nurcahyo



Moderator:

Riadi Ngasiran



Tempat:

Kampus Universitas Adi Buana (UNIPA) Jl.Ngagel Dadi 

Surabaya



Terbuka untuk umum dan gratis.



Informasi:

Dewan Kesenian Jawa Timur

Jl. Wisata Menanggal Surabaya

email: dk_ja...@yahoo.com

www.dewankesenianjatim.om

www.brangwetan.com

telp/fax 031- 8554304



Kontak:

Nonot, Ketua Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jatim

031- 71775987



Terima kasih









DAMAR
KURUNG DARI MASA KE MASA

Penulis : Ika Ismoerdijahwati Koeshandari

Penyunting: Nonot Sukrasmono

Pracetak: Ribut Wijoto, Abdul Malik

Desain grafis :Mufian Haris (prot)

Cetakan pertama: Januari 2009 

Penerbit: 

Dewan Kesenian Jawa Timur

Jl. Wisata Menanggal Surabaya

email: dk_ja...@yahoo.com

www.dewankesenianjatim.om

www.brangwetan.com

ISBN: 978-979-18793-4-7











BIODATA


Ika Ismurdyahwati

Penulis dilahirkan di Kotamadya Malang, Jawa Timur dan lulus SMA Santa Maria 
Surabaya lalu
melanjutkan pendidikan di IKIP Surabaya
(sekarang) Universitas Negri Surabaya. Memperoleh gelar sarjana pendidikan seni
rupa dari Institut Keguruan Ilmu Pendidikan, Fakultas Pendidikan Bahasa dan
Seni jurusan Seni-Rupa. Kemudian sebagai staf pengajar seni rupa di IKIP PGRI 
Surabaya (sekarang)
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya. Bekerjasama mendirikan Rumah Produksi
Fotografi dan Perfileman “studio G” Surabaya.
Mengikuti berbagai event pameran seni rupa bersama dan tunggal. Mengikuti juga
beberapa pelatihan tentang Penulisan Skenario Televisi Pendidikan, yang
diselenggarakan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) di Surabaya dan mengikuti
Kepelatihan Penggunaan teknologi Komputer untuk bidang Grafis dan Animasi oleh
Hewlett Packard Internasional di Sanggrila Hotel Surabaya. Mengikuti workshop
Penelitian Tradisi Lisan (ATL) Internasional, di Taman Ismail Marzuki Jakarta.
Mengikuti pelatihan Metode Penelitian Kesenian oleh Badan Penelitian dan 
Pengembangan
Institut Kesenian Jakarta, di Wisma Karya Jasa, Pusdiklat Depnaker Ciloto
Puncak – Jawa Barat. 

Tahun 1990 sampai dengan 1993 sebagai anggota presidium Dewan Kesenian
Surabaya. Tahun 1999 mengikuti pendidikan Program Magister Seni Rupa dan
Desain, Institut Teknologi Bandung. Tahun 2001, memperoleh gelar Magister Seni
Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung. Tahun 1999 sampai sekarang anggota
direktori MSPI (Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia) TIM Jakarta. Tahun 2007,
memperoleh gelar Doktor Seni Rupa dari Institut Teknologi Bandung, sekaligus
menangani buku, transkrip dan naskah kuno koleksi perpustakaan Fakultas Seni
Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung.

Email :ika_sritb(at)yahoo.com









Henri Nurcahyo, lahir di Lamongan 22 Januari 1959, pernah sekolah
formal di FKH (Fakultas Kedokteran Hewan) UGM Jogjakarta, terjun berkesenian
sejak tahun 1977, aktif di LSM kebudayaan dan lingkungan sejak tahun 1979,
menulis di banyak media massa sejak tahun 1979 dan pernah menjadi
wartawan/redaktur di Harian Memorandum, Surabaya Post, Jakarta-Jakarta, Tabloid
Agrobis, Tabloid Bromo, dan Tabloid Mania serta Koran Metro, Tabloid Trend Hobi
dan majalah Kembang. Pernah menjadi pemimpin redaksi media on-line Yayasan
AirPutih Jakarta yang berurusan dengan bencana, dan mendirikan Majalah GREEN
Hobby, dan sekarang diminta menjadi pemimpin redaksi wacananusantara.org. Situs
khusus soal sejarah dan budaya. Pernah menjadi juara lomba karya tulis
jurnalistik sebanyak 9 (sembilan) kali dalam berbagai bidang. Menulis banyak
artikel kesenian di berbagai kesempatan (koran, majalah dan katalog pameran
serta makalah sarasehan), dan aktivitas terakhirnya dalam lembaga Dewan
Kesenian Sidoarjo dan Lembaga Ekologi Budaya (Elbud), serta anggota pleno Dewan
Kesenian Jawa Timur. Buku yang pernah terbit antara lain: Memberdayakan
Masyarakat Pedesaan, Ah Cuma Sketsa, Seni Lukis Surabaya, Keramik Sebagai Media
Ekspresi Seni, Ambang Cakrawala (Monografi Seni Lukis Amang Rahman) – bersama
Mamannoor, Koempoel The Maestro, “Among Roso: Monografi Prestasi Imam Utomo”
dan Tantangan Perupa: Mozaik Sosiologi Seni. Tahun 2001, mendapat Penghargaan
Seni Budaya dari Gubernur Jawa Timur (sebagai penggerak kesenian bidang
penulisan). (*)

Alamat: Jl. Bungurasih
Timur 40 Waru – Sidoarjo – 61256, telp: 031-8544079, 081.23100.832, e-mail: 
henrinurcahyo(at)yahoo.com, henri(at)airputih.or.id

KATA PENGANTAR



Sejak awal saya mengikuti proses penulisan buku ini. Semula saya mengira,
pelukis Masmundari ini, adalah semacam Granda Moses yang bergaya naif. Tetapi
kemudian ternyata bahwa lukisan-lukisan Masmundari mengandung nilai-nilai seni
gambar archaik Indonesia.

Arah hadap tokoh yang digambar, peletakan tokoh dalam bidang gambar, baik di
kanan atau di kiri, di atas atau di bawah, serta urutan dalam mengikuti cerita
dalam gambar, semua itu mengandung arti-arti yang baku.

Kalau kita menyimak gambar-gambar di benda-benda perunggu atau lukisan
dinding-dinding gua dari zaman prasejarah Indonesia, terdapat beberapa
kemiripan pembakuan. Begitu pula kalau kita menyimak relief-relief candi 
Indonesia, cara
gambar Masmundari memiliki kemiripan pula. Dengan singkat, gambar-gambar
damarkurung Masmundari mengandung rekaman budaya Indonesia, sejak prasejarah 
sampai
zaman Islam di Jawa. Karya-karya Masmundari adalah fosil budaya. Dan, ternyata
sampai sekarang, hanya didapatkan seorang pelukis saja yang tersisa. Ini juga
merupakan suatu keajaiban.

Gambar-gambar Masmundari bukan hanya visual, tetapi juga auditif, bahkan indera
perasa digambarkan (arah tiupan angin). Gambar-gambar Masmundari boleh disebut
holistik. Dia selalu menggambar sosok manusia secara penuh, tidak parsial
seperti lukisan modern. Manusia dan alam, manusia dan benda-benda buatannya,
semuanya digambar utuh seperti yang dipersepsinya. Dia berterus terang dengan
kemampuan teknis dan kemampuan kognitifnya, lengkap dengan kekurangan dan
kejujurannya. Garis-garisnya spontan, bentuk-bentuknya unik-naif. Tema-temanya
tentang kegembiraan hidup. Warna-warnanya cerah, terang, ceria, aneka warna.
Mirip gambar anak-anak yang belum kenal tipu daya.

Meskipun demikian, gambar-gambarnya adalah purba. Kosmologi purba masih kuat
mendasari cara gambarnya. Arah kiri dan arah kanan mempunyai makna sesuai
dengan makna kosmologi tua Indonesia.
Begitu pula arah atas dan arah bawah. Kenyataan seperti ini masih terdapat pula
dalam pertunjukkan wayang kulit, wayang wong dan wayang beber. Lebih tua lagi
terdapat dalam arah gambar-gambar relief candi. 



Petunjuk utama pemahaman gambar-gambar damarkurung Masmundari adalah tuturan
pelukisnya sendiri. Saya mendengarkan rekaman videonya ketika menceritakan arti
gambar-gambarnya. Dengan petunjuk-petunjuk dari pelukisnya sendiri ini, kita
tinggal menafsirkan struktur berpikir mana yang dia pakai. Dan ternyata banyak
mengandung cara berpikir tua, yakni Tantrayana.

Tidak mengherankan apabila sisa-sisa terakhir cara gambar ini terdapat di Jawa
Timur, Gresik. Masmundari tentulah salah satu keturunan dari nenek moyang warga
Majapahit. Kerajaannya boleh lenyap, tetapi manusia-manusia yang membawa
nilai-nilai Majapahit masih terus hidup melalui berbagai generasi. Bahwa cara
gambar Masmundari bersifat kehindu-budhaan, dapat dilihat dari teater tutur
masyarakat Sunda, pantun, yakni Panggung Karaton, yang masih menyebutkan
istilah “damarkurung”. Pada waktu menceritakan suasana kraton Dayeuh Manggung,
pantun ini menyebut adanya “damarlilin di tiap bilik, damarkalang di tiap
tiang, dan damarkurung di tiap ujung ruangan”. Kalau ada yang menduga bahwa
damarkurung tak lain adalah lampion yang ditiru dari budaya Cina, boleh jadi
mendekati kebenaran. Sampai sekarang pun, dalam film-film silat Hongkong, kita
temukan lampion-lampion digantung di teras-teras rumah atau toko-toko Cina.
Dengan demikian, damarkurung aslinya, di Indonesia. Juga dibungkus oleh kertas.
Ini memungkinkan adanya upaya mengisi bidang-bidang kosong lampion itu dengan
gambar-gambar. Dan karena cara menggambar pada zaman itu berorientasi pada
kepercayaan agama Hindu-Budha-Tantra, maka cara gambar semacam itulah yang
dikerjakan untuk relief, buku-buku lontar, wayang beber, wayang dan damarkurung
ini.

Indonesia
memiliki tradisi menggambarnya sendiri. Dan ini tidak pernah kita sadari.
“Lukisan Indonesia”
itu pernah ada. Lukisan gaya Bali
adalah salah satu diantaranya. Tetapi juga dapat ditelacak dari gambar-gambar
di buku-buku lontar kuno atau buku-buku peninggalan kraton. Pada begitu banyak
gambar-gambar prasejarah. Pada relief-relief candi. Dan masih banyak lagi, kalau
kita juga ingin memasukkan ragam hias pada kain-kain tenun dan batik Indonesia. 
Atau
semua gambar-gambar yang terdapat di artefak-artefak tua kita. Semua itu
menyadarkan kita, bahwa Indonesia
memiliki tradisi senirupanya sendiri. Dan karenanya juga memilki filosofinya
sendiri tentang gambar. Inilaj yang belum sempat kita ikirkan bersama.

Buku ini dapat menggugah kita untuk melihat lebih banyak, lebih teliti, dengan
cara pandang yang berbeda dengan cara pandang orang modern. Buat apa? Buat
mencari identitas? Identitas tidak harus sama dengan masa lalu. Yang kita
perlukan adalah menyadari sangkan paran kita. Dalam tubuh kita mengalir darah
nenek moyang, dalam jiwa kita mengalir rohani nenek moyang kita, hanya kita
tidak pernak menyadarinya, Di negara manapun, orang Jawa tetap memperlihatkan
kejawaannya. Tetapi yang mana? Ketidaksadaran kolektif inilah yang dicoba
dikuak oleh tulisan tentang damarkurung ini. Mengapa tangan kanan lebih “sopan”
dari tangan kiri? Mengapa kita tak mau duduk di deretan depan? Mengapa isteri
kita sering kita kenalkan sebagai “konco wingking” alias “teman rumah
belakang”? Mengapa kita menilai rendah milik kita di depan umum? Mengapa kita
mengizinkan anak-anak kita ramai-ramai menyaksikan kuda dikawinkan? Itu semua
membedakan orang Jawa dengan orang-orang lain suku dan bangsa. Dan itu ada
hubungannya dengan acuan hidup kita, yakni bernama tradisi Jawa. Dan tradisi
ini suatu keutuhan yang dilandasi oleh cara berpikir tertentu tentang hidup
ini.

Damarkurung dapat menjelaskan asal-usul tradisi ini.







Bandung, 10
Pebruari 2002.



(Jakob Soemardjo)

Budayawan & staf pengajar Pendidikan Pasca Sarjana

Fakultas Senirupa & Desain, Institut Teknologi Bandung.









Untuk mendapatkan buku ini, silakan mengajukan permohonan tertulis atau via
email ditujukan kepada

Bapak Nonot Sukrasmono

Ketua Komite Seni Rupa

Dewan Kesenian Jawa Timur

Jl.Wisata Menanggal

(satu kantor dengan Dinas kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Timur)

Surabaya

telp/fax 031- 8554304

Email:dk_ja...@yahoo.om

Hp 031- 71775987, 081 357088866, 08123571968





 




      

Kirim email ke