Mulai hari ini sampai tanggal 6 nanti di Bentara Budaya Jakarta akan diputar 
film-film karya Sutradara Jepang favorit saya, Hayao Miyazaki. Di sana akan 
diputar film-film karya Miyazaki mulai dari karya awalnya yang dibuat pada 
tahun 1980 "The Castle of Cagliostro" hingga film terakhirnya yang dibuat tahun 
2008, "Ponyo on The Cliff by The Sea".

"Spirited Away" atau "Sen To Chihiro No Kamikakushi", judul aslinya dalam 
bahasa Jepang adalah Film pertama dari tokoh yang disebut-sebut sebagai Walt 
Disney-nya Jepang tapi sangat membenci film-film Walt Disney ini yang saya 
tonton. Film ini semacam Alice in Wonderland dalam versi Jepang. Kisahnya 
diangkat dari cerita-cerita dan mitos yang tumbuh di Jepang. Film ini bercerita 
tentang sebuah tempat di dunia para arwah yang dikuasai oleh seorang penyihir 
bernama Yubaba yang menjalankan bisnis pemandian untuk para dewa.

Untuk menjalankan bisnisnya, Yubaba menawan siapapun orang yang masuk ke dunia 
itu tanpa izin lalu arwahnya dia jadikan pekerja di Pemandian miliknya. 

Orang yang masuk ke tempat ini biasanya adalah oeang-orang tersesat dan 
kelaparan. Saat masuk ke tempat itu para pendatang tanpa izin itu akan melihat 
banyak warung makan tanpa penjaga. Beberapa dari mereka yang merasa sangat 
lapar akan tergoda untuk memakan makanan-makanan di warung-waraung tanpa 
penjaga itu tanpa izin dari pemiliknya. Banyak yang karena kelezatan makanan 
itu sampai lupa berhenti makan, melahap makanan-makanan itu dan tanpa sadar 
kemudian mereka pun berubah menjadi babi.

Yang tidak ikut memakan sajian di warung itu, tapi terlanjur masuk ke wilayah 
itu tidak akan berubah menjadi Babi. Tapi meskipun demikian dia tetap akan 
dijadikan tawanan oleh Yubaba. Orang ini kemudian akan dipekerjakan sebagai 
budak di tempat pemandian untuk para dewa yang dikelola oleh Yubaba. 

Plot utama cerita "Spirited Away" alias "Sen To Chihiro No Kamikakushi" ini 
adalah persahabatan antara seorang anak perempuan bernama Chihiro dengan Naga 
jantan bernama Haku . Dalam film ini keduanya dikisahkan menjadi tawanan Yubaba 
akibat dari sebab yang berbeda.

Chihiro menjadi tawanan karena ikut orang tuanya ke tempat itu. Orang tuanya 
yang kelaparan yang tidak mendengarkan peringatan Chihiro, berubah menjadi 
babi. Sementara Haku menjadi tawanan Yubaba karena mendatangi Yubaba atas niat 
sendiri dengan maksud untuk mempelajari ilmu gaib. 

Sebagai orang Gayo, bagi saya adegan yang paling menarik dalam film ini adalah 
ketika Chihiro akan dijadikan tawanan oleh Yubaba. Saat itu Yubaba mengambil 
nama asli Chihiro. Kemudian Yubaba memberinya nama baru sehingga Chihiro tidak 
ingat lagi nama aslinya. Itu pula yang terjadi pada Haku, sama seperti Chihiro 
yang sekarang bernama Sen, Haku pun tidak ingat lagi nama aslinya. Dalam film 
ini dikisahkan hanya Yubaba sendirilah yang tahu nama asli mereka. Dengan 
demikian baik Sen maupun Haku akan menjadi tahanan Yubaba selamanya.
 
Bagian ini sangat menarik bagi saya, karena Mitos di Jepang tentang kemampuan 
menguasai orang lain dengan mengetahui dan menguasai nama asli ini juga hidup 
di Gayo, tempat asal saya.

Di Gayo, tempat asal saya, banyak mantra-mantra kuno dan ilmu-ilmu gaib yang 
juga mengandalkan pada kemampuan menguasai nama asli sebagaimana dikisahkan 
dalam film karya Miyazaki ini. Sebagai contoh misalnya mantra untuk mendapatkan 
kekebalan, yang di Gayo kami sebut 'Doa Kebel'.

Bagi perapal ilmu ini, kunci keberhasilan dari mantra yang membuat tubuh 
menjadi kebal terhadap besi ini adalah dengan cara mengetahui nama asli besi. 
Sehingga dengan begitu besi bisa dikuasai oleh orang yang mempelajari (orang 
yang 'mununtut doa' dalam bahasa Gayo) itu dan diapun akan menjadi kebal.

Dengan berkembangnya Islam di Gayo, mantra-mantra kuno ini kemudian disesuaikan 
dengan tradisi dan bacaan-bacaan yang berkaitan dengan cerita-cerita dalam 
kebudayaan Islam (Arab). Tapi meskipun telah memasukkan unsur kebudayaan Islam, 
mantra ilmu gaib yang menggunakan metode penguasaan nama asli dari objek yang 
akan dikuasai yang merupakan warisan tradisi pra Islam ini tetap berkembang 
dalam budaya Gayo. Tapi karena pengaruh Islam, nama-nama yang sebelumnya adalah 
nama-nama Pra Islam itupun disesuaikan dengan tradisi Islam yang berbau ke 
arab-araban.

Contoh 'Mantra Kebal' atau di Gayo kami sebut 'Doa Kebel' yang mengandalkan 
pada penguasaan nama asli ini misalnya dapat kita perhatikan seperti di bawah 
ini.

He besi........................... Hai Besi
Ya buduhu ya Rasuluhu............. Ya buduhu ya Rasuluhu
Sawa tubuhku dengan besi.......... Bersatu tubuhku dengan besi
Kun kata Allah.................... Kun kata Allah
Payakun kata Muhammad............. Payakun kata Muhammad
Hukumtumhu sujud ko ku Tuhen...... HukumNya kepadamu sujud kamu kepada Tuhan

He ta Asan...he ta Usen........... Hai kamu Hasan...Hai kamu Husin
Zat Laksin namamu Besi............ Laksin adalah saripati nama aslimu.
Hip nama Ibumu.................... Hip nama Ibumu
Kun Kata Allah.................... Kun Kata Allah
Payakun kata Muhammad............. Payakun kata Muhammad
Hukumtumhu........................ HukumNya kepadamu

Setelah pembacaan ini orang yang mununtut "Doa Kebel" ala Gayo ini akan 
melakukan beberapa ritual lain seperti puasa mutih (tidak makan nasi) dan 
diakhiri dengan melakukan 'Kalut' yaitu mandi di persimpangan air sungai, 
membersihkan semua lubang ditubuhnya dengan air. Dalam masa ber'kalut' itulah 
orang menuntut 'doa kebel' itu akan merapalkan lagi tentang asal usul dan nama 
asli besi.

Di bawah ini bacaan saat 'Kalut' yang langsung saya terjemahkan ke dalam bahasa 
Melayu.

Aku mandi di muara sungai berhud.
Zuru namamu besi.
Ketika kamu menjadi besi Abillah namamu, ketika pada awal kamu diciptakan.
Haram bagimu mencelakakanku besi.
Kalau kamu mencelakakanku, Allah taala akan merasa malu melihatmu.
                           
                                *****

Alasan lain yang membuat saya langsung jatuh cinta pada film-film karya pendiri 
Studio Ghibli ini adalah; karena dalam setiap kisah filmnya, Miyazaki selalu 
memasukkan nilai-nilai filosofis dan cara pandang timur yang berbanding 
terbalik dengan filosofi/cara pikir barat (termasuk timur tengah) yang 
merupakan filosofi/cara pikir dunia modern yang kita jalani saat ini.

Dalam filosofi/pola pikir barat ini kebenaran selalu bersfat mutlak. Yang baik 
selalu mengalahkan yang jahat, sesuatu yang tidak baik selalu dipandang tidak 
baik secara utuh tanpa menyisakan sedikitpun kebaikan di dalamnya. Karena 
inilah filosofi/cara pikir barat selalu bersifat konfrontatif dan tertutup.

filosofi/cara pikir barat (termasuk timur tengah) inilah yang tercermin dalam 
setiap sikap dan perilaku kita hari ini.

Filosofi/cara pikir barat (termasuk timur tengah) ini mencengkeram kesadaran 
kita demikian kuatnya. Contoh dari kuatnya cengkraman filosofi/cara pikir barat 
(termasuk timur tengah) ini bisa kita lihat dari contoh yang saya gambarkan di 
bawah ini yang terjadi beberapa hari yang lalu.

Waktu itu, di facebook saya membaca status seorang teman facebooker yang 
sepertinya sangat tergila-gila pada hukum yang berbasis syar'iat. Dia menulis 
di statusnya "Menyetujui Syariat Islam tapi menolak formalitas Syariat Islam? 
kenapa tidak secara tegas saja mengatakan bahwa diri berpaham Sekular?"

Dalam tulisan singkatnya di status ini, terbaca jelas kalau si pemilik status 
sama sekali tidak bisa lagi melihat sekularisme secara jernih. sekularisme itu 
Vis a Vis dengan Islam. Melalui tulisan dalam status teman ini, tampak kesan 
yang kuat kalau dia memandang sekularisme itu demikian buruknya, seolah-olah 
isme ini sama sekali tidak pernah menyumbangkan apapun bagi perdaban manusia.

Kemudian hari ini, pola pikir dan cara pandang khas barat ini tercermin jelas 
dalam note yang dipost-kan oleh seorang teman yang juga orang Gayo yang 
sekarang sedang menuntut ilmu di Australia. Perempuan berjilbab yang juga 
seorang Islam yang taat ini tampaknya sangat tidak setuju dengan Wahabisme, 
sebuah aliran Islam yang sangat keras menentang Bid'ah dan tidak kenal 
kompromi. Kisah yang diposting teman saya ini di note-nya dia kutip dari sebuah 
buku yang bercerita tentang seorang pendaki gunung asal amerika yang bernama 
Greg Mortenson yang membuka sekolah untuk perempuan di Pakistan. Dalam buku ini 
penulisnya menggambarkan betapa intolerannya aliran Wahabi dan betapa kejamnya 
Taliban.

Untuk menggambarkan kejamnya Taliban, penulis buku yang dikutip dalam note 
teman saya ini  menulis; "prajurit Taliban menembaki mereka untuk sekedar 
hiburan, meluncurkan granat yang dipicu roket hingga akhirnya meledak diantara 
pengungsi yan ketakutan setengah mati"

Aliran Wahabi oleh penulis ini digambarkan sebagai "Wahabi diambil dari kata 
Al_Wahab, bahasa Arab yang berarti maha Pemberi, satu dari sembilan puluh 
sembilan nama Allah. Dan pemberian yang murah hati inilah –dana tunai yang 
tampaknya tak terbatas yang diselundupkan pada kaki-tangan wahabi ke Pakistan".

Sepertinya akibat dari ketidak sukaannya terhadap Wahabi, orang-orang yang 
membaca note teman saya ini menelan mentah-mentah semua informasi yang 
dipaparkan oleh penulis buku itu sebagaimana yang dikutip teman saya ini tanpa 
mengkritisinya sama sekali.

Jika pola pikir/filosofi barat (termasuk timur tengah) memperlakukan 
"kebenaran" atau "kebaikan" itu layaknya benda sebagaimana tergambar dalam 
contoh yang saya paparkan di atas. Tidak demikian halnya dengan pola 
pikir/filosofi timur. Dalam filosofi timur "kebenaran" atau "kebaikan" itu 
selalu bersifat referensial alias selalu merujuk kepada sesuatu alasan. Tidak 
pernah main mutlak-mutlakan. Dalam filsafat timur, baik dan buruk, benar dan 
salah selalu tergantung pada sudut pandang dan referensi yang dipakai. 

Ada banyak nama untuk konsep pemikiran filsafat timur ini. Dalam tradisi Buddha 
konsep ini disebut 'Maya', dalam tradisi Cina konsep ini dikenal sebagai "Tao' 
(yang kelahirannya tidak ada hubungan sama sekali ada hubungannya dengan 
Buddha) dan di Jepang sendiri disebut "Zen" atau "Nen" dalam dalam dialek 
Jepangnya.

Semua konsep filsafat timur ini dikenal tidak pernah merisaukan dan tidak 
pernah menyibukkan diri dengan masalah kebenaran, tapi lebih menitik-beratkan 
orientasinya secara paradoksal ke dua hal (satu) fakta atau kenyataan, dan 
sekaligus (dua) ke-sementara-an fakta tersebut. 

Jika pada status teman saya yang pertama kita memandang melalui sudut pandang 
filsafat timur ini kita akan melihat bahwa Islam dan sekular itu hanyalah dua 
konsep yang benar salahnya sangat referensial dan tergantung tempat dimana 
kedua konsep itu dinilai. Wajah FAHAM SEKULAR tampak sangat buruk ketika 
digambarkan di negeri-negeri berpaham ISLAM sebaliknya di negeri-negeri ber 
FAHAM SEKULAR wajah ISLAM yang digambarkan sedemikian buruknya. Melalui pola 
pikir/filosofi timur, kita dengan jelas melihat kalau kenyataan sebenarnya ya 
tidak seperti itu, baik faham ISLAM maupun SEKULAR, keduanya memiliki sisi baik 
dan sisi buruk.


Sementara untuk note teman kedua, jika yang menilainya adalah orang yang 
memahami nilai filosofis timur akan dengan mudah melihat bahwa kisah yang 
digambarkan di atas  sangat tendensius, bias dan subjektif.

Kesan tendensius ini terbaca misalnya pada bagian ini 

Kemudian pengertian soal Wahabi yang diceritakan dalam buku ini juga Rancu, 
"Wahabi" diambil dari kata Al_Wahab, bahasa Arab yang berarti maha Pemberi, 
satu dari sembilan puluh sembilan nama Allah. Dan pemberian yang murah hati 
inilah –dana tunai yang tampaknya tak terbatas yang diselundupkan pada 
kaki-tangan wahabi ke Pakistan" ini terdengar sangat mengada-ada, tendensius 
khas propaganda Amerika dan Hollywood.

Soal aliran Wahabi sendiri juga demikian. Informasi tentang Wahabi yang 
dipaparkan oleh penulis buku ini sebenarnya sangat rancu karena Wahabi 
sebenarnya adalah sebuah aliran dari Islam Sunni yang mengacu pada ajaran 
"Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab" yang tidak lain adalah salah seorang mujaddi 
(pembaharu) di abad dua belas Hijriyah atau abad ke delapan belas masehi. 
Aliran ini adalah aliran Islam yang dikenal sangat keras menentang perilaku 
Bid'ah.

Cara pandang dan sikap seperti yang ditunjukkan oleh orang-orang yang membaca 
note teman saya ini juga banyak saya temukan di kalangan sarjana dan para ahli 
di negeri ini. Mereka seringkali punya pendidikan formal sampai ke tingkat yang 
paling tinggi yang menguasai begitu banyak hukum dan teori tapi dalam memandang 
dunia dan lingkungan sekitar tetap terjebak dan tidak bisa keluar dari 
filosofi/pola pikir ala barat (termasuk timur tengah) yang bersifat 
konfrontatif ini.

Nah kembali ke film-film karya Miyazaki, cerita yang dilatari oleh cara pikir 
filsafat timur inilah yang saya lihat tergambar jelas dalam semua kisah film 
karya lulusan Ilmu Politik dan Ekonomi dari Universitas Gakushin ini.

Penokohan dalam film-film Hayao Miyazaki ini sangat berbeda dengan penokohan 
dalam film-film yang kental dipengaruhi nilai filosofis dan pola pikir Barat 
yang selalu membuat batasan yang tegas antara hitam dan putih, baik dan buruk. 
Dalam film semacam itu tokoh baik selalu digambarkan sedemikian baik dan 
sempurna dan tokoh jahat selalu digambarkan begitu jahatnya. Pola penokohan 
seperti ini bisa kita lihat dalam mayoritas film produksi Hollywood. Atau dalam 
bentuk yang lebih vulgar, sinetron-sinetron Indonesia. 

Dalam penokohan karakter dalam filmnya, Miyazaki selalu membuat tokoh yang 
bermoral ambigu, khususnya pada tokoh-tokoh antagonis. Tokoh penyihir Yubaba di 
"Spirited Away"  misalnya, meskipun dengan kejam menawan Chihiro dan Haku, tapi 
dia begitu penuh kasih sayang terhadap bayinya dan begitu mengkhawatirkan 
keselamatannya. Di film "Kiki's Delivery Service" yang diproduksi tahun 1989, 
jauh sebelum Harry Potter dibuat, Miyazaki menggambarkan tokoh penyihir muda 
yang sangat manusiawi. Padahal di barat, penyihir selalu dipandang sebagai 
sosok jahat. Di awal era modern, di eropa, ribuan perempuan yang biasanya 
berasal dari latar belakang sosial lapisan terbawah, seringkali pengemis. 
Diburu dan dibakar hidup-hidup karena dituduh penyihir, sebagai contoh di 
Inggris saja dalam periode 1542-1736 antara 300-1000 orang dibunuh dengan cara 
digantung atau dibakar hidup-hidup karena dituduh sebagai penyihir. Di abad ke 
18, di Amerika tepatnya di Salem, Massachusetts pernah masyhur dengan sejarah 
pembantaian penyihir (Boyer and Nissenbaum 1974, 1-21).

Konsep yang dilatari filsafat timur seperti yang saya sebutkan di ataslah yang 
membuat saya menganggap film-film karya Hayao Miyazaki seperti sebuah oase yang 
menyejukkan di tengah hiruk pikuk dunia yang dikuasai sepenuhnya oleh 
filosofi/cara pikir barat (termasuk timur tengah). 

Jadi bagi anda yang juga pecinta film berkualitas dan ingin melihat sesuatu 
yang berbeda dari kisah-kisah mainstream. Mulai hari ini sampai tanggal 6 
nanti, saya sarankan datanglah ke Bentara Budaya Jakarta untuk menyaksikan 
film-film karya HAYAO MIYAZAKI, sutradara film animasi terpopuler di Jepang dan 
mungkin yang terhebat di dunia.

Wassalam

Win Wan Nur
www.winwannur.blog.com
www.winwannur.blogspot.com



Kirim email ke