Budaya Sungai Dari Lok Baintan
Oleh Nasrudin Ansori

Banjarmasin. Ibukota dari provinsi Kalimantan Selatan ini punya segudang cerita 
yang menarik untuk disimak. Dari soal nama, misalnya, Banjarmasin berawalmula 
dari kata “Banjarmasih”, yang cikal bakalnya dapat ditarik dari nama patih 
Kerajaan Banjar, yakni Patih Masih atau Patih Oloh Masih. Kota ini sendiri 
berasal dari Desa Oloh Masih atau Kampung Melayu. Dan dalam bahasa Ngaju, Oloh 
Masih memang diartikan sebagai orang Melayu.

Karena kesulitan menyebut Banjarmasin, orang-orang Belanda, yang melakukan 
penjajahan ke banyak negeri di Indonesia, menyebut Kerajaan Banjar dengan 
“Bandzermash”. Pelafalan ini berlanjut hingga 1664, yang terlihat dari 
surat-surat Belanda yang ditujukan kepada kerajaan.

Selain dari nama yang punya cerita unik, Banjarmasin juga sudah lama dikenal 
sebagai kota yang akrab dengan air. Pada masa kolonial Belanda, Banjarmasin 
sudah memiliki pelayaran teratur yang terhubung tidak saja dengan Sampit, 
Kotabaru, Samarinda, Martapura, Marabahan, Negara, Amuntai, Buntok, Muara 
Teweh, dan Kuala Kapuas, tetapi juga dengan daerah di luar Kalimantan, seperti 
Singapura dan Surabaya.

Hingga kini, kehidupan sungai masih menjadi ciri khas di Banjarmasin. Bahkan 
simbolisasinya bisa ditemui di depan Kantor Walikota Banjarmasin berupa 
sandaran perahu. Tak heran, jika mendengar nama Banjarmasin, benak sebagian 
orang melayang pada suasana pasar terapung. Dan untuk itu, ia dikenal dengan 
julukan “kota seribu sungai”.

Banjarmasin sebenarnya memiliki dua pasar terapung dengan dua lokasi yang 
berbeda, yakni Pasar Terapung Muara Kuin di Sungai Barito dan Pasar Terapung 
Lok Baintan di Sungai Martapura. Jika pasar terapung pertama lebih bersifat 
turistik, maka suasana berbeda akan kita temui di Lok Baintan.

Selanjutnya klik http://wisataloka.com/jelajah/budaya-sungai-dari-lok-baintan/


Salam,
TM. Dhani Iqbal


      

Reply via email to