Salam Budaya,

Lakon “Rasanya Baru Kemarin”
oleh narapidana/ penghuni Rutan Klas I
Medaeng yang tergabung
dalam Kelompok Teater Layar diangkat
berdasarkan pengalaman para
pemainnya itu sendiri. Mereka, terpidana
berbagai kasus, yang
tergabung dalam kelompok teater ini, ada yang
baru sekali masuk
sel tahanan dan ada yang berkali-kali, bahkan ada
yang lebih dari
lima kali.

Sutradara asal Teater Bengkel Muda Surabaya,
Zainuri, menggarapnya
dalam seni pertunjukan yang empirik sehingga
pertunjukan ini bagian
dari terapi penyadarannya. Namun para
pemain beranggapan bahwa ini
bukan teater melainkan bagian dari
media untuk mengungkap isi perasaan
yang selama ini dirasa tidak
bisa keluar, sekaligus mengeluarkan air
mata yang lama sudah tidak
bisa keluar atau bahkan dirasa sudah habis.

Lakon ini akan
dipentaskan, Kamis, 6 Mei 2010, pukul 13.00, di lingkup
Rutan Klas
1 Medaeng, Jl. Letjen Sutoyo, Medaeng, Waru, Sidoarjo.
Sayangnya
tertutup untuk umum karena pihak keamanan Rutan belum
siap
mengantisipasi berbagai kemungkinan terburuk, semisal
kemungkinan
tahanan yang berupaya melarikan diri saat acara
berlangsung.


Surabaya, 1 Mei 2010

Hormat Kami,
a/n
Panitia
Hanif Nashrullah
081 74 80 2453












Teater Layar Rutan Klas
1 Medaeng


Kamis, 6 Mei 2010
pukul 13.00
di Rutan Klas I Surabaya (Medaeng)
Jl. Letjen Sutoyo, Medaeng, Sidoarjo









Pemain



Mohamad Fadeli (Ndoweh), umur 21
        tahun
        Rachmat Hidayat (Bogel), umur 17
        tahun
        Yuliantoni prabowo (Anton), umur
        16 tahun
        Lila Rustika Aryati (Lila), umur
        28 tahun
        Rr. Peni Berlianingtyas (Berlian),
        umur 33 tahun
        Dian Nur Aviva Ragis (Dian), umur
        25 tahun
        Elsa Yuniarti (Elsa), umur 23
        tahun.










Sinopsis



Tiga narapidana resah tidak bisa tidur
di tengah ruang yang pengab dan panas. Lalu mereka saling bicara,
saling mengumpat, tentang hari-harinya yang kalah dibuat berjudi di
sel tahanan. Pembicaraan yang panjang lebar ini tak ada ujungnya,
akhirnya kelelahan hingga tertidur.
Dalam tidurnya yang
sekejab ini mereka bermimpi tentang perempuan yang diidolakan
masing-masing. Namun sialnya mimpi yang muncul juga tidak sesuai
dengan yang dibayangkan.
Menemukan mimpi
tentang perempuan sudah kesampaian namun para perempuan cantik-cantik
ini tidak membawa pada alam kegembiraannya. Para perempuan ini justru
mempunyai ketakutan yang sama dengan dirinya yang ada dalam tahanan.
Para wanita ini lebih banyak mengalami pelanggaran bahkan mereka
terjebak masuk sel tikus. Sel tikus adalah tahanan yang paling sempit
dan mengerikan.
Dalam wujud
peranannya para perempuan tersebut ada yang mengomel dengan dirinya
sendiri. Ada yang menyanyi sendiri. Seakan-akan banyak aktivitas tapi
menuju kejemuan yang sama. Jadi tidak heran ketika mereka saling
bertatapan seperti melihat dirinya sendiri. Berulang-ulang mereka
saling menatap, setiap berpapasan selalu dirinya sendiri yang
dilihat.
Namun begitu para
perempuan ini meninggalkan mimpinya, ketiga narapidana ini terbangun.
Dari kebangkitan inilah mereka hampir tak berani menceritakan kembali
mimpinya masing-masing. Muncullah pelampiasan emosi untuk menahan
beban berat masing-masing yang tidak bisa disalurkan. 

Mereka menceritakan
pengalamannya hingga saling berkelahi dan pada puncaknya mereka mulai
merasakan kesepian. Akhirnya mereka menutup dengan dialog, “Pikiranku
wis mulai tenang, yo opo le balik turu mane. Dongakno gak mimpi
macem-macem mane (Pikiranku sudah mulai tenang, bagaimana kalau
kembali tidur lagi. Doakan tidak mimpi yang aneh-aneh lagi)”.



      

Kirim email ke