jawaban nya langsung di bawah
selamat menikmati.... & Salam
Gayatri

--- On Sun, 23/5/10, Wajah <wajahbercah...@yahoo.co.id> wrote:
Subject: [ac-i] Re: Malaysia Lifestyle??? : tetap Trully Indonesia
Date: Sunday, 23 May, 2010, 14:16







 



  


    
      
      
      Lalu yang jadi masalah apa,Gayatri?

Kan memang wong malaysia itu keturunan Indonesia.

Misalnya adikmu makan makanan ibumu,pakai baju warisan ibumu,

apa kau berhak sewot?>>>>>> tampaknya ada beda antara meledek dengan sewot. 
Itulah kekayaan budaya kita, mulai dari gaya 'nyek-nyek' ala Yogya atau 
Suroboyo, gaya ketoprakan hingga gaya menyindir tontonan populer "Republik 
Mimpi" dengan parodi satire-nya.  Itulah kekayaan gaya menyindir kita --yang 
TENTU tidak dimiliki MalingSiak--, yang perlu dibedakan dari kosa sewot 
semata.  
orang malaysia keturunan Indonesia??? saya kira hanya sebagian kecil, ya? 
kenyataannya kan, ada tiga etnis besar disana. dan kalau mau dirunut dari mulai 
perpindahan manusia dari Dongson, ... saya kira, penduduk di Malaysia memang 
serumpun seperti dengan penduduk lainnya di IndoCina dan Thailand atau bahkan 
di Filipina
saya memang makan makanan yang dimasak di rumah, aneka ragam, mulai dari 
rendang --setau saya asal-- padang, satur asem ala sunda dan ala jawa, gudeg 
kita tahu atau asal yogya atau asal solo, lotis/rujak cingur ala Jawa
 timuran, ayam tutu dari bali, ikan rica-rica ala menado. Rasanya saya, dan 
banyak dari antara kita juga tahu asal makanan itu dari suku atau daerah mana. 
Memang betul secara general itu dari Indonesia, Namun 'nggebyah uyah' itu 
makanan orang/suku dari Kalimantan Timur atau makanan suku Dayak. ... sama 
dengan menggebyah uyah bahwa itu warisan, yang selalu didengang-dengungkan 
pemerintah MalingSialan, sekedar sebagai justifikasi mereka. Warisan apa?? 
Warisan dari "hongkong"?
Masih soal makan, banyak resto pizza atau pasta atau junk Fried Chicken  di 
Indonesia.  Tetapi kalau saya terima tamu asing, saya nggak akan bilang itu 
makanan orang Indonesia, meski semakin banyak orang indonesia makan junk-food 
itu dan malah bangga.  Beda ya,.. makanan yang kita makan dengan 
mengindentifikasi asal makanan itu.  Saya siih akan risih kalau kita bilang itu 
warisan budaya globalisasi karena kita dicekoki budaya junkfoood ala amrik. 
 Nggak tau ya, kalau [pemeringtah] MalingSialan tidak merasa risih, 
ngaku-ngaku. <<<<<<<<<


Baca Negarakertagama, Kitab Raja-Raja Pasai,dsbnya.

Malaysia itu wilayah Nusantara ( ibukotanya Trowulan,Mojopahit).>>>>>>>> 
mudah-mudahan nggak diaku-aku, kalau Trowulan letaknya di Semenanjung malaka. 
atau tiba-tiba di peta malaysia ada titik bernama trowulan?? heuheu... <<<<<<<<



Sampai abad 16 M, antara Gresik,Malaka-Patani Thailand,Aceh-Pahang saling 
kunjung dengan perahu layar. Baru tengah abad 16 M wong londo 
mecah-belah.Perjanjian Bongaya memaksa kapal-kapal Nusantara gak boleh saling 
kunjung.Selanjutnya dibagi2 jadi negara ini-itu Republik ini-itu.>>>>> 
Perjanjian Bongaya, kan perjanjian antara Belanda dengan kawasan Indonesia 
Timur. Ini akibat penjajah. Namun, kalau tak salah, pembagian kawasan Nusantara 
yangmana kemudian nantinya menjadi Indonesia bukan dari perjanjian Bongaya, 
deh.Kalau mau dirunut .... sesungguhnya sejak jaman Sriwijaya abad 5-7 M, 
daerah semenanjung malaka hingga daerah Siam (sekarang Thailand) memang juga 
sudah dibawah pengaruh Sriwijaya.  Bahkan Ayodhya Wat dibangun dibawah pengaruh 
Sriwijaya ini juga. (orang Thai sekarang menyebut Sriwijaya dengan Srivicaya).  
Saya nggak heran kok dengan percampuran budaya macam itu, mirip dengan arus 
globalisasi budaya masa
 kini.  
Yang saya ajukan kan jelas, bahwa kita semua tahu kok Rumah Gadang asal mana?? 
Tidak ada tuh bangunan Melayu atau Aceh yang sok mau niru rumah GAdang.  Justru 
identitas yang jelas bagi kita inilah yang menjadi dasar acuan saya.  Yang 
nampaknya tidak cukup jelas bagi adik kita bangsa Malaysia yang menggebyah uyah 
bahwa itu semua Indonesia yang berarti dengan serta merta bisa dicerap oleh 
budaya Malaysia (baca: pemerintah Malaysia) yang krisis identitas itu. <<<<<<<<

Yang benci Malaysia adalah orang gak ngerti sejarah atau wong non-pri ( 
maaf-tapi wong non-pri yang mempunyai faham ekstrimis bukan humanis ). 
>>>>>>>> maaf saya tidak mengerti kenapa kok lalu ada tuduhan soal non-pri, 
>>>>>>>> segala.  Ini asumsi yang menuduh. Udah menuduh, kok ya 
>>>>>>>> rasis/diskriminatif. Disertai kesimpulan "benci", padahal sekedar 
>>>>>>>> 'nge-nyek' atau mengkritik suatu perilaku. Wah, 'nggak maenan blass'. 
>>>>>>>> <<<<<<<
Baca tulisan wartawan ( mantan )Kompas di PRISMA, ia dengan jitu menganalisis, 
wong kebencian Indonesia terhadap saudaranya 
>>>>>>> Kalau me-refer, sebutkan dong, siapa nama wartawan yang menulis. Dan 
>>>>>>> apa judul tulisannya??? Setahu saya,.. majalah Prisma yang baru lahir 
>>>>>>> kembali setelah lama vakum itu, baru 3 kali terbit. Ditulisan yang mana 
>>>>>>> ada kebencian itu dituliskan? <<<<<<<<
Malaysia,adalah kebencian cinta / melihat alter-egonya jadi milik adiknya/ 
adiknya yang pernah diajarinya kini kaya karena
 bekerja keras,meninggalkan kakaknya yang ribut rebutan balung pepesan 
kosong.>>>>>> saya tidak iri melihat negara MalingSialan maju secara  ekonomi, 
yang adalah satunya berhasil karena perkebunan kelapa sawitnya yang ditanam di 
Indonesia --dan akan meninggalkan nestapa kehilangan zat hara tanah - tanah 
Indonesia--, karena sejak dulu memang GDP & GNP Indonesia tidak pernah melebihi 
MalingSialan.  Bahkan dengan Filipina pun tidak pernah melebihi, karena 
kenyataan bahwa ada beberapa bagian bangsa Indonesia yang memang masih hidup 
secara subsistem dan tidak terjadi pertukaran ekonomi --yang menjadi dasar 
penghitungan GDP--, seperti yang terjadi pada berbagai suku di pedalaman.  Dan 
ini memang menjadi keprihatinan saya juga.Yang saya tidak jelas,... diajari 
apanya yaa?? Secara sejarah sejak dijajah, Indonesia dan MalingSialan itu sudah 
berbeda.  Diajarin oleh penjajah Inggris iya kali, tapi tampaknya --oleh 
Inggris--
 nggak diajarin untuk jadi maling (budaya) deh.Yang lebih jelas lagi, saya 
bangga dengan hasil budaya kita,.. baik yang secara tradisi dan kontemporer 
hingga budaya pop. karena jelas kita tidak pernah akan mengenal penyanyi 
malaysia, jika dia tidak dipopulerkan oleh komposer Indonesia dan merekam 
lagunya untuk awal kariernya di Indonesia.  Tapi,... hampir semua penyanyi pop 
Indonesia dikenal di malaysia, bahkan juga sastra Indonesia.  Secara budaya 
Indonesia kaya budaya, mumpuni, tapi ... kita semua tahu dan mengakui budaya 
tersebut 
berasal darimana (rasanya orang Kalimantan atau Sulawesi tidak sudi mengakui 
tari pendet dari tempat mereka, mislnya).  Tidak ASAL meng-
KLAIM.  Rasanya,.. hal inilah yang harus dipelajari [pemerintah] MalingSialan 
itu,.. bahwa diantara para berbagai macam etnis di 
Indonesia TIDAK ADA budaya mengklaim antar satu budaya dengan budaya yang lain.

Tampaknya juga, tidak ada korelasi antara keberhasilan ekonomi dengan hal 
indentitas budaya.  Disini, saya makin yakin, kemajuan ekonomi dapat membuat 
sebuah bangsa justru krisis identitas, seperti yang sedang dialami bangsa dan 
negara MalingSialan tersebut.  Saya menjadi semakin yakin bahwa bangsa dan 
negara Indonesia memang harus mendaftarkan kekayaan budayanya dalam TRIPS (hak 
properti dan hak cipta budaya), agar negara seperti MalingSialan itu tidak bisa 
mengaku-ngaku (baca: memalingi) seenak udelnya.  Dan kalau hendak menggunakan, 
biar saja membayar royalti. Kan negara [lebih] "kaya" ini (dibanding 
Indonesia). <<<<<<<<
Jangan suka menuduh maling dalam ranah budaya,karena ada teori antropologinya, 
nanti kamu dibilang bodoh lho.

Sekarang kita misalnya, dituduh India maling Ramayana gak mau kan???>>>>>> 
Memang betul sekali, kebodohan paling bodoh dari [pemerintah] MalingSialan 
adalah ketika menggunakan "Reog Ponorogo" untuk iklan pariwisatanya. Soalnya, 
tarian "Reog" itu kan punya konteks budaya yang melekat, yang menjadikannya 
khas masyarakat Ponorogo.  Bahkan masyarakat Surabaya atau Solo juga tidak bisa 
meng-klaim itu milik mereka, Itu Khas Ponorogo!!  Konteks budaya yang saya 
maksud adalah dalam konteks antropologi, bahwa "Reog Ponorogo" juga diiringi 
fenomena antropologi Warok-Gemblak, dan sudah dikaji oleh banyak antropolog. 
Jadi, itu benar sekali merupakan kebodohan yang serampangan dari iklan 
pariwisata [pemerintah] MalingSialan dalam hal, apakah 'Reog Ponorogo", "Tari 
Pendet'... atau yang lainnya.Untungnya, dalam kajian perbandingan budaya India 
dan Jawa (baik melalui antropologi maupun melalui kajian inter-disiplin ilmu), 
MEMANG SUDAH DIKENAL adanya Mahabharata dan
 Ramayana versi India dan versi Jawa.  Dan sudah ada yang membandingkan isinya. 
Ditulis antara lain oleh Astri Wright dosen pada Universitas Victoria di 
Kanada.  (ditulis dalam bukunya yang berdasarkan tesis beliau, maaf saya lupa 
judulnya, tapi bisa di google kok).
Bedanya, kenapa orang Jawa tidak dituduh sebagai maling, karena adaptasi dan 
akulturasi budayanya berjalan sesuai dengan kaidah-kaidah  percampuran budaya 
tersebut.  Juga ada konteks budayanya, dimana apakah Mahabharata atau Ramayana 
di Jawa, digunakan dalam lakon-lakon wayang atau tarian.  
Sementara di India tidak menggunakan wayang (menggunakan medium yang lain), 
misalnya, sehingga menjadi identitas yang dalam kajian resmi antropologi dan 
perbandingan budaya... versi Jawa tersebut. .... Salah seorang ahli Mahabharata 
dan sansekerta di University of British Columbia, Profesor Emeritus Mandakranta 
Bose (yang aslinya berasal dari India/ Colkotta), juga sudah mengakui 
keberadaan Mahabharata versi Jawa itu.  
Beda memang, jika terdapat sejumlah fakta/bukti ilmiah, dengan yang serampangan 
saja, seperti yang telah dilakukan oleh oknum-oknum dari negara MalingSialan, 
yang mengambil secara 'plek-plekan'.  Kalau langsung mengambil 'plek-plekan; 
macam gitu,.. yaa apa lagi kalau bukan teuteup:  .... "Malaysia Trully 
Indonesia wannabe"  <<<<<<<<<



Salam,



--- In artculture-indonesia@yahoogroups.com, "BJD. Gayatri" <bgayatr...@...> 
wrote:

>

> Negara Jiran Maling-Sialan itu bilang; pavilyun mereka di Shanghai Expo 
> adalah cerminan gaya hidup "malaysia" yang sebenarnya. ehem!!!

> Coba Tengok

> Rumah Melayu gaya Rumah Gadang Minangkabau. Kayaknya bangsa Indonesia yang 
> terdiri dari lebih 300 etnis bisa membedakan ya,... suku Melayu tidak 
> berRumah Gadang, 

> seperti juga, suku Melayu juga bukan bertradisi batik, namun bertradisi Tenun 
> Ikat atau Songket.

> Jangan-jangan tarian yang disajikan adalah reog ponorogo dan tari 
> bali,kalleee...

> 

> Beda iklan pariwisata, beda pavilyun nya. Tampaknya, pavilyun ini tidak 

> menunjukkan slogan iklannya.

> Menambah keyakinan saya: Malaysia Trully Indonesia wannabe-lah. heuheu

> 

> http://www.bernama.com/bernama/v5/newsgeneral.php?id=499255

>





    
     

    
    


 



  






      

Kirim email ke