Mengapa Gus Dur ?  
-Kelas Gus Dur Konflik dan Perdamaian Angkatan Pertama- 

“Kelas ini bukan untuk indoktrinasi tentang Gus Dur, melainkan lebih
melakukan eksplorasi tentang Gus Dur dan bagaimana cara-caranya dalam
melakukan resolusi konflik,“ ujar Ahmad Suaedy. Ahmad Suaedy yang saat
ini menjabat sebagai Direktur Eksekutif The WAHID Institute,
menyampaikan hal itu, pada hari Kamis, tertanggal 3 Juni, saat
dilakukan pembukaan pertama dari Kelas Gus Dur yang bertajuk Konflik
dan Perdamaian. Kelas yang difasilitasi oleh WAHID Institute ini
sekiranya akan diilaksanakan setiap hari Rabu, pukul 18.00 petang,
dengan selang waktu dua minggu sekali. Kelas ini nantinya akan terbagi
menjadi 13 sesi pertemuan dengan mengundang beberapa narasumber atau
pengampu yang selama ini berkiprah dalam resolusi konflik baik secara
teoritis, konsep maupun praksis. 

Agen minyak
Semua sesi pertemuan akan dilangsungkan di markas WAHID Institute, di
Jalan Taman Amir Hamzah, yang kabarnya pernah menjadi rumah Gus Dur
semasa kecil dulu. Dalam kesempatan itu, Suadey juga mengatakan, ”Kelas
ini memang berangkat dari keprihatinan, karena sekarang ini sudah
muncul konflik-konflik yang kecil. Dan ini baru mulai, moga–moga tidak
menjadi besar.” 
Yenny Zannuba Wahid, selaku Direktur WAHID Institute, juga hadir untuk
membuka kelas Gus Dur angkatan pertama. Dia memang ditunggu para
peserta, yang berjumlah 33 orang, sehingga kelas yang seharusnya
dimulai pukul 18.00, jadi lewat sedikit (tidak teng), mengingat beliau
dikabarkan tengah sholat. Saat sedang menunggu itu ada celetukan dari
peserta, ”Sholatnya berapa lama ya ?”. Terang saja celetukan itu
memecah kebisuan yang “membatu” 

Gus Dur, mantan orang nomor satu di republik ini memiliki banyak ciri
khas. Salah satu ciri khasnya adalah selalu terlibat dalam melakukan
komunikasi yang terbuka dan terus menerus. Terlebih-lebih dalam kasus
konflik yang selalu marak terjadi di Timur Tengah, dari tahun 1980-an
dan pengulangan konflik itu, yang setiap tahun kerap terjadi. Gus Dur
selalu hadir dalam upaya resolusi konflik itu baik sebelum, sewaktu dan
juga setelah dilengserkan dari tampuk republik. Dia selalu ada. Namun
keterlibatan beliau dalam berbagai resolusi konflik itu bukan mendapat
tanda jasa malahan sering di derap dengan berita miring. Yenny,
menceritakan hal itu, “Jadi banyak yang bilang Gus Dur itu sebagai agen
Zionis, juga Baghdatis karena pernah sekolah di Baghdat, di Irak.
Dicurigai sebagai agen yang macam-macam, yang belum pernah cuma agen
minyak aja.” 

Hasan Tiro 
Saat menjabat sebagai presiden, suami dari Shinta Nuriyah Wahid ini
juga pernah berupaya memecahkan kasus yang terjadi di Papua. Yenny,
kembali mengenang ayahnya,”Dengan Papua, Gus Dur pernah bilang kalau
semua yang diinginkan oleh Papua. Silahkan saja. Asal jangan minta
merdeka. Boleh pake nama Papua dan boleh pake Bintang Kejora.” Karena
menurut Gus Dur, Bintang Kejora adalah lambang kultural bukan simbol
yang lain. Tatkala Ketua Organisasi Papua Merdeka (OPM), Theis Hiyo
Eluay ditangkap oleh Kopasus gara-gara pengibaran bendera itu, Gus Dur
bilang, ”Saya tidak setuju kalau pemerintah menangkap Theis.” Lantas
pemerintah yang mana yang dimaksud oleh Gus Dur karena saat itu dia
masih menjadi orang nomor satu di negeri ini. 

Lebih lengkap di ......

http://kritikdiri.blogspot.com/

Reply via email to