[Resensi Buku]

Diaspora Orang Indonesia di Amerika Serikat
---Anwar Holid

Mantra Maira (Kumpulan Cerita Pendek)
Penulis: Sofie Dewayani
Penerbit: Jalasutra, 2010
Tebal: xxiv + 108 hlm
ISBN: 978-602-8252-27-0
Harga: Rp. 20.000,-


Mantra Maira (Jalasutra, 2010, 132 hal.) karya Sofie Dewayani punya tiga ciri 
khas: mungil, tipis, dan serius. Buku berformat mungil ini berisi sebelas 
cerpen yang hampir semua pernah dipublikasi media massa kelas nasional, antara 
lain Femina, Koran Tempo, dan Republika. Kalau mau, kita bisa menamatkan buku 
ini hanya dalam beberapa jam. Meski begitu, subjek cerpen dia rata-rata 
kategorinya serius, dengan bentuk khas sastra koran Indonesia. 

Kesan serius tampak dari cara penyajian buku ini. Faruk H. T. memberi kata 
pengantar dengan topik 'sastra pasca-aksara' dengan pendekatan Saussurean, 
sembari menyatakan bahwa cerpen dalam buku ini cenderung membenturkan tulisan 
dengan dunia pengalaman, sehingga terkesan sekadar mereproduksi ketegangan 
lama, yaitu ketegangan antara bahasa dengan dunia pengalaman (hal. xi). Sang 
penulis mengantarkan bukunya dengan esai mengenai hubungan aksara dan manusia 
memanfaatkan pemikiran Jack Goody, Walter J. Ong, Shirley Brice Heath. Faruk 
dan Sofie sama-sama mengusung tema literasi. Secara tersirat mereka sepakat 
menganggap itu merupakan budaya manusia yang lebih unggul dan reflektif 
dibandingkan lisan. Keseriusan makin menghebat manakala sebelas cerpen itu 
dibagi tiga dengan komposisi 4-4-3, masing-masing menggunakan judul ala makalah 
ilmiah, yaitu 'teks dan internalisasi individual,' 'modernitas dan identitas,' 
dan 'kelas dan literasi.' Buat apa kumpulan cerpen
 ini dibagi-bagi? Apa mereka benar-benar berbeda satu sama lain, sehingga perlu 
dengan tegas dipisah? Subjek tentang individu pasti mudah terkait dengan 
identitas, dan teks pasti mudah menyerempet ke soal literasi.

Lengkap sudah prasyarat bahwa buku ini merupakan teks sastra. Kelengkapan ini 
makin sempurna oleh komentar Budi Darma, salah seorang legenda hidup sastra 
Indonesia, yang menyatakan buku ini menarik berkat kewajarannya mempergunakan 
nuansa-nuansa wanita, melalui pilihan kata yang biasa dipergunakan wanita, gaya 
bahasa khas wanita, dan permasalahan yang dihadapi oleh wanita. Otomatik karya 
sastra ini juga bisa masuk dalam kategori ecriture feminine alias tulisan 
perempuan. 

Sejumlah cerpen di buku ini bercerita tentang perempuan Indonesia yang tinggal 
di Amerika Serikat karena berbagai latar belakang dan alasan. Ada yang ke sana 
demi melanjutkan studi, ada juga yang terdampar sebagai tenaga kerja ilegal. 
Dunia baru ini membuat mereka menjadi misfit, yakni orang yang jadi canggung 
karena kesulitan berbaur dengan lingkungan atau situasi tertentu. Cerita 
seperti ini tampaknya khas sastra diaspora, yaitu sastra yang lahir dari orang, 
bahasa, budaya yang awalnya berkumpul di satu tempat tertentu, kini tercecer ke 
mana-mana. Contoh terbaik dari sastra diaspora ialah karya-karya Jhumpa Lahiri, 
yang menulis mengenai orang Amerika Serikat keturunan India atau orang India 
yang akhirnya menetap di sana. Karena Sofie menulis dalam bahasa Indonesia, 
kita bisa segera menyadari kecenderungan itu. Sebenarnya wajar Sofie menulis 
tema diaspora, sebab dia sendiri sekarang tengah berada di Urbana-Champaign, 
Illinois, Amerika Serikat. Bagi
 pembaca Indonesia, tema diaspora ini mungkin bisa mengingatkan pada buku 
Seribu Kunang-Kunang di Manhattan (Umar Kayam) atau Orang-Orang Bloomington 
(Budi Darma).

Kecanggungan berinteraksi dengan dunia sekitar ini merupakan tema paling 
menonjol dalam buku ini, sampai melahirkan persoalan psikologis bagi sang 
pelaku atau merusakkan hubungan antar personal. Mantra Maira, cerpen pembuka, 
bercerita tentang seorang gadis remaja Indo yang kesulitan menghadapi ibunya 
yang munafik. Gadis ini lebih paham bahasa Inggris daripada bahasa Indonesia. 
Perkawinan ayah dan ibunya gagal, sementara ibunya ingin terus dekat dengan 
dirinya. Terpaksalah dia hidup dengan ibu yang suka mengarang cerita, 
menutup-nutupi hubungan barunya dengan lelaki lain, dan mencari nafkah secara 
ilegal di Amerika Serikat. Begitu menjengkelkan ibunya, hingga Maira berniat 
memantrai ibunya biar celaka, soalnya dia suka memaksa agar Maira mau berbohong 
juga demi kepentingan dirinya. Begitu juga dengan Sri Prihatini dalam Dialog 
Dua Nama (hal. 61-74) yang awalnya memenangi Lomba Cerpen Femina tahun 2004. 
Wanita Jawa setengah baya ini mengubah nama jadi
 Fabiana Martinez, memanipulasi umur, berpenampilan seperti keturunan Hispanik 
agar mudah mencari nafkah sebagai pelayan toko di Amerika Serikat untuk 
membiayai keluarga. Namun kondisi ini jadi rumit ketika dia jatuh cinta pada 
pemuda setempat seumuran anaknya, sementara dirinya masih kesulitan mengucapkan 
kosakata Meksiko. Dalam Bangku Belakang (hal. 46 - 52), Sam kesulitan 
berkompromi dengan kehidupan dan teman-teman masa remajanya yang kemungkinan 
jauh lebih sukses dari dirinya, sampai dia membohongi diri sendiri baik di 
dunia maya maupun rela menutup-nutupi kondisi asli dirinya ketika bertemu 
dengan kawan-kawan lama yang membuatnya minder. Dia hanya berani jujur pada 
Tino, sebab Tino lebih canggung lagi menghadapi kawan-kawan lama itu, sampai 
membuatnya menghindari mereka semua baik di dunia nyata ataupun maya.

Sofie menghadirkan dunia gamang orang dewasa dan kanak-kanak. Kegelisahan dan 
kerusakan hubungan antar individu tergambar wajar, membuat salah pengertian 
mudah merebak dan memperburuk keadaan. Mereka rapuh, bingung, ingin memperbaiki 
diri, tapi kesulitan, karena ada banyak penghalang ketika hendak jujur 
menampilkan identitas---baik karena faktor internal maupun eksternal. Tapi 
tidak semua berakhir buruk. Ketika Tuhan Berjubah Putih (hal. 75-80) 
membuktikan betapa nasib nelangsa seorang ibu rumah tangga Muslim di Amerika 
Serikat bisa lungsur hanya oleh kebetulan kecil sederhana. Dia kembali 
mendapatkan lagi identitasnya dengan sempurna. Itu sudah cukup untuk menghadapi 
dunianya yang serba kekurangan dan hidup di lingkungan yang ekstrem berbeda 
dengan asal usulnya.

Berbeda dengan pendapat di back cover, teknik berkisah Sofie menurut saya cukup 
sederhana. Tanpa perlu bereksperimen aneh-aneh atau absurd biar terkesan punya 
kemampuan 'tingkat tinggi,' dia sudah terampil dan mampu menorehkan kesan kuat. 
Cerita-cerita dalam buku ini berpotensi mengganggu pembaca. Ini sudah cukup 
untuk melahirkan cerpen yang kuat. Kesan ini makin kentara betapa Sofie tahu 
kecenderungan cerpen di media massa Indonesia. Dia tidak berminat menulis 
cerpen sangat panjang (long-short story) yang mudah ditemui di media massa 
Amerika Serikat. Editing buku ini boleh dibilang bagus. Tiga-empat salah eja 
dan tanda baca di sana bolehlah kita anggap minor. 

Sofie Dewayani kini tengah menempuh program doktoral di bidang pendidikan 
literasi di University of Illinois, Amerika Serikat. Dia kini memutuskan 
menanggalkan semua yang dulu dipelajarinya di Institut Teknologi Bandung (ITB), 
beralih ke sastra dan humaniora. Karya terdahulunya ialah novel berjudul Rumah 
Cinta Kelana (2002).

Anwar Holid ialah editor, penulis, dan publisis. Blogger @ 
http://halamanganjil.blogspot.com. 

Situs terkait:
http://dialogkecil.multiply.com/ --> blog Sofie Dewayani
http://www.jalasutra.com/


Anwar Holid: penulis, penyunting, publisis; eksponen TEXTOUR, Rumah Buku.

Kontak: war...@yahoo.com | (022) 2037348 | 085721511193 | Panorama II No. 26 B 
Bandung 40141

Sudilah mengunjungi link ini, ada lebih banyak hal di sana:
http://www.goethe.de/forum-buku
http://www.rukukineruku.com
http://ultimusbandung.info
http://www.visikata.com
http://www.gramedia.com
http://halamanganjil.blogspot.com 

Come away with me and I will write you
---© Norah Jones


      

Kirim email ke