-----Original Message-----
From: Hari Purnomo <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED]
Date: Sat, 4 Dec 2004 20:22:38 +0800 (CST)
Subject: [assunnah] tanya lafal sholat

> assalamu alaikum wr.wb
> mau tanya apakah dalam bacaan sholat doanya boleh dilakukan dalam hati
> ataukah 
> harus dengan bibir bergerak.
> 
> wassalamu alaikum.

assalamu alaikum
----------------
Tidak menggerakkan lidah [melafadzkan] bacaan shalat merupakan salah satu
kesalahan dalam shalat

Termasuk diantara kesalahan di dalam shalat yaitu tidak menggerakkan lidah
(melafadzkan) bacaan-bacaan dalam shalat, sehingga shalat seakan hanyalah
gerakan tanpa ada do`a-do`a.

Mereka beralasan:
1. Firman Allah ta`ala: "Dan dirikanlah oleh kalian shalat" (Al-Baqarah:43)
2. Hadits Nabi shallallahu `alaihi wa sallam: "Shalatlah kalian seperti
kalian melihat aku shalat" (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud)
Berdasarkan 2 nash diatas mereka memahami bahwasanya yang menjadi cermin
adalah gerakan nabi bukan perkataannya, oleh karena itu yang dimaksud
shalat adalah gerakannya, orang yang tidak melakukan gerakan-gerakan
shalat dianggap shalatnya gugur, sekalipun dia bisa mengucapkan doa-doa
dalam shalatnya.

Bantahan terhadap syubhat diatas
Pendapat diatas tidaklah benar dan bertentangan dengan nash-nash syar`i:

Allah berfirman: "Karena itu bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur`an"
(Muzammil:20). Ayat ini membantah yang mengatakan shalat hanyalah gerakan
tanpa perkataan, dan juga adanya hadits yang menyatakan: "Tidak sah shalat
kecuali dengan membaca surat pembuka Al-Kitab (Al-Fatihah)" (HR. Bukhari,
Muslim).

Adapun sabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam: "Shalatlah kalian
sebagaimana aku mengerjakan shalat", maka fokusnya adalah diri Rasulullah
yang mengerjakan tata-cara shalat, bukan berarti shalat itu hanya gerakan
tanpa ucapan. Dengan demikian, tidak ada pertentangan dengan dalil yang
mengatakan bahwa di dalam shalat juga membaca doa-doa tertentu yang sudah
ditentukan. Membaca Al-Fatihah adalah hal yang fardhu di dalam shalat
seperti pendapat yang dianut oleh mayoritas ulama dan mayoritas shahabat
nabi radhiyallahu`anhum. (Badaa`I Al-Sanaa`i I/110)

Seandainya membaca ayat berulang kali namun hanya di dalam hati sudah
dianggap cukup di dalam shalat -dan itu tidak akan pernah terjadi-
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam tidak akan menjawab pertanyaan
orang yang minta diajari shalat dengan "Kemudian bacalah olehmu ayat
Al-Qur`an yang kamu anggap mudah" (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud), karena
yang dimaksud dengan membaca itu bukan hanya terlintas di dalam hati, akan
tetapi yang dimaksud dengan membaca -baik dalam pengertian bahasa maupun
syariat- adalah menggerakkan lidah seperti yang telah maklum adanya.
Diantara dalil yang memperkuat pernyataan ini adalah firman Allah ta`ala
"Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Al-Qur`an karena hendak
cepat-cepat (menguasainya)" (Al-Qiyamah:16)

Oleh karena itulah para ulama yang melarang orang junub membaca ayat
Al-Qur`an memperbolehkan melintaskan bacaan ayat hanya di dalam hati,
sebab dengan sekedar melintaskan bacaan ayat dalam hati, tidak digolongkan
membaca. An-Nawawi rahimahullah berkata: "Orang yang sedang junub, haidh,
dan nifas boleh melintaskan bacaan ayat Al-Qur`an di dalam hati tanpa
melafadzkannya, begitu juga dia diperbolehkan melihat mushaf sambil
membacanya di dalam hati" (Al-Adzkar halaman 10)

Muhammad Ibnu Rusyd berkata: "Adapun seseorang yang membaca di dalam hati,
tanpa menggerakkan lidahnya, maka hal itu tidak disebut dengan membaca,
karena yang disebut membaca adalah dengan melafadzkannya di mulut. Dengan
suara hati inilah perbuatan manusia tidak dianggap hukumnya. Allah azza wa
jalla berfirman: "Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya
dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang ia kerjakan" (Al-Baqarah: 286)

Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: "Allah mengampuni dari
umatku terhadap apa yang masih terlintas di dalam hati mereka" (Hadits
Shahih, Irwaa`al Ghalil VII/139 nomor 2026)

Sebagaimana telah diketahui bahwa keburukan yang masih berada di dalam
hati manusia tidak diberi hukuman dan tidak membahayakan bagi dirinya di
sisi Allah, maka sama halnya dengan bacaan atau kebaikan yang masih berada
di dalam hati juga tidak akan dibalas ataupun dianggap ada. Yang dianggap
adalah bacaan yang disertai dengan menggerakkan mulut dan kebaikan yang
telah direalisasikan dalam perbuatan" (Al-Bayan wa Al-Tahshiil I/491)

Seberapa keras bacaan di dalam shalat diucapkan?
Al-Nawawi berkata: "Adapun selain imam, maka disunahkan baginya untuk
tidak mengeraskan suara ketika membaca lafadz takbir, baik dia menjadi
makmum atau ketika shalat sendiri (munfarid). Tidak mengeraskan suara ini
jika dia tidak menjumpai rintangan, seperti suara yang sangat gaduh. Batas
minimal suara yang pelan adalah bisa didengar oleh dirinya sendiri jika
pendengarannya normal. Ini berlaku secara umum baik ketika membaca
ayat-ayat Al-Qur`an, takbir, membaca tasbih ketika ruku`, tasyahud, salam
dan doa-doa dalam shalat baik yang hukumnya wajib maupun sunnah. Apa yang
dia baca tidak dianggap cukup selama masih belum terdengar oleh dirinya
sendiri, dengan syarat pendengarannya normal dan tidak diganggu dengan
hal-hal lainnya seperti dijelaskan di atas. Jika tidak demikian, maka dia
harus mengeraskan suara sampai dia bisa mendengar suaranya sendiri,
setelah itu barulah bacaan yang dia kerjakan dianggap mencukupi.
Demikianlah nash yang dikemukakan oleh Syafi`i dan disepakati oleh
pengikutnya. Sedangkan rekan-rekan kami berkata: "Disunnahkan agar tidak
menambah volume suara yang sudah dapat dia dengarkan sendiri". As-Syafi`i
berkata di dalam Al-Umm: "Hendaklah suaranya bisa didengar sendiri dan
orang yang berada di sampingnya. Tidak patut dia menambah volume suara
lebih dari ukuran itu" (Al-Majmuu` III/295)

Para ulama madzhab Syafi`i berpendapat bahwa orang yang bisu bukan sejak
lahir -mengalami kecelakaan di masa perkembangannya- wajib menggerakkan
mulutnya ketika membaca lafadz takbir, ayat-ayat Al-Qur`an doa tasyahud
dan lain sebagainya, karena dengan melaksanakan demikian, dia dianggap
melafadzkan dan menggerakkan mulut, sebab perbuatan yang tidak mampu
dikerjakan akan dimaafkan, akan tetapi selagi masih mampu dikerjakan maka
harus dilakukan (Fatawa al Ramli I/140 dan Hasyiyah Qulyubiy I/143)

Kebayakan ulama lebih memilih untuk mensyaratkan bacaan minimal bisa
didengar oleh pembacanya sendiri. Sedangkan menurut ulama madzhab Maliki
cukup menggerakkan mulut saja ketika membaca ayat-ayat Al-Qur`an, namun
lebih baik jika sampai bisa didengar oleh dirinya sendiri sebagai upaya
untuk menghindar dari perselisihan pendapat (Ad Diin al Khalish II/143)

Catatan:
Bacaan-bacaan yang dilafadzkan di dalam pembahasan ini adalah bacaan di
dalam shalat yaitu dari takbir sampai dengan salam. Adapun niat adalah
tempatnya di hati, melafadzkannya [misalnya dengan usholli...dst]
merupakan bid`ah. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar
radhiallahu`anhuma, dia berkata: "Aku telah menyaksikan Rasulullah
shallallahu `alaihi wa sallam membuka (memulai) shalatnya dengan takbir,
kemudian mengangkat tangannya" (HR.Bukhari)

Referensi : Qoulul Mubin fii Akhthail Mushalin, Syaikh Mashur Hasan Salman
[Kontributor    : Puji Hartono, 03 September 2002]

sumber : www.perpustakaan-islam.com







------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
$4.98 domain names from Yahoo!. Register anything.
http://us.click.yahoo.com/Q7_YsB/neXJAA/yQLSAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

------------------------------------------------------------------------
Website Islam pilihan anda.
http://www.assunnah.or.id
http://www.almanhaj.or.id
Website kajian Islam -----> http://assunnah.mine.nu
Berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED]
------------------------------------------------------------------------ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke