Pertanyaan 5

Tanya : Manakah yang lebih pedih siksanya, maksiat atau bid'ah?

Jawab : Yang berbuat bid'ah (mubtadi') lebih berat siksanya. Karena bid'ah lebih berbahaya daripada maksiat. Bid'ah lebih disukai setan dibanding maksiat. Sebab pelaku maksiat masih bisa diharapkan untuk bertubat, karena dia merasa berdosa dan tahu dirinya berbuat maksiat.[1] Berbeda dengan ahli bid'ah, sedikit sekali kemungkinannya untuk bertaubat. Karena mubtadi' menyangka kalau dirinya di atas kebenaran, dan menyangka bahwa dirinya orang yang taat serta di atas ketaatan. Karena itu- naudzubillah- bid'ah lebih berbahaya daripada maksiat. Para ulama salaf ash shalih senantiasa memperingatkan tentang bahayanya duduk dengan ahli bid'ah. Telah berkata Hasan al-Bashri,

Janganlah kalian duduk bersama ahlu bid'ah, karena akan menjadikan hatimu penyakit.[2]

Imam Asy-Syatibi telah berkata , 'Sesungguhnya kelompok yang selamat (firqah an-najiyah)- mereka itu ahlus sunnah- diperintahkan untuk memusuhi ahlul bid'ah, mengusir mereka dan memberi hukumam kepada orang yang condong kepada mereka dengan dibunuh atau hukuman lainnya. Sungguh para ulama telah memperingatkan tentang bahayanya berteman dan bermajlis dengan ahlu bid'ah. Sebab mereka memberikan pengaruh kepada orang yang duduk bersamanya dan bahayanya sangat besar. Jadi tidak ada keraguan bahwa bid'ah lebih berbahaya daripada maksiat. Ahlu bid'ah lebih berbahaya atas manusia dibanding orang yang berbuat maksiat.Syaikh al-Islam berkata tentang bahayanya ahlul bid'ah,

Kalau sekiranya Allah tidak menegakkan seseorang untuk menolak bahaya mereka (ahlu bid'ah), tentu rusaklah dien ini. Kerusakannya sangat besar daripada kerusakan yang ditimbulkan musuh Islam dari kalangan ahlu harbi (orang-orang kafir yang memerangi kaum muslimin). Orang-orang kafir yang menguasai kaum muslimin, mereka tidak merusak hati dan ajaran-ajaran dien yang ada di dalamnya, melainkan hanya menundukkan zhahirnya. Adapun ahlu bid'ah merusak hati. [3]

 

Pertanyaan 6

Tanya : Apakah orang yang ber-intima' (cenderung) kepada jamaah-jamaah itu dianggap sebagai ahlu bid'ah?

Jawab : Tergantung pada keadaan jamaah-jamaah tersebut.Jamaah yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah, maka jika seseorang ber-itima' padanya dianggap sebagai ahlu bid'ah.Syaikh Bakar bin Abdillah Abu Zaid, berkata,

Tidak mengangkat seseorang untuk umat, lalu umat itu diseru untuk mengikuti tarekat, berwala' (loyal) dan bermusuhan di atas jalan tersebut, kecuali Nabi dan Rasul Muhammad. Maka barangsiapa yang mengangkat selain beliau atas dasar tersebut, orang ini sesat dan mubtadi.[4]

Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Al Fatawa,

Tidak ada hak bagi siapa pun untuk mengangkat seseorang bagi umat lalu dia menyeru kepada tarekatnya, berwala' dan bermusuhan di atas jalan itu kecuali Nabi. Tidak boleh mengangkat perkataan untuk umat ini, berwala' dan bermusuhan di atas perkataan itu, kecuali perkataan Allah dan RasulNya dan apa yang disepakati ijma' oleh umat ini. Sikap ini adalah perbuatan ahlu bid'ah, yakni mengangkat seseorang dan perkataannya, kemudian seseorang dan perkataannya itu mereka gunakan untuk memecah belah umat ini. Mereka berwala' berdasarkan perkataan atau penisbatan itu, demikian juga jika mereka bermusuhan.

Syaikh Bakar berkata setelah menukil perkataan Syaikh al-Islam ini, 'Keadaan seperti inilah yang menimpa kebanyakan jamaah dan golongan pada saat ini. Mereka mengangkat seseorang sebagai pemimpin, lalu berwala' pada pemimpin-pemimpin tersebut, dan saling bermusuhan dengan musuh-musuh mereka. Pemimpin-pemimpin tersebut ditaati dalam setiap fatwanya tanpa merujuk kepada Al-Kitab dan As Sunnah tanpa bertanya tentang dalil-dalil yang digunakan para pemimpin tersebut di kala berfatwa'.[5]

 

Pertanyaan 7

Tanya : Bagaimana pendapat anda tentang hukum jama'ah tersebut secara umum ?

Jawab : Setiap sesuatu yang menyelisihi jamaah Ahlu Sunnah itu adalah salah. tidak ada pada kami melainkan hanya satu jamah saja, yaitu Ahlu Sunnah wal Jama'ah.Mereka adalah Thaifah al Manshurah (kelompok yang tertolong), Firqah an-Najiyah (kelompok yang selamat), Ahlu al Hadits, Ahlu al-Atsar, dan mereka adalah Salafiyun (para pengikut salafu ash-shalih). Sebagaimana yang dijelaskan para ulama Salaf dan khalaf dari ahlu ilmi diantaranya imam empat yang telah disaksikan kepemimpinannya, serta yang setingkat dengan mereka dan mengikuti manhaj-nya walaupun waktunya berjauhan dari mereka.

Sedangkan yang menyelisihi kelompok ini berarti menyelisihi manhaj Rasulullah. Kami katakan bahwa setiap yang meyelisihi Ahlu Sunnah wal Jama'ah adalah golongan ahlu al ahwa (pengikut hawa nafsu). Adapun nama bagi kelompok yang menyelisihi jamaah Islam yang satu yakni Al-Jamaah, saya tidak mengetahui kebenaran namanya seperti telah kita sebutkan, Bahkan yang lebih utama dinamakan baginya: Firaq dan Ahzab (kelompok-kelompok dan golongan-golongan). Orang-orang yang menyelisihi ini hukumnya berbeda-beda, sesuai kesesatan atau kekufurannya, besar atau kecil serta jauh atau dekat dari kesesatannya itu.

 

Pertanyaan 8

Tanya : Apakah jamah-jamaah tersebut digauli atau dijauhi ?

Jawab : Pergaulilah, apabila engkau bermaksud menyeru mereka untuk berpegang dengan Sunnah dan meninggalkan kesalahannya. Hal itu merupakan bagian dari berdakwah kepada Allah Jalla wa 'Ala. Sikap ini benar jika yang didakwahi perorangan, sehingga mudah untuk menyeru dan mempengaruhi mereka.

Jika mereka ini kelompok (firqah), tidak mungkin merubah keadaan mereka. Bahkan merekalah yang akan mempengaruhi orang yang mencampurinya, hingga terpengaruh kecuali yang Allah kehendaki.

Dan ini bukan pengabaran atas ilmu Allah, na'udubillahi min dzalika. Secara umum seruan kelompok-kelompok ini tidaklah keluar dari ajaran-ajaran pemimpinnya. Seperti firqah Ikhwanul Muslimin (IM), Jama'ah Tabligh; berapa banyak orang yang ikhlas menasehati mereka? Sampai sekarang tidak berubah, seperti yang telah saya katakan. Dalil yang telah saya katakan adalah: Hasan Al Banna (pendiri IM) dalam kitab Majmu' ar Rasa'il hal 24 dalam judul 'Sikap kami terhadap seruan-seruan lain' berkata,' Sikap kami terhadap seruan yang berbeda-beda. Kami timbang dengan seruan (dakwah) kami. Apa-apa yang mencocoki seruan kami, maka 'marhaban'(kami terima). Sedangkan yang menyelisihi, kami bara' (berlepas diri) darinya'

Abu Abdullah Jamal bin Farihan Al HAritsi berkata,'Ya Allah ya Rab kami saksikanlah bahwa kami bara' dari dakwah Ikhwanul Muslimin dan pendirinya, yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah dan apa-apa yang ada pada pendahulu umat ini'. Berdasar hal ini, sesungguhnya mereka tidak menerima seruan seorang pun, karena hanya menginginkan seruan dari selainnya untuk mengikuti dakwah mereka dan tunduk kepadanya.

Adapun apabila bermaksud berkasih sayang dengan mereka atau berteman dengan mereka tanpa (ada maksud) mendakwahi dan mejelaskan yang haq, maka tidak boleh. Seseorang tidak boleh bergaul dengan orang-orang yang menyimpang tersebut, kecuali di dalamnya di dapatkan faedah yang syar'i yaitu menyeru mereka kepada Islam yang benar dan menjelaskan al-haq agar kembali kepada kebenaran. Apabila harus mencampuri mereka, untuk menyeru mereka menjelaskan manhaj salaf, maka harus ulama dan thalabul ilmi yang telah kuat dan benar akidahnya, sunnahnya dan manhajnya dalam mengikuti Salaf ash Shalih. Wallahu a'lam.

[1]Telah berkata Sufyan ats-Tsauri, Bid'ah lebih dicintai Iblis daripada maksiat, sebab maksiat bisa diharapkan untuk bertaubat sedangkat bid'ah tidak. Majmu' Fatrawa (11/472).

[2]Al-'Itisham oleh Imam Asy-Syatibi (1/172) tahqiq Salim Al-Hilali dan kitab Al Bida'u wa Nahyu anha oleh Ibnu Wadhah (hal 540).

[3]Majmu' Fatawa (28/232).

[4]Hukmu al-Intima' Ila al-Firaq Wa al-Ahzab wa Jama'ah al-Islamiyah (hal 96-96)
[5]Hukmu al-Intima' Ila al-Firaq Wa al-Ahzab wa Jama'ah al-Islamiyah.

 

Pertanyaan 9

Tanya : Apakah berbahaya bila mentahdzir (memperingatkan) terhadap kelompok-kelompok yang menyelisihi manhaj Ahlu Sunnah wal Jamaah ?

Jawab : Kami men-tahdzir secara umum,orang-orang yang menyelisihi al-haq. Kami berkata, Kami tetap di atas jalan Ahlu Sunnah wal Jamaah, dan kami meninggalkan siapa saja yang menyelisihi Ahlu Sunnah wal Jamaah, entah ia menyimpang dalam perkara yang besar maupun perkara-perkara yang kecil.

Jika kita meremehkan suatu penyimpangan (karena dianggap hanya masalah kecil), bisa jadi lambat laun berkembang menjadi besar. Besar atau kecil suatu penyimpangan selamanya tidak boleh. Wajib tetap di atas jalan Ahlu Sunnah wal Jamaah, baik dalam perkara besar maupun perkara kecil.

Ini adalah kebiasaan ulama salaf. Mereka tidak diam bahkan mengingkari terhadap orang-orang yang diam. Muhammad bin Bandar Al Jurjani berkat kepada Imam Ahmad,Sesungguhnya sangat berat bagi saya untuk mengatakan bahwa si fulan begini. Kata Imam Ahmad,Apabila engkau diam dan saya diam, kapan orang-orang yang bodoh itu tahu mana yang benar dan mana yang salah ?[1]

Ketika Imam Ahmad ditanya tentang Husen Al- Karabisi, maka dia menjawab kepad si penanya,Dia ahlul bid'ah. Dia mengatakan di tempat lain,Hati-hati.Hati-hatilah terhadap Husen Al-Karabisi. Janganlah engkau berbicara dengannya, dan janganlah engakau berbicara dengan orang yang mau berbicara dengannya.[2]

Bahkan ulama' salaf memandang, bahwa membicarakan ahlul bid'ah lebih utama daripada shalat, puasa dan i'tikaf. Dikatakan kepada Imam Ahmad,Manakah yang lebih anda cintai, seseorang yang shalat, puasa dan i'tikaf ataukah orang yang membicarakan ahlu bid'ah?. Jawab Imam Ahmad,Apabila dia shalat, puasa dan i'tikaf, itu hanya untuk dirinya sendiri. Apabila membicarakan ahlu bid'ah, maka ini untuk kaum muslimin. Inilah yang lebih utama.[3]

 

Pertanyaan 10

Tanya : Apakah kita wajib menyebutkan kebaikan-kebaikan orang atau kelompok yang kita tahdzir ?

Jawab : Apabila engkau menyebutkan kebaikan-kebaikannya, berarti engkau menyeru untuk mengikuti mereka. Jangan.Jangan kau sebutkan kebaikan-kebaikannya. Sebutkan saja penyimpangan-penyimpangan yang ada pada mereka. Karena engkau diserahi untuk menjelaskan kedudukan mereka dan kesalahan-kesalahannya agar mereka mau bertaubat, dan agar orang lain berhati-hati terhadapnya.

Menyebut kebaikan-kebaikan ahlu bid'ah berarti penipuan terhadap manusia, walaupun engkau sebutkan kejelekan-kejelekannya. Manusia tidak akan memperhatikan kejelekan-kejelekannya selama engkau memuji mereka. Tidak terdapat dalam manhaj Salaf ash-Shalih, memuji kebaikan ahlu bid'ah tatkala mengkritik. Maka Imam Ahmad tidak memuji Husen Al-Karabisi ketika beliau menyebutkan atau menjelaskan keadaannya. Beliau hanya berkata,Dia mubtadi, bahkan memperingatkan dan melarang bermajlis dengannya.

Abu Zu'ah ditanya tentang Al Harits Al Mahasibi dan kitab-kitabnya, maka beliau menjawab: Hati-hati terhadap buku-buku ini. Ini buku-buku bid'ah dan sesat. Wajib kalian berpegang kepada atsar. Telah jelas, Al Karasibi dan Al mahasibi dikatakan sebagai lautan ilmu. Mereka berdua mempunyai bantahan-bantahan terhadap ahlu bid'ah. Tetapi Al Karasibi keliru dalam perkataan bahwa pelafalan Al Qur'an adalah makhluk. Sedangkan Al Mahasibi salah dalam pembicaraan, dimana dia membantah ahlu kalam dengan ilmu kalam dan tidak membantahnya dengan sunnah. Inilah sisi terpenting yang diingkari Imam Ahmad.[4]

Kitab-kitab Syaikh al Islam Ibnu Taimiyah yang luar biasa penjelasannya, penuh dengan bantahan-bantahan dan kritikan. Sungguh beliau mengkritik ahlu mantiq dan ahlu kalam. Juga membantah Jahmiyah, Mu'tazilah dan Asy'ariyah. Kami tidak mendapatkan kebaikan mereka sedikitpun yang beliau sebutkan. Beliau juga mengkritik perorangan, seperti terhadap al-Ahna'i dan al-Bakri serta yang lain-lainnya. Sedikitpun beliau tidak memuji kebaikan mereka padahal tidak diragukan lagi bahwa mereka pun memiliki kebaikan. Oleh karena itu tidak perlu menyebutkan kebaikan-kebaikan dalam mengkritik. Perhatikanlah.

Rafi' bin Asyrasy berkata, Hukuman untuk orang-orang fasik yang ahlu bid'ah adalah tidak disebutkan kebaikan-kebaikannya.[5]

 

Pertanyaan 11

Tanya : Jamaah Tabligh-sebagai contoh- mereka mengatakan,Kami ingin berjalan di atas manhaj Ahlu sunnah wal Jamaah. Tetapi sebagian mereka kadang-kadang salah dan mereka mengatakan, Mengapa kalian menghukumi kami dan memperingatkan (umat) untuk bersikap hati-hati dari kami ?

Jawab : Telah banyak ulama' yang menulis tentang Jamaah Tabligh. Para ulama' pergi bersama mereka dan mempelajari keadaan mereka. Kemudian menulis dan menjelaskan tentang kesalahan-kesalahan yang ada pada mereka. Kewajiban kalian membaca buku-buku tentang Jamah Tabligh yang ditulis para ulama' supaya jelas hukumnya bagi kalian. Diantara ulama yang menulis tentang firqah Tabligh dan kesesatannya adalah Fadhilah asy-Syaikh Sa'ad bin Abdurrahman Al-Hushain-hafizhahullah- dalam kitabnya yang berjudul Haqiqatu ad-Da'wah Ilallahi Ta'ala wa Makhtashat bihi Jaziratul Arab wa Taqwim Mahaji ad-Da'wati Islamiyah al-Wafidah Ilaiha.

Beliau menjelaskan di halaman 70 cetakan pertama, tentang maksud kalimat La ilaha illa Allah, menurut firqah Jamaah Tabligh, Mengeluarkan keyakinan yang rusak dari hati atas sesuatu dan memasukkan keyakinan yang benar atas dzat Allah. Sesungguhnya tidak ada pencipta kecuali Allah, tidak ada yang memberi rejeki kecuali Allah, tidak ada yang mengatur kecuali Allah. Di halaman yang sama beliau berkata, Akidahnya-Tabligh- condong kepada fiqhi, Asy'ariyah dan Maturidiyah dalam akidah Jistiyah Naqshabandiyah Qadariyah Sahrawardiyah dalam tarekat tasawuf. (hal 81 cetakan kedua). Juga Asy-Syaikh As-Salafi Hamud bin Abdullah At-Tuwaijiri menulis satu kitab yang berbobot. Beliau mengumpulkan hakekat jamaah ini dari kitab-kitab mereka. Kemudian membantah apa-apa yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah. terdapat juga kesaksian orang yang keluar dari jamaah ini-dan selain mereka- berupa sikap-sikap khusus mereka terhadap pemimpin dan pengikut-pengikutnya.

Ulama lain yang telah meulis tentang Jamaah Tabligh adalah Nazar bin Ibrahim Al-jarbu dalam sebuah kitab kecil berjudul Waqafat Ma'a Jama'atu at-Tabligh. Beliau menyebutkan kepercayaan-kepercayaan dari kitab-kitab mereka yang menunjukkan penyimpangan atas manhaj mereka dan rusaknya akidah mereka. Ya Allah, Ya Rabb kami selamatkan kami.

Telah menulis tentang mereka juga Syaikh Dr. Muhammad Taqiyudin Al-hilali, buku yang berjudul As-Shiraju al-Munir fi Tanbihi Jama'atu at-Tabligh 'ala Akhthaihim. Penjelasan yang diuraikan di dalamnya lebih luas tentang firqah jamaah Tabligh.

Alhamdulillah, Allah telah mencukupkan ajaranNya bagi kami, sehingga tidak mengikuti Fulan dan 'Alan. Dalam hal ini kami berupaya berada di atas jalan Ahlu sunnah wal Jamaah dan wajib bagi kami berada di atasnya. Kami tak mengikuti Jamaah Tabligh atau selainnya. Kami tidak membutuhkannya,

Adapaun tarekat (apa dan siapa) mereka sebenarnya telah banyak kitab yang mengupasnya. Bacalah buku-buku itu niscaya kalian akan mengetahuinya (jamaah Tabligh). Para ulama yang menulis tentang jamaah Tabligh, mereka pernah mengikuti dan safar serta bergaul bersamanya. Kemudian para ulama ini menuliskannya berdasarkan pengalaman dengan sebenarnya.

 

Pertanyaan 12

Tanya : Apakah jamah-jamah ini masuk dalam 72 firqah yang sesat ?

Jawab : Semua yang menyelisihi Ahlu Sunnah wal Jamaah masuk ke dalam 72 firqah. Sedangkan celaan dan siksa sesuai dengan kadar penyimpangannya. Wallahu a'lam.

 

[1] Majmu' Fatawa (28/231) dan Syarah 'Ilal At-Tirmidzi (1/350).

[2] Tarikh Baghdad(8/65-66).

[3] Majmu' Fatawa(28/231).

[4] At-Tahdzib(2/117), Tarikh Baghdad(8/215-216) dan Siyar karya Adz Dzahabi(12/79) dan (13/110).
[5] Syarah 'Ilal At-Tirmidzi(1/153).

 

Disalin dari buku Menepis Penyimpangan Manhaj Dakwah tulisan Abu Abdullah Jamal bin Farihan Al-Haritsi, terbitan Yayasan Al-Madinah.



Find local movie times and trailers on Yahoo! Movies.


------------------------------------------------------------------------
Website Islam pilihan anda.
http://www.assunnah.or.id
http://www.almanhaj.or.id
Website kajian Islam -----> http://assunnah.mine.nu
Berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED]
------------------------------------------------------------------------



Yahoo! Groups Sponsor
ADVERTISEMENT
click here


Yahoo! Groups Links

Kirim email ke