Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu 'alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Innal hamda lillahi nahmaduhu wa nasta'inuhu wa nastaghfiruhu. Wa na'udzu billahi min syururi anfusina wamin sayyiaati a'maalina. Man yahdihillahu falaa mudhilla lahu waman yudhlil falaa haadiya lahu. Asyhadu allaa ilaaha illallahu wahdahu laa syarika lahu wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu wa rasuluhu laa nabiyya ba'dahu. Shallallahu alaih wa 'ala aalihi washohbihi ajma'in waman tabi'ahum bi-ihsan ila yaumid diin wasallama tasliman katsira. Amma ba'du; fa inna ahsanal kalam kalamullah wa khairal hadyi hadyu muhammadin shallallahu alaihi wasallam wa syarral umuuri muhdatsaatuha fa-inna kulla muhdatsatin bid'ah wa kulla bid'atin dholalah wa kulla dholalatin fin naar.
Wa ba'du;
Ada yang harus dicermati dari penjelasan al-akh "Isyhadubiannamuslim". Ana akan kupas satu persatu. 
1. Imam al Albany di salah satu kitabnya
menerangkan katagorisasi kenapa suatu amalan disebut bid'ah.
ANA KATAKAN :
Untuk memenuhi kaidah ilmiyah, ada baiknya antum cantumkan nama kitab dimaksud. Ini penting untuk menjadi bahan rujukan (muraja'ah). Sebagaimana ucapan Syaikh Al-Albani sendiri: "Min barakatil 'ilmi 'azwul qaul ila shahibih" [Termasuk barokahnya ilmu ialah menyandarkan ucapan kepada yang mengatakannya] Lihat Jilbab al-Mar'ah al-Muslimah, bag. foonote hal.223.
2. - Tidak ada dalil sama sekali, kemudian diamalkan. (mis. puasa mutih)
ANA KATAKAN :
Para ulama Salaf membagi bid'ah -berdasarkan ada tidaknya dalil- menjadi dua: Bid'ah Haqiqiyah (sama sekali tidak ada dalil syar'i) dan Bid'ah Idhafiyah (asalnya ada dalil secara umum, tetapi tidak pada kaifiyatnya/tatacaranya, keadaannya, atau rinciannya). Nah, perihal puasa mutih. Puasa jelas ada dalilnya, tetapi puasa dengan cara tidak makan nasi (puasa mutih) tidak ada dalilnya! Jadi, ini termasuk bid'ah Idhafiyah, bukan bid'ah Haqiqiyah yg tdk ada dalilnya sama sekali. Tanabbah ya akhi fillah.. 
3. - Ada dalil umum, dipakai pada kasus khusus. (mis. dzikir berjama'ah. Bisakah menggunakan dalil "shalat berjama'ah lebih utama 27 derajat daripada shalat sendirian"  untuk dalil shalat tahyatul masjid? Jelas pengambilan dalil umum pada kasus khusus. Ini bid'ah.)
ANA KATAKAN :
Sebenarnya, kalo antum berhenti pada kata2 "mis. dzikir berjama'ah (dengan dipimpin satu orang, pen)" titik! Ini sudah benar. Adapun kalimat "dalil shalat berjama'ah lebih utama 27 derajat daripada shalat sendirian untuk dalil shalat tahyatul masjid?", sudah keluar dari kaidah pembahasan bid'ah dan sebuah ini contoh yg sangat keliru yg tdk pernah dicontohkan oleh Ulama Salaf! Karena seorang yg ngaji (muta'allim) akan tahu bahwa dalil shalat berjamaah ada sendiri dan dalil shalat tahiyatul masjid ada sendiri! Fa tanabbah ya akhi ...
4. Apalagi jika do'a tersebut dilafadzkan pada saat kita shalat. Jika kita berdo'a dengan bahasa ajam (selain arab), tidak apa-apa. Misalnya untuk do'a yang kita belum mengilmui lafaz arabnya. 
ANA KATAKAN :
Berdoa dengan bahasa 'ajam dalam shalat hukumnya tidak boleh karena termasuk kalam (ucapan) yang tidak dicontohkan Nabi shallallahu alaihi wasallam. Harap diingat, shalat merupakan ibadah mahdhoh yang bersifat tauqifiyah (aturan baku yang diatur rinci oleh dalil syar'i). Dalilnya, sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam : "inna hadzihis sholata laa yashluhu fiha syai-un min kalamin naas" HR Muslim [Sesungguhnya sholat ini tidak boleh ada padanya sedikitpun dari ucapan manusia].
5. Justru pembagian bid'ah ke hasanah adalah bid'ah!
ANA KATAKAN :
Mahlan ya akhi... Para ulama sepakat semua bid'ah adalah sesat (kullu bid'atin dholalah) meskipun dipandang baik (hasanah) oleh sebagian orang. Hanya saja, kalau ada ulama Salaf yg membagi bid'ah kepada hasan dan ghairu hasan maka yg dimaksud adalah bid'ah lughawiyah (secara bahasa). Lihat kitab "Ushul al-Bida' was Sunan", Syaikh Muh. Ahmad al-'Adawi.
6. Tapi, pembukuan Al Qur'an apakah bid'ah? Tidak. Bahkan Allah ta'ala sendiri menyebut Al Qur'an sebagai 'dzalikal kitabu laa rayba fiihi', yakni menggunakan lafal 'kitab', yang artinya sesuatu yang ditulis. jadi pembukuan al qur'an di masa Abu Bakar ash Shidiq radliyallahu anhu, adalah sesuatu yang telah Allah tentukan. Takdir Allah, pembukuan Al Qur'an dimulai seak zaman beliau radliyallahu anhu.
ANA KATAKAN :
Argumen akhi bhw "pembukuan al qur'an di masa Abu Bakar ash Shidiq radliyallahu anhu(?!!), adalah sesuatu yang telah Allah tentukan" untuk memperkuat pendapat akhi ttg pembukuan Al-Qur'an bukan bid'ah, merupakan argumen yg sangat lemah sekali dan cenderung berdasarkan ra'yu! Hal ini dapat ditinjau dari beberapa segi :  
1. Pembukuan Al-Qur'an dimulai dari zaman khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu (bukan pada masa khalifah Abu Bakar as-Shiddiq!). Semua shahabat yg masih hidup -ketika itu- sepakat dengan apa yg dilakukan oleh khalifah sehingga ini menjadi Ijma' Shahabat!  Dan Ijma' Shahabat adalah hujjah, apalagi Utsman bin Affan adalah salah satu khulafaur rasyidin. Nabi bersabda: "Alaikum bi-sunnati wasunnatil khulafaa-ir raasyidin al-mahdiyyin..." [Kalian wajib berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin] HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dll, shahih.
2. Ttg ayat "dzalika al-kitabu laa raiba fiihi" QS. Al-Baqarah : 2, para mufassirin sepakat lafal "al-kitab" disini artinya Al-Qur'an! [Lihat tafsir At-Tabhari, tafsir Ibnu Katsir dll]. Jangan sekali-kali mengartikan ayat Qur'an secara bahasa semata!!
3. Segala peristiwa di langit dan bumi semuanya adalah sesuatu yang telah Allah tentukan. Perbuatan bid'ah/maksiat seseorang -sebagaimana amal kebaikan- juga telah ditakdirkan Allah dan sudah tercatat sejak 50 ribu tahun sebelum diciptakannya langit & bumi! HR Muslim. Hanya saja, manusia tidak boleh berbuat bid'ah/maksiat dengan dalih karena sudah ditakdirkan Allah. Ini merupakan kaidah Ahlus Sunnah wal Jamaah! Jadi, sangat tidak relevan argumentasi antum bhw pembukuan Al-Qur'an bukan termasuk bid'ah karena telah Allah tentukan/takdirkan.
 
Demikian ana sampaikan hal ini semata-mata dalam rangka mengamalkan ayat "tawaashau bil haq wa tawaashau bis shabr" dengan didasari sikap "innamal mu'minuuna ikhwah". Mohon maaf jika ada kata2 yg kurang berkenan dan aku mohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Wa shallallahu ala nabiyyina muhammad wa 'ala aalihi washohbih wa sallam. Wa aakhiru da'waana anil hamdu lillahi rabbil aalamin..
Wassalamu 'alaikum warahmatullah wabarakatuh.
 
Irfan Helmi bin Abdul Quddus (l. 1970)
 
isyhadubiannamuslim <[EMAIL PROTECTED]> wrote:


Wa'alaykumussalamu Warahmatullahi Wabarakatuh

Yang ditanyakan sebab? Imam al Albany di salah satu kitabnya
menerangkan katagorisasi kenapa suatu amalan disebut bid'ah. Ada
beberapa penyebabnya. Diantaranya,.. (ini diantaranya lho)..

- Tidak ada dalil sama sekali, kemudian diamalkan. (mis. puasa mutih)

- Ada dalil umum, dipakai pada kasus khusus. (mis. dzikir berjama'ah.
Bisakah menggunakan dalil "shalat berjama'ah lebih utama 27 derajat
daripada shalat sendirian"  untuk dalil shalat tahyatul masjid? Jelas
pengambilan dalil umum pada kasus khusus. Ini bid'ah.)

- Ada dalil, tapi dikhususkan pada tempat, waktu dan kondisi
tertentu. (mis. bersalaman seusai salam shalat. Bersalaman adalah
sunnah yang sangat dianjurkan. Tapi sayang orang-orang belakangan
membuat sunnah baru, mereka mengkhususkan salaman di waktu, tempat,
dan kondisi tertentu)

Berdo'a adalah ibadah, alangkah baiknya jika menggunakan doa-doa yang
sudah dicontohkan Nabi Muhammad shalallahu 'alayhi wa sallam. Apalagi
jika do'a tersebut dilafadzkan pada saat kita shalat.

Jika kita berdo'a dengan bahasa ajam (selain arab), tidak apa-apa.
Misalnya untuk do'a yang kita belum mengilmui lafaz arabnya. Tapi
kita harus tetap belajar dan berusaha untuk menguasai do'a dalam
bahasa arab sesuai as sunnah.

Bid'ah tidak ada yang hasanah. Semua dlalal (sesat). Justru pembagian
bid'ah ke hasanah adalah bid'ah!
Logika saja, kalau kita benarkan ada bid'ah hasanah,... Maka tiap
ahlul bid'ah akan mengklaim bid'ahnya hasanah. Berarti tidak ada
bid'ah sama sekali, karena kita akan klaim semua bid'ah hasanah.

Yang ada hanyalah bid'ah secara bahasa dan bid'ah secara istilah.
Komputer jelas bid'ah (secara bahasa), karena komputer tidak ada di
zaman Nabi dan shahabat.

Tapi, pembukuan Al Qur'an apakah bid'ah? Tidak. Bahkan Allah ta'ala
sendiri menyebut Al Qur'an sebagai 'dzalikal kitabu laa rayba fiihi',
yakni menggunakan lafal 'kitab', yang artinya sesuatu yang ditulis.

jadi pembukuan al qur'an di masa Abu Bakar ash Shidiq radliyallahu
anhu, adalah sesuatu yang telah Allah tentukan. Takdir Allah,
pembukuan Al Qur'an dimulai seak zaman beliau radliyallahu anhu.

Walillahilhamd atas sempurnanya Diin kita.
Assalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh


Celebrate Yahoo!'s 10th Birthday!
Yahoo! Netrospective: 100 Moments of the Web

------------------------------------------------------------------------
Website Islam pilihan anda.
http://www.assunnah.or.id
http://www.almanhaj.or.id
Website kajian Islam -----> http://assunnah.mine.nu
Berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED]
------------------------------------------------------------------------



Yahoo! Groups Sponsor
ADVERTISEMENT
Children International
Would you give Hope to a Child in need?
 
· Click Here to meet a Girl
And Give Her Hope
· Click Here to meet a Boy
And Change His Life
Learn More


Yahoo! Groups Links

Kirim email ke