>From: Nena Mattewakang <[EMAIL PROTECTED]>
>Date: Tue Jul 26, 2005  11:52am
>Subject: Tanya: Bid'ah baik dan buruk
>Assalamu'alaikum Wr. Wb.
>Iman Syafi'i pernah mengatakan "segala sesuatu yang sengaja dibuat 
>dan menyelahi Al Qur'an, Sunna, Ijma' atau atsar, maka perkara 
>tersebut adalah bid'ah yang sesat. 
>Sedangkan kabaikan yang sengaja diciptakan dan tidak meyelahi 
>sedikitpun Al Qur'an, sunnah, ijma' atau atsar maka hal itu adalah 
>bid'ah yang baik" Sedangkan Rasulallah Saw, bersabda "Barangsiapa 
>yang membuat hal-hal baru dalam perkara (agama) kita ini yang bukan 
>bagian darinya maka ia ditolak"
>Pertanyaan saya:
>1. Apakah memang ada bid'ah yang baik dan buruk?
>2. Apa contoh dari bid'ah yang baik?
>Mohon penjelasannya.
>Wassalamu'alaikum
>Nena

Alhamdulillah
Dibawah ini akan saya copy penjelasan "Beberapa Pertanyaan Tentang Bid'ah" 
yang di salin dari situs http://www.almanhaj.or.id semoga dapat diambil 
manfaat dan faedahnya

BEBERAPA PERTANYAAN TENTANG BID'AH DAN JAWABANNYA

Oleh
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin

Mungkin ada di antara pembaca yang bertanya : Bagaimanakah pendapat anda 
tentang perkataan Umar bin Khatab Radhiyallahu 'Anhu setelah memerintahkan 
kepada Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad-Dari agar mengimami orang-orang di bulan 
Ramadhan. Ketika keluar mendapatkan para jama'ah sedang berkumpul dengan 
imam mereka, beliau berkata : "inilah sebaik-baik bid'ah .... dst".

Jawabannya.

Pertama.
Bahwa tak seorangpun di antara kita boleh menentang sabda Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam, walaupun dengan perkataan Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali 
atau dengan perkataan siapa saja selain mereka. Karena Allah Ta'ala 
berfirman :

"Artinya : Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya (Rasul) 
takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih". [An-Nuur : 63].

Imam Ahmad bin Hambal berkata : "Tahukah anda, apakah yang dimaksud dengan 
fitnah ?. Fitnah, yaitu syirik. Boleh jadi apabila menolak sebagian sabda 
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam akan terjadi pada hatinya suatu 
kesesatan, akhirnya akan binasa".

Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu berkata : "Hampir saja kalian dilempar batu 
dari atas langit. Kukatakan : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam 
bersabda, tapi kalian menentangnya dengan ucapan Abu Bakar dan Umar".

Kedua.
Kita yakin kalau Umar Radhiyallahu 'anhu termasuk orang yang sangat 
menghormati firman Allah Ta'ala dan sabda Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa 
sallam. Beliaupun terkenal sebagai orang yang berpijak pada 
ketentuan-ketentuan Allah, sehingga tak heran jika beliau mendapat julukan 
sebagai orang yang selalu berpegang teguh kepada kalamullah. Dan kisah 
perempuan yang berani menyanggah pernyataan beliau tentang pembatasan mahar 
(maskawin) dengan firman Allah, yang artinya : " ... sedang kamu telah 
memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak ..." 
[An-Nisaa : 20] bukan rahasia lagi bagi umum, sehingga beliau tidak jadi 
melakukan pembatasan mahar.

Sekalipun kisah ini perlu diteliti lagi tentang keshahihahnya, tetapi 
dimaksudkan dapat menjelaskan bahwa Umar adalah seorang yang senantiasa 
berpijak pada ketentuan-ketentuan Allah, tidak melanggarnya.

Oleh karena itu, tak patut bila Umar Radhiyallahu 'anhu menentang sabda Nabi 
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata tentang suatu bid'ah : 
"Inilah sebaik-baik bid'ah", padahal bid'ah tersebut termasuk dalam kategori 
sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Setiap bid'ah adalah 
kesesatan".

Akan tetapi bid'ah yang dikatakan oleh Umar, harus ditempatkan sebagai 
bid'ah yang tidak termasuk dalam sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam tersebut. Maksudnya : adalah mengumpulkan orang-orang yang mau 
melaksanakan shalat sunat pada malam bulan Ramadhan dengan satu imam, di 
mana sebelumnya mereka melakukannya sendiri-sendiri.

Sedangkan shalat sunat ini sendiri sudah ada dasarnya dari Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana dinyatakan oleh Sayyidah Aisyah 
Radhiyallahu 'anha berkata : "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah 
melakukan qiyamul lail (bersama para sahabat) tiga malam berturut-turut, 
kemudian beliau menghentikannnya pada malam keempat, dan bersabda :
"Artinya : Sesungguhnya aku takut kalau shalat tersebut diwajibkan atas 
kamu, sedanghkan kamu tidak mampu untuk melaksanakannya". [Hadits Riwayat 
Al-Bukhari dan Muslim].

Jadi qiyamul lail (shalat malam) di bulan Ramadhan dengan berjamaah termasuk 
sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun disebut bid'ah oleh 
Umar Radhiyallahu anhu dengan pertimbangan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam setelah menghentikannya pada malam keempat, ada di antara orang-orang 
yang melakukannya sendiri-sendiri, ada yang melakukannya secara berjama'ah 
dengan orang banyak. Akhirnya Amirul Mu'minin Umar Radhiyallahu 'anhu dengan 
pendapatnya yang benar mengumpulkan mereka dengan satu imam. Maka perbuatan 
yang dilakukan oleh Umar ini disebut bid'ah, bila dibandingkan dengan apa 
yang dilakukan oleh orang-orang sebelum itu. Akan tetapi sebenarnya bukanlah 
bid'ah, karena pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam.

Dengan penjelasan ini, tidak ada suatu alasan apapun bagi ahli bid'ah untuk 
menyatakan perbuatan bid'ah mereka sebagai bid'ah hasanah.

Mungkin juga di antara pembaca ada yang bertanya : Ada hal-hal yang tidak 
pernah dilakukan pada masa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, tetapi 
disambut baik dan diamalkan oleh umat Islam, seperti; adanya sekolah, 
penyusunan buku, dan lain sebagainya. Hal-hal baru seperti ini dinilai baik 
oleh umat Islam, diamalkan dan dipandang sebagai amal kebaikan. Lalu 
bagaimana hal ini, yang sudah hampir menjadi kesepakatan kaum Muslimin, 
dipadukan dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Setiap bid'ah 
adalah kesesatan ?".

Jawabnya : Kita katakan bahwa hal-hal seperti ini sebenarnya bukan bid'ah, 
melainkan sebagai sarana untuk melaksanakan perintah, sedangkan sarana itu 
berbeda-beda sesuai tempat dan zamannya. Sebagaimana disebutkan dalam kaedah 
: "Sarana dihukumi menurut tujuannya". Maka sarana untuk melaksanakan 
perintah, hukumnya diperintahkan ; sarana untuk perbuatan yang tidak 
diperintahkan, hukumnya tidak diperintahkan ; sedang sarana untuk perbuatan 
haram, hukumnya adalah haram. Untuk itu, suatu kebaikan jika dijadikan 
sarana untuk kejahatan, akan berubah hukumnya menjadi hal yang buruk dan 
jahat.

Firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah 
selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas 
tanpa pengetahuan". [Al-An'aam : 108].

Padahal menjelek-jelekkan sembahan orang-orang yang musyrik adalah perbuatan 
hak dan pada tempatnya. Sebaliknya, mejelek-jelekan Rabbul 'Alamien adalah 
perbuatan durjana dan tidak pada tempatnya. Namun, karena perbuatan 
menjelek-jelekkan dan memaki sembahan orang-orang musyrik menyebabkan mereka 
akan mencaci maki Allah, maka perbuatan tersebut dilarang.

Ayat ini sengaja kami kutip, karena merupakan dalil yang menunjukkan bahwa 
sarana dihukumi menurut tujuannya. Adanya sekolah-sekolah, karya ilmu 
pengetahuan dan penyusunan kitab-kitab dan lain sebagainya walaupun hal baru 
dan tidak ada seperti itu pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, 
namun bukan tujuan, tetapi merupakan sarana. Sedangkan sarana dihukumi 
menurut tujuannya. Jadi seandainya ada seseorang membangun gedung sekolah 
dengan tujuan untuk pengajaran ilmu yang haram, maka pembangunan tersebut 
hukumnya adalah haram. Sebaliknya, apabila bertujuan untuk pengajaran ilmu 
syar'i, maka pembangunannya adalah diperintahkan.

Jika ada pula yang mempertanyakan : Bagaimana jawaban anda terhadap sabda 
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam maka ia 
mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikuti (meniru) 
perbuatannya itu ..".

"Sanna" di sini artinya : membuat atau mengadakan.

Jawabnya :
Bahwa orang yang menyampaikan ucapan tersebut adalah orang yang menyatakan 
pula : "Setiap bid'ah adalah kesesatan". yaitu Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam. Dan tidak mungkin sabda beliau sebagai orang yang jujur 
dan terpercaya ada yang bertentangan satu sama lainnya, sebagaimana firman 
Allah juga tidak ada yang saling bertentangan. Kalau ada yang beranggapan 
seperti itu, maka hendaklah ia meneliti kembali. Anggapan tersebut terjadi 
mungkin karena dirinya yang tidak mampu atau karena kurang jeli. Dan sama 
sekali tidak akan ada pertentangan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala 
atau sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dengan demikian tidak ada pertentangan antara kedua hadits tersebut, karena 
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan : "man sanna fil islaam", yang 
artinya : "Barangsiapa berbuat dalam Islam", sedangkan bid'ah tidak termasuk 
dalam Islam ; kemudian menyatkan : "sunnah hasanah", berarti : "Sunnah yang 
baik", sedangkan bid'ah bukan yang baik. Tentu berbeda antara berbuat sunnah 
dan mengerjakan bid'ah.

Jawaban lainnya, bahwa kata-kata "man sanna" bisa diartikan pula : 
"Barangsiapa menghidupkan suatu sunnah", yang telah ditinggalkan dan pernah 
ada sebelumnya. Jadi kata "sanna" tidak berarti membuat sunnah dari dirinya 
sendiri, melainkan menghidupkan kembali suatu sunnah yang telah 
ditinggalkan.

Ada juga jawaban lain yang ditunjukkan oleh sebab timbulnya hadits diatas, 
yaitu kisah orang-orang yang datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam dan mereka itu dalam keadaan yang amat sulit. Maka beliau menghimbau 
kepada para sahabat untuk mendermakan sebagian dari harta mereka. Kemudian 
datanglah seorang Anshar dengan membawa sebungkus uang perak yang 
kelihatannya cukup banyak, lalu diletakkannya di hadapan Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Seketika itu berseri-serilah wajah beliau dan 
bersabda.

"Artinya : Siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam maka ia 
mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikuti (meniru) 
perbuatannya itu ..".

Dari sini, dapat dipahami bahwa arti "sanna" ialah : melaksanakan 
(mengerjakan), bukan berarti membuat (mengadakan) suatu sunnah. Jadi arti 
dari sabda beliau : "Man Sanna fil Islaami Sunnatan Hasanan", yaitu : 
"Barangsiapa melaksanakan sunnah yang baik", bukan membuat atau 
mengadakannya, karena yang demikian ini dilarang. berdasarkan sabda beliau : 
"Kullu bid'atin dhalaalah".

[Disalin dari buku Al-Ibdaa' fi Kamaalisy Syar'i wa Khatharil Ibtidaa' edisi 
Indonesia Kesempurnaan Islam dan Bahaya Bid'ah karya Syaikh Muhammad bin 
Sholeh Al-'Utsaimin, penerjemah Ahmad Masykur MZ, terbitan Yayasan Minhajus 
Sunnah, Bogor - Jabar]
sumber http://www.almanhaj.or.id

_________________________________________________________________
Express yourself instantly with MSN Messenger! Download today it's FREE! 
http://messenger.msn.click-url.com/go/onm00200471ave/direct/01/





------------------------------------------------------------------------
Website Islam pilihan anda.
http://www.assunnah.or.id
http://www.almanhaj.or.id
Website kajian Islam -----> http://assunnah.mine.nu
Berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED]
------------------------------------------------------------------------ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke