MENGAPA MANHAJ SALAF?

Oleh
Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilali
Bagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2

[Insya Allah Syaikh Salim Al-Hilali, ceramah di Masjid Istiqlal, 
Ahad 20-Muharram 1427H/ 19-Ferbruari 2006, jam 09.00 - 12.00,
terbuka untuk umum (pria dan wanita), sumber
http://www.almanhaj.or.id]


Sesungguhnya tasfiyah (membersihkan) ajaran Islam dari ajaran-ajaran 
yang bukan bersumber dari Islam, (baik dalam masalah) aqidah, hukum 
dan akhlak, merupakan sebuah kewajiban. Agar Islam kembali bersinar, 
jernih, bersih dan murni sebagaimana yang diturunkan kepada Nabi 
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mentarbiyah 
(mendidik kembali) generasi muslim di atas agama Islam yang bersih 
ini dengan tarbiyah (pembinaan) keimanan yang dalam pengaruhnya, 
semua itu merupakan : Manhaj Dakwah Salafiyah yang selamat, dan 
kelompok yang mendapat pertolongan Allah dalam (mengadakan) 
perubahan.

Pertama : Mengapa Manhaj Salaf ?

Sudah semestinya setiap muslim (yang menghendaki keselamatan, 
merindukan kehidupan yang mulia, di dunia dan di akhirat), untuk 
memahami Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Sunnah Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih dengan pemahaman sebaik-
baik manusia yaitu para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, 
tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga 
hari kiamat.

Karena sekali-kali tidak akan tergambar oleh pemikiran, adanya 
sebuah pemahaman, atau suatu manhaj (metode) yang lebih benar dan 
lebih lurus dari pemahaman Salafus Shalih dan manhaj mereka, karena 
tidak akan menjadi baik urusan umat ini melainkan dengan cara yang 
dilakukan oleh umat yang pertama.

Dan dari membaca dalil-dalil dari Kitab, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas 
akan didapati kewajiban memahami Kitab dan Sunnah dalam naungan 
pemahaman Salafus Shalih, karena manhaj Salafus Shalih disepakati 
kebenarannya dalam setiap masa. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan 
bagi seorang setinggi apapun kedudukannya untuk memahami (agama) 
dengan pemahaman selain pemahaman Salafus Shalih. Barangsiapa yang 
membenci manhaj Salafus Shalih dan cenderung kepada perbuatan bid’ah 
kaum khalaf, (yang terlingkupi dengan bahaya-bahaya dan tidak aman 
dari pengaruh bid’ah, serta akibatnya yang tidak dapat diingkari 
yaitu memecah belah kaum muslimin) maka ia adalah manusia yang 
membangun bangunannya di tepi jurang neraka.

Kepada pembaca kami jelaskan dengan dalil dan bukti.

[1]. Sesungguhnya Salafus Shalih (Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala) 
meridhai mereka) telah dipersaksikan kebaikannya, berdasar nash 
(dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah) maupun istinbath (pengambilan 
hukum).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk 
Islam) diantara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang 
yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan 
merekapun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka 
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, dan mereka 
kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” 
[At-Taubah : 100]

Pengertian ayat ini : Bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala memuji orang-
orang yang mengikuti Khiarul Bariyyah (sebaik-baik manusia). Maka 
dari sini diketahui bahwa apabila khairul bariyyah mengatakan suatu 
perkataan kemudian diikuti oleh seseorang, maka orang yang mengikuti 
itu berhak mendapatkan pujian dan keridhaan. Jika mengikuti “khairul 
bariyyah” tidak mendapatkan suatu keistimewaan, tentu orang yang 
mengikuti “khairul bariyah” tidak berhak mendapatkan pujian dan 
keridhaan. Dan khairul bariyyah adalah para sahabat dan orang-orang 
yang mengikuti mereka dengan baik.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan 
amal shalih mereka itu adalah khairul bariyyah (sebaik-baik 
manusia)” [Al-Bayyinnah : 7]

[2]. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk 
menusia menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar 
dan beriman kepada Allah” [Ali Imran : 110]

Pengertian ayat ini : Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan 
keutamaan para sahabat atas seluruh umat, ketetapan itu mengharuskan 
keistiqomahan mereka dalam segala hal, karena mereka tidak akan 
menyimpang dari jalan yang lurus. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah 
memberikan persaksian, bahwa mereka menyuruh segala hal yang ma’ruf 
dan melarang dari segala yang mungkar dengan penuh keimanan dan 
mengharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Persaksian ini 
mengharuskan bahwa pemahaman mereka menjadi hujjah bagi orang-orang 
yang sesudah mereka, hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mewariskan 
bumi dan apa saja yang ada di atasnya. Kalau tidak demikian halnya, 
berarti perbuatan mereka dalam menyuruh kebaikan dan mencegah 
kemungkaran tidak benar, maka renungkanlah ..!

Jika ada perkataan : Ayat ini umum tidak khusus pada generasi 
sahabat saja.

Maka aku (Syaikh Salim Al-Hilali) berkata :

Ayat ini pertama kali ditujukan kepada para sahabat, dan tidak 
termasuk dalam ayat ini orang-orang yang mengikuti mereka dengan 
baik, kecuali jika (ayat ini) diqiyaskan atau diterangkan dengan 
dalil lain, sebagaimana dalil yang pertama.

Dan juga atas dasar keumuman ayat tersebut, (dan inilah yang benar). 
Sesungguhnya sahabat adalah mereka yang dimaksudkan dalam ayat itu, 
karena merekalah manusia yang pertama kali menerima ilmu dari 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa perantara, merekalah 
manusia yang “menyentuh” wahyu.

Merekalah manusia yang lebih utama (untuk ditujukan ayat itu) 
daripada yang selain mereka. Dimana sifat-sifat yang Allah Subhanahu 
wa Ta’ala sebutkan dalam ayat itu tidak akan tersifatkan secara 
sempurna kecuali jika diberikan kepada para sahabat. Maka kesesuaian 
sifat itu bukti bahwa mereka lebih berhak dari selain mereka dalam 
mendapatkan pujian.

[3]. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

“Artinya : Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, 
kemudian masa berikutnya, kemudian masa berikutnya. Kemudian akan 
datang suatu kaum yang persaksiannya mendahului sumpahnya dan 
sumpahnya (mendahului) persaksiannya” [Hadits Mutawatir sebagaimana 
dicantumkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam “Al-Isabah” 1/12, dan 
disepakati oleh Suyuthi, Al-Manawi, Al-Kinani]

Apakah kebaikan yang ditetapkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam kepada para sahabat itu dikarenakan warna kulit mereka? 
Bentuk tubuh mereka? Harta mereka? Tempat tinggal mereka ? atau …?

Tidak diragukan lagi bagi (orang berakal) yang memahami Al-Kitab dan 
As-Sunnah yang shahih, bahwa semua itu bukanlah yang dimaksudkan 
dalam hadits diatas, karena sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam (dalam hadits yang lain).

“Artinya : Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk tubuh dan 
harta kalian, tetapi Allah melihat pada hati dan amal-amal kalian” 
[Hadist Riwayat Muslim]

Karena kebaikan dalam Islam ukurannya adalah ketaqwaan hati dan amal 
shalih, hal ini sesuai firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi 
Allah ialah yang paling bertaqwa diantara kamu” [Al-Hujurat : 13]

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melihat hati para sahabat (semoga 
Allah meridhai mereka) maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mendapati hati 
mereka adalah sebaik-baik hati manusia sesudah hati Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Sesungguhnya Allah 
Subhanahu wa Ta’ala melihat hati para hamba, maka Allah Subhanahu wa 
Ta’ala dapati hati Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 
sebaik-baik hati-hati hamba, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala memilih 
untuk diriNya, dan mengutusnya (untuk membawa) risalahNya, kemudian 
Allah Subhanahu wa Ta’ala melihat hati para hamba sesudah hati 
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Allah Subhanahu wa 
Ta’ala dapati hati para sahabat adalah sebaik-baik hati para hamba, 
maka Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan mereka pembantu-pembantu 
NabiNya, (dimana) mereka berperang diatas agamaNya” [Atsar mauquf, 
isnadnya hasan dikeluarkan oleh Imam Ahmad I/374 dan lainnya]

Para sahabat diberikan pemahaman dan ilmu yang tidak diberikan 
kepada manusia sesudah mereka, dari Abu Juhaifah ia berkata : “Saya 
berkata kepada Ali : ‘Apakah ada pada kalian kitab ? Ali 
berkata : ‘Tidak, (yang ada pada kami) hanyalah Al-Qur’an dan 
pemahaman yang diberikan kepada seorang muslim, atau keterangan-
keterangan yang ada pada lembaran-lembaran ini ….” [Dikeluarkan oleh 
Imam Bukhari I/204, Fathul Bari]

Dengan demikian kita mendapat keterangan bahwa kebaikan yang terpuji 
dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas (yaitu 
hadits : “Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku ….), 
adalah kebaikan pemahaman dan manhaj.

Dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dapat dimengerti) 
bahwa pemahaman sahabat terhadap kitab dan sunnah adalah hujjah bagi 
orang-orang sesudah mereka, hingga akhir umat ini.

[4]. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu ummat yang 
adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia 
dan agar rasul menjadi saksi atas perbuatan kamu” [Al-Baqarah : 143]

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan para sahabat 
umat pilihan dan adil

Mereka umat yang paling utama, paling adil dalam perkataan dan 
kehendak-kehendak mereka. Oleh karena itu mereka berhak menjadi 
saksi atas umat manusia. Dengan sebab ini Allah Subhanahu wa Ta’ala 
menyebut mereka, mengangkat penyebutan mereka, memuji dan menerima 
mereka dengan penerimaan yang baik.

Seorang saksi yang diterima di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah 
seorang yang bersaksi berdasarkan ilmu dan kejujuran, kemudian ia 
mengkhabarkan yang benar berdasarkan kepada ilmunya, Allah Subhanahu 
wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Kecuali orang yang mengakui yang hak dan mereka yang 
mengetahuinya” [Az-Zukhruf : 86]

Maka jika persaksian mereka diterima di sisi Allah Subhanahu wa 
Ta’ala, tidak dapat diragukan lagi bahwa pemahaman mereka dalam 
agama adalah hujjah bagi manusia sesudah mereka, dan kalau tidak 
demikian halnya (tentulah) persaksian mereka tidak dapat ditegakkan, 
sedangkan ayat Al-Qur’an telah menetapkan dalil itu secara mutlak.

Dan umat ini tidak menganggap suatu generasi itu adil secara mutlak, 
kecuali generasi para sahabat, karena Ahlus Sunnah wal Jama’ah dari 
kalangan Salaf Ahlul Hadits telah menganggap adil generasi sahabat 
secara mutlak dan umum. Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengambil dari 
mereka riwayat dan ilmu tanpa pengecualian. Berbeda dengan generasi 
selain para sahabat, Ahlu Sunnah wal Jama’ah tidak menganggap adil 
(seseorang) kecuali yang telah dibenarkan kepemimpinannya, dan 
ditetapkan keadilannya. Dan dua sifat tersebut tidak diberikan 
kepada seseorang kecuali jika ia mengikuti jejak para sahabat 
Radhiyallahu ‘anhum.

[Majalah Al-Ashalah edisi I hal. 17]

[Disalin dari Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah, Edisi 02 
Dzulqo’dah 1423H/ Januari 2003. Diterbitkan oleh Ma’had Ali Al-
Irsyad Surabaya]




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

------------------------------------------------------------------
HADIRILAH.. SILATURAHMI ULAMA DAN UMMAT KE II BERSAMA MURID-MURID SENIOR
ULAMA AHLI HADITS ABAD INI SYAIKH MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL-ALBANI, MASJID
ISTIQLAL, AHAD 20 MUHARRAM 1427H/19 FEBRUARI 2006M JAM 08.00 – 12.00
Website Anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED]
------------------------------------------------------------------ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke