-----Original Message-----
From: assunnah@yahoogroups.com on behalf of piko_ipal
Sent: Tue 3/28/2006 22:30
To: assunnah@yahoogroups.com
Subject: [assunnah] tanya hadits meratapi mayit

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu

saya pernah membaca penggalan sebuah hadits yang kurang lebih berbunyi
seperti ini "salah satu kebiasaan jahiliah yang masih menghinggapi
umatku adalah meratapi mayit, ...". yang ingin saya tanyakan adalah:
1. bagaimana derajat hadits ini dan bagaimana redaksi lengkapnya?
2. bagaimanakah yang diajarkan Rasulullah tentang berduka cita?

jazakumullah khairan katsira.



waalaikumussalam warohmatullohiwabarokatuh........
moga artikel ini bisa manfaat dan bisa menjawab pertanyaan antum


Syaikh Al-Bany ditanya:
"Ada sebagian orang yang berkata bahwa apabila terdapat sebuah hadits yang 
bertentangan dengan ayat Al-Qur'an maka hadits tersebut harus kita tolak 
walaupun derajatnya shahih. Mereka mencontohkan sebuah hadits :"Sesungguhnya 
mayit akan disiksa disebabkan tangisan dari keluarganya." Mereka berkata bahwa 
hadits tersebut ditolak oleh Aisyah Radliyallahu 'anha dengan sebuah ayat dalam 
Al-Qur'an surat Fathir ayat 18: "Seseorang tidak akan memikul dosa orang 
lain."Bagaimana kita membantah pendapat mereka ini ?

Jawaban:
Mengatakan ada hadits shahih yang bertentangan dengan Al-Qur'an adalah 
kesalahan yang sangat fatal. Sebab tidak mungkin Rasulullah Shalallahu 'alaihi 
wa sallam yang diutus oleh Allah memberikan keterangan yang bertentangan dengan 
keterangan Allah yang mengutus beliau (bahkan sangat tidak mungkin hal itu 
terjadi).

Dari segi riwayat/sanad, hadits di atas sudah tidak terbantahkan lagi 
ke-shahih-annya. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Umar, Umar bin Khattab 
dan Mughirah bin Syu'bah, yang terdapat dalam kitab hadits shahih (Bukhari dan 
Muslim).

Adapun dari segi tafsir, hadits tersebut sudah ditafsirkan oleh para ulama 
dengan dua tafsiran sebagai berikut :
1.Hadits tersebut berlaku bagi mayit yang ketika hidupnya dia mengetahui bahwa 
keluarganya (anak dan istrinya) pasti akan meronta-ronta (nihayah) apabila dia 
mati. Kemudian dia tidak mau menasihati keluarganya dan tidak berwasiat agar 
mereka tidak menangisi kematiannya. Orang seperti inilah yang mayitnya akan 
disiksa apabila ditangisi oleh keluarganya.

Adapun orang yang sudah menasihati keluarganya dan berpesan agar tidak berbuat 
nihayah, tapi kemudian ketika dia mati keluarganya masih tetap meratapi dan 
menangisinya (dengan berlebihan), maka orang-orang seperti ini tidak terkena 
ancaman dari hadits tadi.

Dalam hadits tersebut, kata al-mayyit menggunakan hurul alif lam (isim 
ma'rifat) yang dalam kaiah bahasa Arab kalau ada isim (kata benda) yang di 
bagian depannya memakai huruf alif lam, maka benda tersebut tidak bersifat umum 
(bukan arti dari benda yang dimaksud). Oleh karena itu, kata "mayit" dalam 
hadits di atas adalah tidak semua mayit, tapi mayit tertentu (khusus). Yaitu 
mayit orang yang sewaktu hidupnya tidak mau memberi nasihat kepada keluarganya 
tentang haramnya nihayah.

Demikianlah, ketika kita memahami tafsir hadits di atas, maka kini jelaslah 
bagi kita bahwa hadits shahih tersebut tidak bertentangan dengan bunyi 
ayat:"Seseorang tidak akan memikul dosa orang lain."
Karena pada hakikatnya siksaan yang dia terima adalah akibat kesalahan/dosa dia 
sendiri yaitu tidak mau menasihati dan berdakwah kepada keluarga. Inilah 
penafsiran dari para ulama terkenal, di antaranya Imam An-Nawawi.

2.Adapun tafsiran kedua adalah tafsiran yang dikemukakan oleh Syaikhul Islam 
Ibnu Taimiyah Rahimahullah di beberapa tulisan beliau bahwa yang dimaksud 
dengan azab (siksaan) dalam hadits tersebut adalah bukan adzab kubur atau azab 
akhirat melainkan hanyalah rasa sedih dan duka cita. Yaitu rasa sedih dan duka 
ketika mayit tersebut mendengar rata tangis dari keluarganya.

Tapi menurut saya (Syaikh Al-Albani), tafsiran seperti itu bertentangan dengan 
beberapa dalil. Di antaranya adalah hadits shahih riwayat Mughirah bin 
Syu'bah:"Sesungguhnya mayit itu akan disiksa pada hari kiamat disebabkan 
tangisan dari keluarganya."

Jadi menurut hadits ini, siksa tersebut bukan di alam kubur tapi di akhirat, 
dan siksaan di akhirat maksudnya adalah siksa neraka, kecuali apabila dia 
diampuni oleh Allah, karena semua dosa pasti ada kemungkinan diampuni oleh 
Allah kecuali dosa syirik.Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :"Sesungguhnya Allah 
tidak akan mengampuni dosa-dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang 
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (QS. An-Nisa' : 48).

Banyak hadits-hadits shahih dan beberapa ayat Al-Qur'an yang mengatakan bahwa 
seorang mayit itu tidak akan mendengar suara orang yang masih hidup kecuali 
saat tertentu saja. Di antaranya (saat-saat tertentu itu) adalah hadits riwayat 
Bukhari dari shahabat Anas bin Malik Radliyallahu 'anhu:"Sesungguhnya seorang 
hamba yang meninggal dan baru saja dikubur, dia mendengar bunyi terompah 
(sandal) yang dipakai oleh orang-orang yang mengantarnya ketika mereka sedang 
beranjak pulang, sampai datang kepada dia dua malaikat." Kapan seorang mayit 
itu bisa mendengar suara sandal orang yang masih hidup? Hadits tersebut 
menegaskan bahwa mayit tersebut hanya bisa mendengar suara sandal ketika baru 
saja dikubur, yaitu ketika ruhnya baru saja dikembalikan ke badannya dan dia 
didudukkan oleh dua malaikat. Jadi, tidak setiap hari mayit itu mendengar suara 
sandal orang-orang yang lalu lalang di atas kuburannya sampai hari kiamat. Sama 
sekali tidak !

Seandainya penafsiran Ibnu Taimiyyah di atas benar, bahwa seorang mayit itu 
bisa mendengar tangisan orang yang masih hidup, berarti mayit tersebut bisa 
merasakan dan mendengar apa yang terjadi di sekelilingnya, baik ketika dia 
sedang diusung atau dia dimakamkan, sementara tidak ada satupun dalil yang 
mendukung pendapat seperti ini.

Hadits selanjutnya adalah:"Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat-malaikat yang 
bertugas menjelajah di seluruh permukaan bumi untuk menyampaikan kepadaku salam 
yang diucapkan oleh umatku."
Seandainya mayit itu bisa mendengar, tentu mayit Rasulullah Shalallahu 'alaihi 
wa sallam lebih dimungkinkan bisa mendengar. Mayit beliau jauh lebih mulia 
dibandingkan mayit siapapun, termasuk mayit para nabi dan rasul. Seandainya 
mayit beliau Shalallahu 'alaihi wa sallam bisa mendengar, tentu beliau 
mendengar salam dari umatnya yang ditujukan kepada beliau dan tidak perlu ada 
malaikat-malaikat khusus yang ditugasi oleh Allah untuk menyampaikan salam yang 
ditujukan kepada beliau.

Dari sini kita bisa mengetahui betapa salah dan sesatnya orang yang 
ber-istighatsah (minta pertolongan) kepada orang yang sudah meninggal, siapapun 
dia. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling mulia di 
sisi Allah dan beliau tidak mampu mendengar suara orang yang masih hidup, 
apalagi selain beliau. Hal ini secara tegas diterangkan oleh Allah dalam 
Al-Qur'an surat Al-A'raf ayat 194: "Sesungguhnya yang kalian seru selain Allah 
adalah hamba juga seperti kalian."Juga di dalam surat Fathir ayat 14 :"Jika 
kalian berdo'a kepada mereka, maka mereka tidak akan mendengar do'a kalian."

Demikianlah, secara umum mayit yang ada di dalam kubur tidak bisa mendengar 
apa-apa kecuali saat-saat tertentu saja. Sebagaimana yang sudah diterangkan 
dalam beberapa ayat dan hadits di atas.

Dikutip dari "Kaifa yajibu 'alaina annufasirral qur'anil karim" edisi bahasa 
Indonesia "Tanya Jawab dalam Memahami Isi Al-Qur'an"




--------------------------------------------
Website Anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED]
--------------------------------------------
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke