Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
 
Yth. Ibu Evi, semoga ibu dirahmati oleh Allah Ta'ala.
 
Sebelumnya saya juga telah membaca buku tersebut sampai habis.  Dan penulis buku tersebut mengarahkan pembacanya agar pembacanya memiliki persepsi bahwa di Indonesia ada salafi A dan salafi B, yang saya sendiri tidak bisa menebak apa maksud penulis membagi salafi seperti itu.
 
Namun bagi saya salafi adalah manhaj bukan kelompok, cara beragama bukan golongan.  Banyak orang atau kelompok yang mengaku bahwa mereka itu salafi tetapi manhajnya tidak mengikuti manhaj salafush shalih, ada juga orang yang tidak mengaku ngaku salafi tetapi manhajnya adalah manhajnya para salafush shalih dan menurut saya inilah salafi yang benar.
 
Jadi untuk mengetahui apakah seseorang itu salafi atau bukan maka timbangannya adalah Al Qur'an dan As Sunnah yang sesuai dengan pemahaman para salafush shalih.  Nah kita timbanglah orang itu dengan timbangan tersebut. 
 
Semoga tulisan berikut bermanfaat
 
Manhaj Salafush Shalih
 
Salaf menurut bahasa artinya nenek moyang yang lebih tua dan lebih utama (Lisaanul ‘Arab 6/331 oleh Ibnu Manzhur).  Sedangkan menurut istilah, kata salaf berarti generasi pertama dan terbaik ummat ini  yang terdiri dari para Shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk 3 generasi pertama yang dimuliakan Allah Ta’ala.
 
Ahlus sunnah wal jama’ah dikatakan juga sebagai as salafiyyun karena mereka mengikuti manhaj salafush shalih  dari sahabat dan tabi’in.  Lalu orang yang mengikuti jejak mereka serta berjalan berdasarkan manhaj mereka di sepanjang masa, mereka ini disebut salafy.  Salaf bukanlah kelompok atau golongan seperti yang difahami oleh sebagian orang, tetapi ia merupakan manhaj atau cara beragama/sistem hidup (Bashaa-iru Dzawi Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajas Salaf hal. 21 oleh Syaikh Salim bin ‘Ied al Hilaly)
 
Lalu mengapa kita harus mengikuti manhaj (cara beragamanya) Salafush Shalih  atau manhaj orang – orang shalih terdahulu !?
 
Karena mereka, para salafush shalih, adalah sebaik – baiknya generasi yang harus dicontoh dan diikuti sebagaimana firman Allah Ta’ala,
 
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, …” (QS Ali Imran 110)
 
“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang – orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk – buruknya tempat kembali” (QS An Nisaa’ 115)
 
Dan siapakah yang dimaksud dengan orang – orang mukmin yang dimaksud dengan ayat di atas !? Tidak lain adalah para sahabat ridwanullahu ‘alayHim, generasi pertama dan yang terbaik dari umat ini sebagaimana keterangan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam mukadimah kitabnya Naqdhul Mantiq tentang ‘jalan orang – orang mukmin’
 
Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam juga bersabda mengenai generasi terbaik ini (dari Abdullah bin Mas’ud ra),
 
“Khairunnasi qarnii tsummal ladziina yaluunahum tsumal ladziina yaluunahum tsumma yajiiu qaumun tasbiqu ahadihim yamiinahu wa yamiinuhu syahaadatahu” yang artinya “Sebaik – baik manusia adalah generasiku (para sahabat) kemudian yang datang sesudah mereka (tabi’in) kemudian yang datang sesudah mereka (pengikut tabi’in), lalu datang suatu kaum yang mana persaksian salah seorang diantara mereka mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya” (HR Bukhari no 2652 dan Muslim no. 2533)
 
Kemudian, apakah semua (!) umat Islam pada saat ini mengikuti jalan orang – orang mukmin tersebut ? Tidak ! Karena Rasulullah ShallallaHu ’alaiHi wa sallam bersabda (dari Abdullah bin Amr ra.),
 
“Wa taftariqu ummatii ‘alaa tsalaatsin wa sab’iin millatan kulluhum finnaari illa millatan waahidatan qaaluu wa man hiya yaa rasuulaLLah qaala maa anaa ‘alayhi wa ashhaabii” yang artinya “Dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semua masuk neraka kecuali satu. Beliau ditanya, ’Wahai Rasulullah, siapakah mereka?’ Beliau bersabda, ‘Golongan yang meniti jalan hidupku dan jalan hidup sahabatku’”. (HR Tirmidzi no. 2641 dan Al Hakim 1/128, hadits ini awalnya dha’if namun naik derajatnya menjadi hasan karena memiliki beberapa syawahid/penguat, sebagaimana telah ditakhrij oleh Syaikh Albani)
 
[Salah satu hadits yang menjadi penguat hadits di atas adalah hadits yang berasal dari jalan Mu’awiyah bin Abi Sufyan ra., yaitu bahwa Rasulullah ShallallaHu ’alaiHi wa sallam bersabda,
 
“Sesungguhnya 2 ahli kitab (yahudi dan nasrani) mereka telah berpecah di dalam agama mereka menjadi 72 golongan.  Dan sesunggunya umat (Islam) ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan –yakni al ahwaa’ (pengikut hawa)-, semuanya berada di dalam neraka kecuali 1 yaitu al jama’ah” (HR. Abu Dawud no. 4597, Ahmad 4/102, Ad Daarimi 2/158, Al Hakim 1/128 dan lainnya, hadits ini derajatnya shahih lighairihi)
 
Serta beberapa hadits lain tentang Iftiraaqul Ummah (perpecahan umat) seperti :
  • Dari jalan Abu Hurairah ra. yang dikeluarkan oleh Abu Dawud no. 4596, At Tirmidzi no. 2640, Ibnu Majah no. 3991, Ahmad 2/332 dan lainnya, hadits ini derajatnya shahih lighairihi.
  • Dari jalan Auf bin Malik ra., yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah no. 3992 dan lainnya, hadits ini derajatnya hasan.]
 
Dari nash – nash yang sah di atas, jelas bagi kita bahwa jalan keselamatan adalah dengan mengikuti Rasulullah ShallallaHu ’alaiHi wa sallam dan mengikuti para sahabat beliau.  Artinya adalah, yaitu ketika kita ingin memahami Al Qur’an dan As Sunnah maka kita harus memahaminya sesuai dengan pemahaman para sahabat Rasulullah ShallallaHu ’alaiHi wa sallam, bukan dengan pemahaman yang lain apalagi dengan pemahaman yang sesuai dengan hawa nafsu kita.  Itulah yang disebut dengan manhaj salafush shalih !, yaitu beragama sesuai dengan cara beragamanya para salafush shalih.
 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan manhaj salaf dan menisbatkan dirinya kepada salaf, bahkan wajib menerima yang demikian itu karena manhaj salaf tidak lain kecuali kebenaran” (Majmu’ Fataawaa IV/149)
 
Maraji’ :
  1. Al Masaa-il Jilid 2, Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Darus Sunnah, Jakarta, Cetakan Ketiga, 1426 H/2005 M.
  2. Al Masaa-il Jilid 4, Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Darul Qalam, Jakarta, Cetakan Pertama, Tahun 1425 H/2004 M
  3. Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Pustaka At Taqwa, Bogor, Cetakan Kedua, Shafar 1426 H/April 2005 M.
 
Semoga Bermanfaat.
 
 


[EMAIL PROTECTED] wrote:
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Sebelumnya mohon maaf karena saya pendatang baru di milis ini. Ada yang
ingin ditanyakan, mungkin Antum ada yang bisa kasih penjelasan. Baru-baru
ini Ana baca buku di Gramedia (pengarangnya lupa, judulnya kalo gak salah
Da'wah Salafi Da'wah Bijak). Mungkin ada yang pernah baca? Di buku itu
dijelaskan kalo ternyata ada yang namanya Salafi Yamani dan Salafi Haraki.
Emangnya gimana sih kl menurut Antum? Mana yang bener, sih?

Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Syahrur Rozy





 


Yahoo! Messenger with Voice. PC-to-Phone calls for ridiculously low rates.

--------------------------------------------
Website Anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED]
--------------------------------------------




SPONSORED LINKS
Islam Beliefs Religion


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke