DALIL-DALIL MANQUL LDII

Disini akan kami sebutkan dalil-dalil mereka dalam hal manqul dan akan kami 
jelaskan kedudukan dalil atau pemahaman dari dalil itu - Insya Allah - .

Diantara dalil mereka:
PERTAMA,
Firman Allah Ta'ala:
لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِه ِ(16) إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ 
وَقُرْءَانَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْءَانَه ُ(18) ثُمَّ إِنَّ 
عَلَيْنَا بَيَانَهُ(19(
"Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak 
secepat-cepatnya (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah 
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami 
telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, atas tanggungan 
kamilah penjelasannya." [Al Qiyamah:16-19]

وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْءَانِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ 
...(114)
"Dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Quran sebelum disempurnakan 
mewahyukannya kepadamu." [Thaha:114]

KAJIAN
Ibnu Katsir mengatakan: firman Allah …ولا تعجل بالقرآن seperti firman Allah 
dalam surat (al Qiyamah) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ …لاتحرك به 
لسانك…terdapat riwayat dalam kitab Ash Shahih dari Ibnu Abbas, bahwa beliau 
mengatakan: "Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengalami usaha yang 
payah dalam menghafal wahyu, sehingga beliau menggerak-gerakkan lidahnya (untuk 
menghafal-pent), maka Allah turunkan ayat ini. Yakni bahwa Nabi dulu, jika 
datang kepada beliau Malaikat Jibril dengan wahyu maka setiap kali Jibril 
mengucapkan satu ayat Nabi menirukannya karena semangatnya untuk menghafal, 
maka Allah bimbing kepada yang lebih mudah dan ringan supaya tidak berat 
baginya, sehingga Allah berfirman (yang artinya): "Janganlah kamu gerakkan 
lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak secepat-cepatnya (menguasai)nya. 
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu 
pandai) membacanya" Yakni, Kami jadikan itu hafal di dadamu, lalu kamu (nanti) 
bacakan kepada umat manusia dan kamu tidak akan lupa sedikitpun. "Apabila kami 
telah selesai membacanya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, atas tanggungan 
kamilah penjelasannya".

Dan dalam ayat ini, Allah berfirman(artinya) : "Dan janganlah kamu tergesa-gesa 
membaca Al Quran sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu". Yakni diamlah 
kamu dan dengarkan, jika malaikat selesai membacakannya kepadamu maka bacalah 
setelahnya …[Tafsir Ibnu Katsir : 3/175]. Jadi ayat ini menerangkan bagaimana 
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menerima wahyu dan bahwa nabi disuruh membaca 
setelah bacaannya Jibril. Namun orang-orang LDII menyimpulkan bahwa kalau 
begitu harus manqul dalam belajar, kalau tidak maka tidak sah. Pertanyaan kami, 
mana yang mengatakan bahwa jika tidak demikian, maka tidak sah?? Bahkan sampai 
dianggap kafir??.

Lalu seandainya cara demikian itu wajib tentu Nabi akan praktekkan kepada semua 
orang, tapi ternyata tidak, buktinya surat-menyurat Nabi dengan para raja. 
Kemudian tentu para Sahabat juga akan mengikutinya, tapi ternyata tidak 
buktinya surat menyurat mereka [lihat dalam pembahasan Mukatabah di atas dan al 
Wijadah]. Lihat pula bagaimana ulama mengambil pelajaran dari ayat itu. As 
Sa'dy mengatakan: "Dalam ayat ini ada adab menuntut ilmu agar seorang murid 
jangan memotong guru dalam masalah yang sedang dia mulai terangkan, lalu jika 
guru selesai maka baru ia bertanya yang belum paham."

Demikian pula jika di awal penjelasan ada yang mengharuskan untuk dibantah atau 
dinilai baik, maka jangan langsung dibantah atau dinyatakan diterima sampai ia 
selesai menjelaskannya, supaya jelas yang benar dan yang salah …" [Tafsir as 
Sa'dy : 899, lihat pula hal. 514].

Tidak ada faidah yang diambil dari ayat itu bahwa ilmu itu wajib manqul, dimana 
kalian dari penjelasan ulama tafsir, justru kalian tafsiri dari diri kalian 
sendiri !??.

KEDUA,
Firman Allah Ta'ala:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ 
وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (36(
"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak memiliki ilmunya 
sesungguhnya pendengaran, pengelihatan, dan hati seluruhnya itu akan ditanya 
tentangnya" [al Isra:36]

KAJIAN
Tafsir ayat ini, Qatadah mengatakan: "Jangan kamu katakan bahwa kamu melihat 
sementara kamu tidak melihat, mendengar sementara kamu tidak mendengar, 
mengetahui sementara kamu tidak mengetahui karena Allah akan bertanya kepadamu 
tentang itu semua." Ibnu Katsir mengatakan: "Kandungan tafsir yang mereka (para 
ulama) sebutkan adalah bahwa Allah melarang untuk berbicara tanpa ilmu bahkan 
sekedar dengan sangkaan yang itu hanyalah perkiraan dan khayalan [Tafsir Ibnu 
Katsir:3/43] demikian tafsir para ulama. Maka dari sisi mana dan atas dasar 
tafsir siapa ayat ini sebagai dasar sistem manqul ala LDII ??? Sementara para 
ulama' tidak kenal sama sekali sistem manqul seperti itu.

KETIGA,
من قال في القرآن  برأيه فأصاب فقد أخطأ
"Barangsiapa membaca/mengartikan Al Quran dengan pendapatnya sendiri (tanpa 
manqul), walaupun benar maka sungguh-sungguh hukumnya tetap salah" (HR Abu 
Daud) (Ini terjemah LDII dinukil dari Bahaya LDII hal. 254)

[Arti yang benar lebih umum dari pada itu mencakup menafsiri al Quran. 
Ubaidullah al Mubarakfuri mengatakan: Yakni, berbicara tentang lafadznya, 
bacaanya, maknanya dan kandungannya. [Mir'atul mafatif syarh Misykatul 
Mashabih:1/330]-pen]

KAJIAN
Hadits ini lemah, diriwayatkan oleh Abu Dawud [Kitabul 'Ilm:4/43], Tirmidzi 
[5/184], Nasa'i [Sunan Kubra kitab Fadhailul Quran:5/31], Ibnu Jarir at Thabari 
[dalam tafsirnya:1/25]. Semuanya melalui jalan (sanad yang sampai kepada) 
Suhail bin Mihran bin Abi Hazm al Qutha'i. [Dalam kitab Taqributtahdzib: 
(kunyahnya) Abu Abdillah dikatakan pula bahwa ayahnya adalah Abdullah al 
Qutha'i - pen] Dari Abu 'Imran (Abdul Malik bin Habib) al Jauni, dari Jundab 
dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bahwa Nabi mengatakan:…(hadits tersebut)

Hadist tersebut 'illahnya pada Suhail bin Mihran bin Abi Hazm al Qutha'i. Imam 
Ahmad, Ibnu Ma'in, al Bukhari dan yang lain mencacatnya (Tahdzibut 
tahdzib:4/261) dan Ibnu Hajar mengatakan: Dha'if (lemah). (Taqribut 
tahdzib:421). Demikian, sanad hadits ini lemah karena ada seorang rawi yang 
dha'if.

Asy syekh al Albani mengatakan tentang hadits ini: Dha'if [Dha'if, Sunan Abu 
Dawud:3652, hal.294 dan Miyskatul Mashabih, no:235], al Baihaqi mengatakan: 
Pada hadits ini ada kritikan ['Aunul Ma'bud:10/85].

KEEMPAT,
من قال في القرآن بغير علم فليتبوأ مقعده من النار
"Barangsiapa membaca Al Quran tanpa berilmu atau manqul maka hendaknya 
menempati tempat duduknya di neraka" (HR Tirmidzi) (Ini terjemah LDII dinukil 
dari Bahaya LDII hal. 254)
[Terjemah yang benar bukan membaca bahkan lebih umum dari pada itu termasuk 
menafsiri atau menerjemahkannya, lihat al Kifayah fi 'Ilmirriwayah:343 -pen]

KAJIAN
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud: [kitabul Ilm ], At Tirmidzi: 5/183 dan 
beliau mengatakan: "Hasan Shahih", An Nasa'i dalam Sunan al Kubra : [kitab 
Fadhailil Quran:5/31], Ahmad 1/233, 323, 293 [Demikian disebutkan oleh al Mizzi 
dalam Tuhfatul asyraf:4/423 demikian pula Ibnu Hajar dalam an 
Nukatudhiraf:4/423, sementara tidak saya dapati dalam sunan Abu Dawud di 
Kitabul 'Ilm kemudian saya dapati asy Syekh Ubaidullah al Mubarakfuri 
mengatakan dalam bukunya Mir'atul Mafatih:1/331: Saya tidak mendapatinya dalam 
Sunan Abu Dawud, namun nampak dalam Mukhtashor Jami' al Mawarits karya al Mizzi 
demikian pula al 'Iraqi dalam takhrijnya terhadap Ihya' bahwa hadits tersebut 
dalam riwayat Abu Dawud Kitabul 'ilm dalam sunannya melalui riwayat Ibnul 'Abd… 
(Lihat, al Mughni 'An Hamlil asfar Juz:1/29 no:101 cet maktabah dar 
thabariyyah-pent) Ibnul 'Abd adalah salah satu periwayat sunan Abu Dawud. -pen] 
, 327 dan ad Darimi dalam Musnadnya : 1/76, tetapi dengan matan yang lain. Dan 
Ibnu Jarir at Thabari dalam Tafsirnya:1/34, semuanya melalui jalan Abdul A'la 
dari Said bin Jubair dari Ibnu 'Abbas. Dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam 
bahwa beliau mengatakan:….(hadits tersebut). Abdul A'la dalam sanad tersebut 
adalah Ats Tsa'labi, Ibnu Hajar mengatakan: "Shaduqun Yahim, yakni hafalannya 
tidak begitu kuat dan suka keliru."

Hadits ini diriwayatkan juga secara mauquf yakni hanya sampai kepada Ibnu 
Abbas, diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari dua jalan yang pertama: Muhammad bin 
Humaid dari al hakam bin Basyir dari 'Amr bin Qois al Mula'i dari Abdul a'la 
dengan sanad tersebut di atas tapi sampai kepada Ibnu Abbas saja.
Kedua: Dari Ibnu Humaid dari Jarir, dari Laits, dari Bakr, dari Said bin Jubair 
dari Ibnu Abbas.
Ibnu Hajar mengatakan: Ibnul Qhotton menshahihkannya [An Nukatudhiraf: 4/423]. 
Asy Syekh al Albani mendhaifkannya dalam Misykatul Mashabih [No:234 Juz:1/79]. 
Lalu saya dapati beliau mentakhrij hadits ini panjang lebar yang berakhir 
dengan kesimpulan Dha'if dan membantah yang menshahihkannya dalam kitabnya 
Silsilah al Ahadits Adh Dhaifah : 4/265, no:1783 , silahkan dilihat.

Demikian derajat hadits ini, seandainyapun shahih, maka bukan artinya harus 
manqul seperti dipahami dan diterjemahkan demikian oleh LDII, tidak ada kata 
manqul dari tidak mengandung makna manqul sama sekali. Arti yang benar pada 
hadits pertama (dengan pendapatnya) dan pada hadits kedua (tanpa ilmu) tetapi 
mereka menafsirinya dengan tanpa manqul, bukankah ini manipulasi makna hadits. 
Kalau begitu apa sebetulnya makna hadits itu bila shahih, untuk itu kami akan 
nukilkan penjelasan ulama.

Dalam kitab Aunul Ma'bud, Syarah Sunan Abu Dawud disebutkan: "(dengan 
ra'yunya/pendapatnya) yakni sekedar dengan akalnya dan dari dirinya sendiri 
tanpa meneliti ucapan para Imam dari ulama ahli bahasa Arab yang tidak sesuai 
dengan kaidah syar'iyyah, bahkan dia sesuaikan dengan akalnya, padahal 
(pemahaman terhadap ayat atau maknanya) tergantung pada naqli." [10/85] Al 
Baihaqi mengatakan: "Jika hadits ini shahih, maka Nabi memaksudkan -wallahu 
a'lam- pendapat akal yang lebih dominan di qalbunya tanpa dalil yang 
mendukungnya. Adapun pendapat yang didukung oleh dalil maka boleh. Beliau juga 
mengatakan, bisa jadi maksudnya orang yang mengatakan dengan pendapat akalnya 
tanpa mengetahui prinsip-prinsip ilmu dan cabang-cabangnya [idem]. Makanya, 
kami nasehatkan jangan terkungkung pada kitab himpunan saja, lihat buku ulama, 
syarah kutub sittah dari ulama, bukan syarah 'paku bumi' dan imam LDII saja. 
Para ulama yang mensyarah Kutubus Sittah itu, mereka punya sanad sampai ke Nabi 
Shallallahu 'alaihi wasallam dan sanadnya lebih tinggi dan lebih shahih - Insya 
Allah - .

Dengan demikian ra'yu itu ada dua macam:
1. Ra'yu yang sesuai dengan bahasa Arab dan kaidah-kaidahnya, sesuai dengan Al 
Quran dan As Sunnah dengan memperhatikan seluruh syarat-syarat tafsir. Maka 
menafsiri al quran dengan itu boleh.
2. Ra'yu tidak sesuai dengan aturan bahasa Arab, tidak sesuai dengan dalil 
syar'i serta tidak memenuhi syarat-syarat tafsir, maka ini tidak boleh [At 
Tafsir wal Mufassirun:1/264]
Ibnu Qoyyim juga membagi ra'yu menjadi dua, yang terpuji dan yang tercela 
[lihat Al Intishor li Ahlil Hadits hal. 23-34, lihat pula hal. 13 dan At Tafsir 
wal Mufassirun:1/264]. Dan terakhir simaklah ucapan An Naisaburi: "Tidak boleh 
hadits ini dimaksudkan bahwa; Jangan sampai seorangpun mengatakan pada Al Quran 
kecuali apa yang ia dengar (yaitu manqul dalam istilah LDII-pent)". Karena para 
Sahabat mereka telah menafsirkan Al Quran dan mereka berselisih pendapat pada 
beberapa masalah dan tidaklah semua yang mereka katakan itu mereka dengar dari 
Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam…[Mir'atul Mafatih:1/330].

Bukankah ini pukulan telak buat kalian wahai para pengikut LDII?! Sungguh 
tafsir kalian sangat bertentangan dengan ulama'. Maka benar apa yang dikatakan 
Ibnu Taimiyyah bahwa ahli bid'ah berhujjah dengan sebuah dalil, padahal dalil 
itu menghujat mereka.

KELIMA,
تعمل هذه الأمة برهة بكتاب الله ثم تعمل برهة بسنة رسول الله ثم تعمل بعد ذلك 
بالرأي فإذا عملوا بالرأي ضلوا
"Umat ini sesaat akan mengamalkan berdasarkan kitab Allah kemudian sesaat 
mengamalkan berdasarkan sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian 
setelah itu mengerjakan dengan pendapatnya maka jika mereka mengamalkan dengan 
pendapat mereka sesat." [HR Abu Ya'la]

KAJIAN
Hadits ini lemah, diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar dalam Jami' Bayanil Ilm wa 
Fadhlihi no:1998, 1999, dari sahabat Abu Hurairah, Abul Aysbal mengatakan: 
"Diriwayatkan oleh Abu Ya'la dalam Musnadnya:10/240 no:5856" dan Al Khatib 
meriwayatkan dari jalannya dalam kitab Al Faqih wal Mutafaqqih:2/179, kata 
beliau : "Telah mengkhabarkan kepada kami al Hudzail bin Ibrahim al Jummani, ia 
mengatakan: "Telah mengkhabarkan kepada kami Utsman bin Abdurrahman dengannya". 
Sanad ini lemah sekali. Utsman bin Abdurrahman az Zuhri al Waqqoshi disepakati, 
bahwa haditsnya dibuang bahkan Ibnu Ma'in menganggapnya pemalsu hadits demikian 
pula dikatakan oleh al Haitsami dalam al Majma':1/179. Ada mutaba'ah (dukungan) 
buat Utsman bin Abdurrahman yaitu dari Hammad bin Yahya al Abah, Ibnu Hajar 
mengatakan: "Hafalannya kurang kuat dan suka keliru", diriwayatkan pula oleh al 
Khatib dalam Al Faqih wal Mutafaqqih :2/179 dari dua jalan melalui Jubarah. Dan 
disana ada 'illah (kelemahan lain) yaitu lemahnya Jubarah Ibnu al Mughallis. 
Jadi hadits itu dengan dua jalannya tetap tidak shahih Wallahu a'lam [lihat 
Jami Bayanil Ilm wa Fadhlihi: 2/1039-1040 dengan tahqiq Abul Asybal]

Ibnu Abdil Bar mengatakan: "Ulama berbeda pendapat dalam hal Ra'yu yang tercela 
tersebut, sebagian kelompok mengatakan: Ra'yu yang tercela adalah bid'ah yang 
menyelisihi sunnah dalam hal aqidah, serta yang lain -mereka adalah mayoritas 
ahlul ilmi- mengatakan: Adalah berbicara dalam hukum syari'at agama dengan 
sekedar anggapan baik dan prasangka." [lihat selengkapnya dalam Jami Bayanil 
Ilm wa Fadhlihi:2/1052,1054]. Demikian pendapat ulama tentang ra'yu yang 
dimaksud tidak satupun menafsirinya 'tidak manqul'. [lihat pula kitab Mir'atul 
Mafatih]

KEENAM,
تسمعون ويسمع منكم ويسمع ممن سمع منكم
"Kalian mendengar dan akan didengarkan dari kalian dan akan didengarkan dari 
orang yang mendengarkan dari kalian"

KAJIAN
Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud: 3659, Ahmad:1/321, Ibnu Hibban:1/263 Al 
Hakim:195 al Khatib dalam Syaraf Ashabul Hadits dan Ar Ramahurmuzi dalam 
Muhadditsul Fashil:92, semuanya melalui jalan Al A'masy dari Abdullah bin 
Abdullah ar Razi, dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas dari Nabi Shallallahu 
'alaihi wasallam bahwa beliau mengatakan ….(Hadits itu)… Diriwayatkan pula 
melalui jalan lain oleh Al Khatib dalam Syarof Ashabul Hadits dan Ar 
Ramahurmuzi dalam Muhadditsul Fashil:91, Al Bazzar dan At Tabrani. [lihat 
perinciannya dalam Silsilah al Ahadits Ash Shahihah, no:1784]

Al Hakim mengatakan: "Shahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim dan tidak 
diriwayatkan oleh keduanya, tidak ada 'iilah padanya " [Ithaful Maharah:7/192] 
dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Namun Asy Syaikh al Albani tidak setuju bila 
dikatakan sesuai dengan syarat al Bukhari dan Muslim, karena Abdullah bin 
Abdullah bukan merupakan rawi Bukhari dan Muslim, namun hadits itu tetap Shahih 
sedang al 'Ala'i menghasankannya. [lihat Shahih Sunan Abu Dawud:3659 dan Ash 
Shahihah:1784]

Demikian derajat hadits itu, tapi dimanakah yang menunjukan bahwa musnad 
muttashil lebih-lebih 'manqul' ala LDII itu syarat sahnya ilmu?! Bukankah yang 
namanya syarat di dalam ilmu Ushul Fiqih artinya 'Bila syarat sesuatu tidak 
terpenuhi maka sesuatu itu tidak sah'.!! Manakah dalam hadits itu yang 
menunjukan bahwa bila tidak manqul maka ilmu itu tidak sah. Hadits itu hanya 
berisi anjuran atau perintah untuk menyampaikan, tidak terdapat padanya syarat 
sahnya ilmu itu harus dengan manqul, oleh karenaya Abu Dawud memberikan judul 
pada hadits ini 'Bab Keutamaan Menyebarkan Ilmu'. Dan para ulama tidak memahami 
hadits ini seperti pemahaman LDII buktinya Abu Dawud Ibnu Hibban al Hakim dan 
ulama yang kita sebut di atas, tidak ada yang berpemahaman seperti LDII.

KETUJUH,
الإسناد من الدين ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء
"Isnad/sanad itu termasuk dari agama kalaulah bukan karena sanad tentu 
sembarang orang akan mengatakan semaunya".

KAJIAN
Ini adalah ucapan Abdullah Ibnul Mubarak diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam 
Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 dan ar Ramahurmuzi dalam al Muhadditsul 
Fashil:96 dan al Khotib dalam Syaraf Ashhabul Hadits.

Mereka menganggap ucapan itu sebagai dasar teori manqul, ini tentu tidak sesuai 
dengan nash ucapan Ibnul Mubarak itu sendiri. Ucapan itu menerangkan keutamaan 
sanad dan sanad itu lebih umum dari pengertian manqul ala LDII di antara sanad 
adalah Al Mukatabah seperti yang kami terangkan di atas. Dan tidak mengandung 
sama sekali keharusan untuk manqul, juga tidak ada larangan mengambil ilmu 
tanpa manqul, demikian pula beliau ucapkan kata-kata ini di zaman beliau dan 
beliau meninggal pada tahun 181 H. Berbeda keadaannya dengan keadaan sekarang, 
oleh karenanya kita dapati para ulama mengatakan bahwa mengamalkan ilmu yang 
diambil dengan al wijadah, padahal itu tidak sekuat al Mukatabah wajib 
sebagaimana perincian dalam bahasan al wijadah di atas.

KEDELAPAN,
إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذوا دينكم
"Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah oleh kalian dari mana kalian 
mengambil agama kalian."

KAJIAN
Ini adalah ucapan Muhammd bin Sirin diriwayatkan Imam Muslim dalam Muqoddimah 
Shahihnya:26, 1/44 Atsar (ucapan Tabi'in) ini mengandung bagaimana memilih guru 
agama yaitu memilih yang baik yang sesuai dengan sunnah Nabi, dan tidak sama 
sekali mengandung keharusan untuk manqul serta tidak ada di dalamnya larangan 
mengambil ilmu tanpa manqul.

KESIMPULAN:
Demikian dalil-dalil mereka, semuanya tidak tepat sebagai dalil. Adapun ayat Al 
Quran mereka tafsiri dari diri mereka sendiri, berbeda dengan ulama tafsir, 
makanya mereka tidak menyebutkan referensi tafsir dalam menerangkan ayat-ayat 
itu. Nah, bukankah ini artinya menafsiri Al Quran dengan ra'yu ?!! Mereka 
menuduh orang lain bicara hal agama dengan ra'yu, ternyata justru diri 
merekalah yang melakukannya ?!!

Dalil-dalil yang kalian pakai untuk menyerang selain golongan kalian justru itu 
senjata makan tuan dan bumerang bagi kalian sendiri. Kalian mengharuskan manqul 
dan melarang dengan ra'yu, pada kenyataannya bahkan kalianlah yang memakai 
ra'yu dalam agama ini, dimana kalian tafsirkan ayat dan hadits semau kalian dan 
tidak sesuai dengan pemahaman ulama. Dan kalau mereka (LDII) mengkafirkan 
seseorang yang mereka anggap pakai ra'yu, tidakkah vonis kafir itu juga 
mengenai mereka sendiri?! Karena mereka juga pakai ra'yu. Ingat ketika kau 
vonis kafir seseorang dan kau tunjuk dengan jari telunjukmu bukankah 4 jarimu 
menunjuk pada dirimu sendiri.?!

Saya tidak mengkafirkan kalian, namun saya hanya ingin mengingatkan bahayanya 
mengkafirkan seseorang, yang bisa jadi vonis kekafiran itu justru akan kembali 
kepada dirinya sendiri seperti dalam hadits Nabi
أيما رجل قال لأخيه   يا كافر  فقد باء بها أحدهما
"Barangsiapa mengatakan kepada Saudaranya : Wahai orang kafir maka (hukum) 
tersebut akan kembali kepada salah satu dari keduanya" [HR Bukhari dan Muslim…]

Adapun dalil dari hadits maka sebagiannya shahih dan sebagiannya dha'if dan 
semuanya mereka pahami dengan pemahaman yang salah, sehingga menjadi bumerang 
buat mereka sendiri. Terakhir dalil dari ucapan para ulama yang lagi-lagi 
mereka tafsiri sesuai kepentingan mereka. Kalaupun seandainya maksud ulama itu 
sesuai dengan maksud mereka -dan itu tidak mungkin- maka ucapan ulama bukan 
hujjah! Hujjah itu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wasallam.

CONTOH HADITS-HADITS DHA'IF

Sekilas saya melihat buku 'Himpunan' susunan LDII Kitabush Sholah maka saya 
dapati beberapa hadits dha'if, bahkan ada yang maudhu' diantaranya:
إقرؤوا على موتاكم يس
"Bacalah pada mayit-mayit kalian surat Yasin" hal.147.

Hadits ini Riwayat Abu Dawud Ibnu Majah dan lain-lain, didalamnya terdapat tiga 
cacat:
- Kemajhulan (tidak ada rekomendasi/komentar dari ulama ahli hadits) rawinya 
yang bernama Abu Utsman.
- Kemajhulan ayahnya.
- Idlthirab (kegoncangan pada sanadnya)
Hadit ini didha'ifkan oleh Ibnul Qhaththan, Ad Daruqhuthni dan Al Albani. Lihat 
perinciannya dalam Irwa'ul Ghalil karya al Albani hadits no:688.

من قرأ يس في ليلة أصبح مغفورا له...
"Barangsiapa yang membaca Yasin dalam satu malam maka di pagi harinya dalam 
keadaan diampuni dosanya", Kitabush shalah, hal.146. Asy Syaikh al Albani 
mendho'ifkannya dalam Dha'iful Jami':5787.

من قرأ يس  كتب الله بقرائتها قرآءة القرآن عشر مرات
"Barangsiapa yang membaca Yasin maka Allah tuliskan dengan membacanya sama 
dengan membaca Al Quran 10 kali", hal.146.

Asy Syekh al Albani mengatakan: Maudhu' (palsu) karena ada rawi yang bernama 
Harun Abi Muhammad, azd Dzahabi menuduhnya sebagai pendusta [lihat perinciannya 
dalam Silsilah al Ahadits adh Dhaifah, no:169]

كان إذا أفطر قال  اللهم لك صمت وعلى رزقك افطرت
"Bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bila berbuka membaca Allahumma laka 
shumtu…" , Kitabush shalah hal.134.
Hadits ini Riwayat Abu Dawud, mursal dan mursal termasuk dha'if. Mursal karena 
Muadz bin Zuhrah bukan sahabat, lalu mengatakan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi 
wasallam…, bahkan dia juga tergolong majhul. [lihat perinciannya dalam Irwa'ul 
Ghalil no:919], asy syekh al Albani mengatakan: "Dha'if". Mana persyaratan 
Musnad Muttashil (MM) di hadits ini dan hadits setelahnya wahai kaum LDII?!

Hadits khutbah Jum'ah hal 104 dan seterusnya, dari riwayat Abu 'Ubaidah dari 
Abdullah bin Mas'ud, ternyata lemah, karena sanadnya terputus antara keduanya, 
dimana Abu Ubaidah tidak mendengar dari Abdullah bin Mas'ud. Anehnya mereka 
sendiri menyebutkan ucapan Abu Abdurrahman/Imam An Nasa'i dalam hal ini, lalu 
mengapa mereka tetap memakai hadits itu?! Lihat hal.105 : قال أبو عبد الرحمن 
أبو عبيدة لم يسمع من أبسه شيئا... "Abu Abdurrahman (An Nasa'i) mengatakan: Abu 
Ubaidah tidak mendengar hadits dari ayahnya (Ibnu Mas'ud) sedikitpun"

Demikian pula hadits Asma wa Sifat pada hal.124 dan kita sudah terangkan sisi 
kelemahannya diatas.

Perlu dikaji kembali bahwa syarat shahihnya hadits ada lima sebagaimana 
penjelasan pada halaman 4, sehingga tidak cukup dengan musnad atau muttashil 
saja, dan betapa banyak hadits yang musnad atau muttashil tapi dha'if atau 
bahkan maudhu'!!

Demikian sekilas kami melihat dan hanya dalam Kitabus Shalat, bagaimana bila 
seseorang benar-benar meneliti satu-persatu dan pada semua kitab himpunan 
mereka.

Mari kembali kepada kebenaran sebelum ajal menjemput…


Abu abdirrahman bin misdi al-carati


---------------------------------
Apakah Anda Yahoo!?
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Yahoo! Groups gets a make over. See the new email design.
http://us.click.yahoo.com/XISQkA/lOaOAA/yQLSAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

HADIRILAH! SILATURAHMI AKBAR 3 ULAMA MADINAH NABAWIYAH & UMMAT, MASJID ISTIQLAL 
JAKARTA, AHAD 20 JUMADIL TSANI 1427H/16 JULI 2006M, JAM 09.00 WIB S/D DZUHUR, 
SYAIKH PROF ABDURROZAK BIN ABDUL MUHSIN AL'ABBAD, SYAIKH DR SULAIMAN BIN 
SALIIMULLAH AR-RUHAILY
Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke