WANITA DI SAUDI ARABIA

Oleh
Abu Ubaidah Al-Atsari


Telah sampai khabar kepada kami adanya perdebatan seru antara JIL 
(Jaringan Islam Liberal) dengan Ahli Sunnah wal Jama' ah. 
Mendengarnya, kami pun tertarik untuk mengetahuinya.Alhamdulillah, 
keinginan mendapatkan VCD perdebatan tersebut terwujud.

Seperti orang yang disambar petir, rasanya jantung ini hampir copot 
dan telinga pun terasa gatal mendengarkan ucapan-ucapan kotor dari 
para propagandis JIL. Betapa derasnya ilmu filsafat dan tasawuf yang 
menyesatkan terlontar. kontradiksi ucapan, pelecehan, celaan, 
kebohongan, ketimpangari pemikiran, dan sebagainya. Sungguh betul-
betul dibutuhkan kesabaran yang sangat luar biasa untuk menyimaknya!

Dengan selalu berdo' a kepada Alloh agar selalu meneguhkan hati ini, 
kami tuntaskan `proses' menyaksikan perdebatan seru antara JIL dan 
Ahli Sunnah wal Jama' ah. Kendati tayangan sudah berlalu, masih 
terngiang-ngiang di telinga sebagian syubhat mereka. Namun aku pun 
berbaik sangka, barangkali inilah PR buatku untuk turut 
berpartisipasi dalam membela agama dan membantah ucapan para 
penyeleweng agama. Sekaligus sebagai keterangan bagi saudara-saudari 
kami yang mungkin telah tertipu dengan silat lidah mereka.

Maka, dengan memohon pertolongan kepadaAlloh, aku bertawakkal untuk 
menulis artikel ini. Semoga Alloh memberikan hidayah kepada kita 
semua dan meneguhkan kita di atas jalan yang diridhai-Nya.

Sebenarnya banyak sekali permasalahan yang harus dikupas dan 
dibahas, tetapi semaga saja yang sedikit ini cukup untuk mewakili 
syubhat-syubhat lainnya. Yang penting, bentengilah diri kita dengan 
ilmu yang berlandaskan al­Qur'an dan Sunnah; sehingga kita dapat 
terselamatkan dari berbagai syubhat yang banyak menyerang pada zaman 
ini.

Ingatlah selalu nasihat berharga Syaikhul Islam Ibnu 
Taimiyah, "Janganlah engkau jadikan hatimu terhadap syubhat seperti 
spon (karet busa) yang menyerapnya serta merta: Tetapi jadikanlah 
hatimu seperti kaca yang kuat, . sehingga tatkala syubhat mampir 
padanya, dia dapat melihat dengan kejer­nihannya dan mengusir dengan 
kekuatannya. Tetapi apabila engkau jadikan hatimu menyerap setiap 
syubhat, maka dia akan menjadi sarang syubhat:" (Miftah Dar as-
Sa'adah oleh Imam Ibnul Qayyim, l/443)

Ulil Abshar Abdalla, koordinator JIL-semoga Alloh memberinya hidayah 
dan menyelamatkan manusia dari kesesatannya- mengatakan, "Tadi, 
Saudara Ahmad Hartono menyebut berkali-kali dasarnya adalah hadits, 
hadits, hadits, hadits. Oke, hadits, pendapat saya adalah; hadits 
yang shahih sanadnya belum tentu harus diikuti di sini. Itu pendapat 
saya. Saudara-saudara, dengarkan pendapat saya!"

Lanjutnya, "Saudara-saudara, di dalam ilmu hadits, yang berkembang 
pesat itu adalah ilmu yang berkaitan dengan verifikasi sanad, kritik 
atas sanad. Tetapi ritik atas matan tidak berkembang dengan pesat, 
karena orang Islam takut mengkritik matan. Menurut saya, jika hadits 
walaupun shahih sanadnya, bisa dikritik isinya. Ada contoh misalnya, 
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, shahih di dalam Bukhari 
[1] ; bahwa shalat seorang itu batal kalau di depannya lewat tiga 
hal: perempuan, himar, dan yang satu lagi adalah anjing."

Lanjutnya lagi, "Gimana anda bisa membayangkan agama Islam yang kita 
hargai ini mengatakan shalat kita batal kalau di depan kita lewat 
perempuan, anjing atau himar. Perempuan disetarakan dengan anjing 
dan himar saudara­sauadara! Inilah yang terjadi di Saudi Arabia, 
negeri Wahabi itu. Karena perempuan dianggap hewan, tidak boleh 
nyetir mobil. Itulah negeri Saudi Arabia, apakah negeri semacam ini 
akan anda ikuti saudara-saudara?! (VCD "Debat Terbuka (membahas) 
Buku Ada Pemurtadan di IAIN")

A. MUQADDIMAH
Sebelum kita memasuki topik bahasan, saya merasa perlu memberikan 
muqaddimah sebagai jembatan menuju pembahasan sekaligus sanggahan 
terhadap kaidah-kaidah rapuh Ulil di atas:

I. Melecehkan Hadits
Abu Nashr bin Salam al-Faqih berkata, "Tidak ada sesuatu pun yang 
paling berat dan dibenci oleh ahli ilhad (penyeleweng agama) 
daripada mendengar hadits serta meriwayatkan dengan sanadnya." 
(Aqidah Salaf Ashhabul Hadits oleh ash-Shabuni, hal. 302)

Saudaraku, bandingkan ucapan di atas dengan ucapan Ulil, "Tadi, 
Saudara Ahmad Hartono menyebut berkali-kali dasarnya adalah hadits, 
hadits, hadits, hadits." Bukankah ucapan ini menunjukkan 
keberatannya membaca dan mendengar hadits Nabi?!

2. Tanyakanlah Keislamannya!
Imam Aliiiiad Rahimahullah berkata, "Barangsiapa menolak hadits 
Rasulullah maka dia berada di atas jurang kehancuran." (Manaqib Imam 
Ahmad oleh Ibnul Jauzi, hal. 235)

Ibnul Wazir berkata, "Sesungguhnya mendustakan hadits Rasulullah 
padahal dia mengakui keabsahannya merupakan kekufuran yang nyata." 
(al-Awashim wal Qawashim 2/374)

Imam al-Barbahari berkata, "Apabila engkau mendengar seorang mencela 
hadits dan tidak menerimanya atau mengingkari sebagian darinya, maka 
curigailah keislamannya dan jangan ragu-ragu bahwa dia adalah 
seorang pengekor hawa dan ahli bid'ah:" (Syarhus Sunnah hal. 35; 51)

Saya memikirkan ucapan Ulil ini, bagaimana seorang beriman bisa 
mengatakan ucapan keji seperti itu. Seorang beriman tidak mungkin 
bisa mengeluarkan kata-kata itu. Itu kalau Ulil masih percaya kepada 
Alloh dan Rasu1. Kecuali kalau Ulil mengambil pilihan untuk tidak 
percaya alias murtad [2]

3. Beradablah Terhadap Hadits!
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah Rahimahullah berkata tatkala 
menjelaskan adab terhadap Rasulullah Shallallahu'alaihiwasalam "Adab 
yang paling utama terhadap beliau adalah kesempurnaan pasrah 
kepadanya, patuh terhadap perintahnya, menerima dan membenarkan 
sabdanya tanpa mempertentangkannya dengan akal dan keraguan atau 
inendahulukan pendapat orang lain di atasriya." (Madarijus Salikin 
2/439)

Apabila Ulil sering mengkritik lawan debatnya dengan kurang adab dan 
tata krama, apakah dia menganggap dirinya seorang yang beradab?! 
Katakanlah padaku, seperti itukah adab seorang muslim terhadap 
Rasulullah dan haditsnya?!

4. Siapakah Ulama Panutannya
Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah berkata, "Janganlah
engkau berucap dalam sebuah masalah yang engkau tidak mempunyai imam 
dalam masalah tersebut." (Manaqib Imam Ahmad ha1.178)

Bila Ulil mengatakan, "... Saya khawatir kalau Mas Hartono ini versi 
modern dari orang-orangHasyawiyin. Lihat bukunya ini, semuanya 
kutipan al-Qur'an dan Hadits. Itu ciri khas orang-orang dari pihak 
sana, sedikit sekali mem­baca pendapat ulama."

Apakah Ulil menganggap dirinya banyak membaca pendapat ulama?! 
Khabarkanlah padaku, ulama siapakah yang berucap seperti ucapan 
kotor anda tersebut?! Mengapa anda tidak berterus. terang 
menyebutkannya?! Saya harap anda tidak menyebut guru-guru anda yang 
orientalis atau rasionalis!

5. Racun Pemikiran Orientalis
Imam Ibnu Sirin Rahimahullah berkata, "Sesungguhnya ilmu ini 
termasuk agama, maka lihatlah kepada siapakah kalian menimba ilmu." 
(Muqaddimah Shahih Muslim). 

Sekarang perhatikanlah bersamaku ucapan Ulil di atas "Di dalam ilmu 
hadits, yang berkembang pesat itu adalah ilmu yang berkaitan dengan 
verifikasi sanad, kritik atas sanad. Tetapi kritik atas matan tidak 
berkembang dengan pesat, karena orang Islam takut mengkritik matan". 
Tahukah anda dari manakah dia menimba pemikiran ini?! Ini adalah 
pemikiran para orientalis Yahudi pendengki yang berusaha merusak 
agama Islam. Hal itu tidak aneh, lantaran sang pelontarnya terkenal 
telah dicekoki pemikiran dari sana.

Sesungguhnya ucapan ini menunjukkan kejahilan dan kesombongannya. 
Saya katakan jahil, karena pelontarnya berarti tidak mengerti ilmu 
hadits, bahkan definisi ilmu hadits saja tidak mengerti. Seandainya 
dia membuka buku ilmu musthalah hadits di mana pun berada, niscaya 
dia akan mendapati dalam pembukaannya bahwa ilmu ini adalah "undang-
undang untuk mengetahui keadaan sanad dan matan dari segi shahih dan 
tidaknya". (Tadrib Rawi 1/41 oleh as-Suyuthi). Adakah anda mendapati 
seorang ahli hadits yang mendefinisikannya dengan ilmu yang 
berkaitan dengan keadaan sanad semata, tanpa matan (isinya)?!

Bukankah para ulama hadits telah mensyaratan hadits shahih atau 
hasan harus selamat dari syadz dan illat?! Lalu tatkala kita buka 
penjelasan mereka, ternyata mereka menjelaskan bahwa syadz dan illat 
itu terbagi menjadi dua macam, dalam sanad dan matan?! Apakah hal 
ini tidak menunjukkan perhatian mereka terhadap matan?! Demikian 
juga para ulama menulis tentang gharib hadits, mukhtalaf hadits, 
nasikh mansukh, bukankah semua itu menunjukkan perhatian mereka 
tentang matan wahai hamba Allah~[3]?! Fa'tabir ya Ulil Abshar!

Adapun kesombongannya, hal itu nampak dalam ucapannya "Karena umat 
Islam takut mengkritik matan". Lalu dia menganggap dirinya seorang 
pendekar yang berarii meng­kritik matan hadits. Seperti inikah adab 
seorang yang meng­aku beradab terhadap para ulama ahli hadits, bahkan 
kepada umat Islam? !

B. PEMBANASAN HADITS [4]
Ketahuilah, hadits ini shahih dengan tiada keraguan di dalamnya, 
diriwayatkan dari banyak sahabat, di antaranya Abu Dzar, Abdullah 
bin Mughaffal, Ibnu Abbas, Abu Hurairah[5] dan sebagainya. Berikut 
beberapa riwayat mereka:

Hadits Pertama:
DariAbu Hurairah Radhiyallahu'anhu berkata, "Rasulullah 
Shallallahu'alaihiwasalam bersabda, `Shalat seorang batal apabila 
lewat di depannya seorang wanita, himar, dan anjing. Dan yang 
menjaga shalatnya adalah sutrah seukuran kayu yang terletak di 
belakang kendaraan (satu hasta). " (Diriwayatkan Imam Muslim 511, 
Ibnu Maj ah 950)

Hadits Kedua:
Dari Abu Dzar Radhiyallahu'anhu berkata, "Rasulullah  bersabda, 
`Apabila seorang di antara kalian shalat, maka sutrahnya adalah 
apabila di depannya semisal kayu yang terletak di belakang 
kendaraan. Dan apabila tidak ada di depannya semisal kayu yang 
terletak di belakang kendaraan, maka shalatnya akan terpotong oleh 
himar, wanita, dan anjing hitam. 'Sayabertanya, 'WahaiAbuDzar, 
mengapa harus anjing hitam, bukan anjing merah dan kuning?' Abu Dzar 
menjawab, `Wahai anak saudaraku, saya telah bertanya kepada 
Rasulullah  sebagaimana pertanyaanmu tadi, lalu jawab beliau, 
`Anjing hitam itu adalah setan. "' (Diriwayatkan Imam Muslim 510, 
Ahmad 5/ 149,155,156,161, Abu Dawud 702, Nasa'i 2/63, 64, Tirmidzi 
338, Ibnu Majah 952, Thabrani dalam Mu'jam ash-Shaghir 195, 505,1161 
dan Mu'jam al-Kabir 1632,1635,1636, Ibnu Khuzaimah 830, Darimi 
1/329, Ibnu Hibban 8383, 3385, 3388, Abdur Razzaq 4348, Thahawi 
1/458, Abu Awanah 2/46, 47) 

Imam Baihaqi berkata dalam Sunan Kubra (2/274) tentang hadits 
ini, "Kita berhujjah dengan sanad seperti hadits ini, dan hadits ini 
memiliki syahid yang shahih sepertinya."

Hadits Ketiga:
Dari Abdullah bin Mughaffal dari Nabi  bersabda, "Shalat seorang 
batal bila lewat di depannya wanita, anjing, dan khimar. " 
(Diriwayatkan Ibnu Majah 951, Ahmad 4/86, 5/57, Thahawi 1/458. 
Seluruh perawinya terpercaya, hanya saja dalam sanadnya terdapat 
`an`anah Hasan)

Hadits Keempat:
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu'anhu dari Nabi  bersabda, "Shalat 
seorang batal bila lewat di depannya anjing hitam dan wanita 
baligh. " (Diriwayatkan Abu Dawud 703, Nasa'i 2/ 64, Ibnu Majah 949, 
Ahmad 1/347, Ibnu Khuzaimah 832, Ibnu Hibban 2387, Baihaqi 2/374. 
Sanadnya shahih menurut syarat Muslim)

Dalam masalah ini ada beberapa riwayat lainnya dari Aisyah, Hakam 
bin Amr al-Ghifari, Anas bin Malik, dan Abdullah bin Amr. Lihat 
Sunan Tirmidzi (2/162), Nailul Authar (3/232).

Demikian pula banyak sekali atsar dari sahabat dan tabi'in yang 
memperkuat hadits ini, dari Anas, Ibnu Abbas, Zurarah bin Aufa, Abu 
Hurairah, Abul Ahwash; Makhul, Hasan Bashri, Ikrimah, Atha', dan 
sebagainya. (Lihat al­Mushannaf oleh Ibnu Abi Syaibah 1/281, Ahkam 
Sutrah oleh Muhammad Rizq Turhuni, 77-78)

C. JAWABAN ATAS KERANCUAN
Adapun ucapan Ulil -semoga Alloh memberinya hidayah-, "Bagaimana 
anda bisa membayangkan agama Islam yang kita hargai ini mengatakan 
shalat kita batal kalau di depan kita lewat perempuan, anjing, atau 
himar. Perempuan disetarakan dengan anjing dan himar saudara-
saudara!" Maka jawabannya dalam beberapa point sebagai berikut:

I . Beda Ahli Sunnah Dengan Ahli Filsafat
Lihatlah wahai saudaraku, bagaimana orang seperti Ulil menolak 
hadits Rasulullah  berdasarkan dalil ataukah dengan rasionya?! 
Seperti inikah sikap seorang muslim terhadap hadits?! Dengan enteng, 
dia berani mementahkan hadits hanya dengan ucapan "Menurutku"?! 
Apakah sikap seperti ini termasuk adab, wahai hambaAlloh?!

Imam Ibnul Qayyim berkata, "Termasuk adab terhadap Nabi  adalah 
dengan tidak mempermasalahkan sabda beliau tetapi mempermasalahkan 
pendapat, tidak menentang sabda beliau dengan analogi tetapi semua 
analogi dilempar karena tunduk terhadap nash, tidak mengubah makna 
sabda beliau dari hakikat aslinya hanya berdasar pada rasio ... 
Semua ini termasuk kurang adab terhadap beliau dan termasuk 
kelancangan yang sangat." (Madarijus Salikin 2/ 441~442)

Sepertinya rawi hadits, Abu Hurairah  , telah menyindir orang-orang 
seperti Ulil ini ketika beliau berucap:

Wahai anak saudaraku, apabila kamu mendengar suatu hadits dari 
Rasulullah  maka janganlah engkau membandingkannya dengan membuat 
permisalan. (Hasan. Riwayat Tirmidzi 79 dan Ibnu Maj ah 485)

Inilah perbedaan mendasar antara Ahli Sunnah dengan ahli filsafat 
semacam Ulil. 

Imam Ibnu Qayyim  berkata, "Mempertentangkan antara akal dengan naql 
(dalil) merupakan sumber kerusakan di alam semesta. Hal ini sangat 
berseberangan dengan dakwah para rasul, sebab mereka mengajak 
umatnya untuk mendahulukan wahyu di atas pen­dapat dan akal, maka 
terjadilah pertarungan antara pengikut rasul dan para penentangnya. 
Para pengikut rasul menda­hulukan wahyu di atas pendapat dan akal. 
Adapun pengikut Iblis dan sejawatnya, mendahulukan akal di atas 
wahyu." (Mukhtashar Shawa'iq Mursalah 1/209) [6]

2. Wanita = Hewan?!
a). Hadits ini bukan berarti celaan kepada kaum wanita atau 
menyetarakan kaum wanita dengan hewan. Sama sekalitidak! Bagaimana 
mungkin Nabi  yang mulia akan menyetarakan kaum wanita yang berakal 
lagi rnulia dengan hewan yang tidak memiliki akal.

Jadi, hadits ini hanya mengatakan bahwa shalat seorang itu batal 
bila lewat di depannya tiga hal; wanita, himar; dan anjing. Tidaklah 
dikatakan wanita itu setara dengan himar dan anjing. Disetarakannya 
wanita dengan himar dan anjing dalam suatu hukum tertentu (yakni mem­
batalkan shalat seorang) bukanlah berarti sama dalam segala seginya. 

Lebih jelasnya, coba anda perhatikan ayat-ayat berikut:

Mereka mengatakan, "Jumlah mereka (ashhabul kahfi) adalah iujuh 
orang, yang kedelapan adaldh anjingnya. " (QS. al-Kahfi: 22)

Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia, dan 
burung, lalu mereka itu diatur dengan tertib. (QS. an-Naml: 17)

Dan tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung 
yang terbang dengan sayapnya, me­lainkan umat-umat juga seperti kamu. 
(QS. al-An'am: 38)

Apakah komentar anda tentang ayat-ayat ini?! Apakah anda akan 
mengingkarinya karena Alloh menyetarakan antara manusia dengan 
hewan?!

b). Aneh orang ini, dia tidak merasa kalau dirinya terjatuh dalam 
kontradiksi nyata. Bukankah dia yang sering me­ngatakan, "Semua agama 
itu benar dan sama"?! Padahal Alloh telah berfirman:

Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepa­danya Taurat kemudian 
mereka tidak memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-
kitab yang tebal. (QS. al-Jumu'ah: 5)

Bila Alloh mengatakan bahwa mereka seperti himar, tetapi mengapa 
anda menyetarakannya dengan orang-orang Islam dengan ucapan yang 
sering anda dengung­dengungkan: "SemuaAgama Sama"?!

c). Dia ingin menampakkan dirinya sebagai pembela hak dan martabat 
wanita, namun apa timbangannya?! Islam ataukah barat? Dalam 
timbangan Ulil, menghargai hak wanita adalah dengan kebebasan, nikah 
beda agama, dan lainnya. Inikah Islam, wahai hamba Alloh?! Atau 
inikah makar musuh-musuh Alloh yang engkau kembangkan di Indonesia?! 
Wahai Alloh, lindungilah manusia dari kejahatannya! !

3. Wanita di Saudi Arabia
Ucapan kotor Ulil, "Inilah yang terjadi di Saudi Arabia, negeri 
Wahabi itu. Karena perempuan dianggap hewan, tidak boleh nyetir 
mobil. Itulah negeri Saudi Arabia, negeri Wahabi itu, apakah negeri 
semacam ini akan diikuti saudara ­saudara? ! "

a). InikahAdab?
Merupakan taqdir Alloh untuk membongkar kedok kesesatan orang ini, 
seringnya dia terjatuh dalam kontra­diksi. Sungguh saya dibuat 
tercengang oleh kontradiksinya yang banyak sekali.

Coba bandingkan ucapan di atas dengan ucapannya sendiri tatkala 
mengkritik Ahli Sunnah, "Saya teringat dengan komentar yang 
terhormat Dr. Quraish Shihab, beliau mengatakan bahwasanya -dengan 
penuh penghormatan kepada Pak Hartono dan kawan-kawannya- ada 
sedikit keku­rangan, yaitu adab, tata krama dalam berdebat, 
menggunakan kata-kata kasar, suka memurtadkan, suka mengkafirkan."

Aneh, apakah anda menganggap bahwa kata-kata anda di atas sesuai 
dengan adab, tata krama, dan tidak kasar?! Hanya kepadaAlloh kita 
mengadu semua ini.

b). Wanita Nyetir Mobil
Adapun ucapan Ulil "Karena perempuan dianggap hewan, tidak boleh 
nyetir mobil". Ini juga kontradiksi; sebab larangan nyetir mobil itu 
untuk menjaga kehormatan wanita. Sekiranya perempuan dianggap hewan 
oleh Saudi Arabia, tentu akan dibebaskan nyetir mobil seperti 
keinginan Ulil, yang sebenarnya juga keinginan musuh-musuh Islam?!

Sebenarnya, apa beratnya bagi pemerintah Saudi memberikan kebebasan 
kaum wanita nyetir mobil. Bukankah itu malah menguntungkan mereka?! 
Anda bisa membayang­kan, entah berapa banyak uang yang mereka 
keluarkan untuk mengambil sopir-sopir dari luar negeri -terbanyak 
adalah negeri kita Indonesia-. Namun, untuk membendung kerusakan 
yang lebih besar [7], mereka rela mengeluarkan dana yang cukup 
besar. Tidakkah anda menyadari hal itu?!

c).Keinginan Musuh-Musuh Islam
Orang-orang seperti Ulil ini telah tertipu dengan peman­dangan yang 
ada di negeri kafir barat. 

Dia menyangka. dengan kebebasan mengumbar nafsu, manusia akan 
menjadi rriulia. Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Syaikh al­
Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin usai mene­rangkan tentang 
masalah nyetir mobil bagi wanita, "Kalau sekiranya celaan ini keluar 
dari musuh-musuh Islam yang berusaha menghancurkan negeri yang 
sekarang menjadi benteng Islam ini, maka itu ringan dan tak aneh. 
Tetapi yang aneh apabila muncul dari orang-orang yang mengaku Islam,
yang tertipu dengan kemajuan teknologi negeri-negeri kafir, sehingga 
merekapun tertipu dengan akhlak yang mengeluarkan mereka dari 
keutamaan menuju kehinaan. Keadaan mereka ini seperti yang 
dilukiskan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Nuniyahnya:

Mereka lari dari kebebasan yang merupakan tujuan hidup mereka

Menuju kebebasan mengikuti hawa nafsu dan setan.

Mereka menyangka bahwa negeri-negeri kafir itu maju disebabkan 
kebebasan ini. Semua itu tidak lain kecuali ka­rena kejahilan mereka 
terhadap syari'at Islam dan keindahan ­keindahan yang tersimpan di 
dalamnya. Kita memohon kepada Alloh agar memberikan hidayah kepada 
kita dan mereka semua menuju kebaikan dunia dan akhirat." (Lihat 
Fiqh Nawazil3/369)

e). Penghormatan Kepada Kaum Wanita
Kaum wanita adalah makhluk Alloh yang mulia, memiliki kehormatan dan 
kedudukan yang tinggi dalam Islam. Oleh karenanya, sebagai negeri 
yang menerapkan syari'at Islam, Saudi Arabia memposisikan wanita 
dalam posisi yang mulia. Coba perhatikan apa yang dikatakan menteri 
dalam negeri, Amir Nayif bin Abdul Aziz pada masa Raja Abdul Aziz di 
kota Riyadh, malam Ahad 21/2/1420 H, "Pemerintah enggan bila wanita 
dijadikan sebagai barang murahan dan dijadikan bahan pembicaraan. 
Wanita adalah seorang ibu, saudari, putri, dan istri, semuanya 
adalah sahabat kita bersama dalam kehidupan ini. Oleh karenanya, 
kita harus memposisikannya dalam posisi mulia, yang sesuai dengan 
fithrahnya. Dia memiliki pekerjaan yang berbeda jauh dengan 
pekerjaan kaum laki-laki, sebagaimana dia diciptakan dengan sangat 
berbeda dari kaum lelaki. Setiap hal yang menyimpan kebaikan bagi 
wanita dan masyarakat tidaklah akan bertentangan dengan syari'at." 
Lanjutnya, "Setiap manusia harus menghormafi dirinya dan menghormati 
kaum wanita, sebab wanita adalah sete­ngah bagian dari kita. Mereka 
begitu mulia dalam pandangan kami." (Koran al-Jazirah edisi 
9748/23/2/1420 H. Dinukil dari buku al-Mar'ah baina Takrimil Islam 
wa Da'awi Tahrir oleh Muhammad bin Nashir al-Uraini, hal. 49-50)

Saya mencoba berpikir, apa sebabnya Ulil selalu dan selalu 
memojokkan SaudiArabia?! Saya membaca bahwa di balik itu ada sebuah 
tujuan, yaitu Islam. Sebab negara yang satu itu sekarang merupakan 
benteng Islam. Oleh sebab itu, pembelaan saya bukanlah karena negeri 
tersebut, tetapi pem­belaan terhadap Islam.

f). Bandingkan dengan Wanita Barat
Apa yang sebenarnya diinginkan oleh Ulil?! Dia meng­inginkan 
kebebasan seperti apa yang dia lihat di negeri­ negeri kafir barat. 
Aduhai, tidakkah dia mendengar jeritan para wanita di sana dan 
pengakuan tulus sebagian mereka tentang keindahan syari'at Islam dan 
rusaknya kehidupan mereka di balik topeng kebebasan?! Seorang 
wartawan wanita Amerika yang telah berkelana menjelajahi dunia 
pernah mengatakan, "Cegahlah campur baur antara pria dan wanita, 
ikatlah kebebasan wanita, kembalilah ke masa hijab. Hal ini lebih 
baik bagi kalian daripada kebebasan dan ke­edanan Eropa dan Amerika. 
Saya telah banyak menyaksikan banyak hal di Amerika, ternyata bangsa 
Amerika penuh dengan kebebasan yang mengakibatkan banyak korban."

Wartawan wanita Perancis juga berkata, "Saya menda­pati wanita 
muslimah Arab sangat lebih dihormati di rumahnya daripada wanita 
Eropa. Dan saya amat yakin bahwa seorang istri dan ibu dari mereka 
hidup berbahagia melebihi kebahagiaan kami." (Lihat al-Mar'ah baina 
Takrimil Islam wa Da'awi Tahrir hal. 28029)

Seorang kawanku bercerita bahwa ketika dirinya dulu sekolah di 
Amerika, sang guru dalam pengajarannya selalu melecehkan Islam dan 
menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang zhalim terhadap wanita. 
Suatu saat seorang siswi maju ke depan seraya mengatakan, "Guru kita 
ini selalu memojokkan Islam dan bahwasanya Islam tidak memberikan 
keadilan kepada kaum wanita, tetapi saya mendapatkan di Yahoo 
(sebuah situs terkenal) sensus perceraian di berbagai negara, 
ternyata perceraian di negara yang menjadi kiblat Islam (Saudi 
Arabia) paling sedikit jumlahnya dibandingkan negara-negara lainnya, 
termasuk negeri ini (Amerika). Maka saya menilai bahwa di dalam 
Islam terdapat undang-undang yang lebih baik daripada undang-undang 
kita!"

Ucapan tadi langsung disambut tepuk tangan oleh kawan­kawan 
sekelasnya. Kawanku berkomentar kepada teman muslim lainnya, "Wanita 
kafir bisa membela Islam, sedang­kan kita tidak bisa membela. Sungguh 
ini suatu hal yang mengherankan!"

D. KONTRADIKSI ADAB
Abdul Muqsith berkata, "Tak terjaga, saya membaca dalam kitab ini 
bagaimana seorang beriman bisa menyatakan si Jompo si Nuriyah Abdur 
Rahman Wahid. Seorang beriman tidak mungkin bisa mengeluarkan kata 
ini. Itu kalau Pak Hartono masih percaya kepada Alloh dan Rasul. 
Kecuali kalau Pak Hartono mengambil pilihan untuk tidak percaya 
alias murtad."

Ulil menambahkan, "Kalau Saudara Ahmad Jaiz ini, Ahmad yang boleh-
boleh saja, jaiz `kan boleh-boleh saja, Hartono Ahmad Jaiz boleh-
boleh saja. Menurut Ahmad Hartono tadi, menyebut Ibu Sinta Nuriyah, 
isterinya Gus Dur yang jompo itu, itu jelas masuk dalam kategori 
ayat:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum meng­olok-
ngolokkan kaum yang lain, boleh jadi mereka (yang diolok­olok) lebih 
baik dari yang mengolok (QS. al-Hujurat: 11) Enggak boleh kita 
menyebut-nyebut dengan jelek sesama muslim meskipun berbeda 
pendapat. Kalau saudara kita yang Wahabi ini mengatakan bahwa ada 
akhlaq syar'i, apakah itu bukan akhlaq syar'i?! Menyebut seorang 
muslimah dengan sebutan yang merendahkan. Itulah sebetulnya yang 
saya kritik."

JAWABAN
1. Senjata Penentang Dakwah
Saya lebih memilih kritikan di atas daripada kritikan lainnya, sebab 
menurut penilaian saya bahwa kritikan ini perlu mendapatkan 
perhatian khusus dari lainnya, sebab masalah adab dan tata krama 
adalah senjata yang sering dihunuskan oleh para penentang dakwah 
sekarang ini, lebih jelas lagi kalau kita perhatikan ucapan Ulil 
yang telah lalu. Katanya, "Saya teringat dengan komentar yang 
terhormat Dr. Quraish Shihab, beliau mengatakan bahwa salah satu 
kekurangan -dengan penuh penghormatan kepada Pak Hartono dan kawan-
kawannya- ada sedikit kekurangan, yaitu adab, tata krama dalam 
berdebat, menggunakan kata­kata kasar, suka memurtadkan orang, suka 
mengkafirkan."

2.Kontradiksi
Tetapi saya pribadi menilai bahwa kritikan dua orang di atas (Ulil 
Abshar Abdalla dan Abdul Muqsith) hanyalah lari dari inti pokok 
permasalahan dan mencari-cari celah kesalahan untuk membela diri dan 
menjatuhkan lawan. Sebab kalau kita perhatikan adab mereka, ternyata 
amat jauh dari adab Islami. Sungguh tepat sekali firman Alloh:

Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaikan sedangkan kamu 
melupakan dirimu sendiri. (QS. al­Baqarah: 44)

Agar lebih jelas masalah ini maka perhatikanlah ke­terangan berikut:

a. Mengubah Kata
Menurut jawaban Ust. Hartono bahwa tuduhan Abdul Muqsith kalau 
dirinya mengatakan Siti Nuriyah dengan kata "si Jompo" adalah sebuah 
penyelewengan kata. Teks yang benar adalah "yang sudah jompo" (lihat 
bukunya hal. 106). Sedangkan kita -orang Indonesia- tahu semua bahwa 
antara dua kata tersebut ada perbedaan yang sangat tajam.

Sekarang katakanlah padaku, apakah perbuatan semacam ini termasuk 
adab Islami?! Mengubah ucapan orang dan melemparkan tuduhan?! Lantas 
siapakah yang pantas disebut manusia beradab, wahai saudaraku?!

Faedah
Termasuk juga kebohongan Abdul Muqsith yang harus kita bongkar di 
sini, adalah ucapannya tentang nikah beda agama, "Kalau di dalam al-
Qur' an diperbolehkan nikah beda agama, maka Pak Hartono 
mengharamkannya. Pak Hartono di sini sedang menciptakan syari'at 
baru, yang mestinya itu tidak dilakukan." Lalu dia menukil atsar 
Umar  yang menegur Hudzaifah  tatkala menikah dengan wanita ahli 
kitab, lalu Hudzaifah berkata, "Apakah engkau mengharamkannya?"Jawab 
Umar, "Tidak." (Buka Mafatihul Ghaib juz 3 hal. 63)

Dia juga mengatakan, "Tidak ada dalil yang melarang nikah beda 
agama." Saya berkata, ucapan ini adalah kebohongan di atas 
kebohongan.

Pertama: Kebohongan terhadap al-Qur'an. Karena al­Qur' an tidak 
pernah membolehkan nikah beda agama dalam artian seorang laki-laki 
non muslim menikahi wanita muslimah, bahkan al-Qur'an dengan tegas 
mengharamkannya (lihat QS. al-Baqarah: 221 dan al-Mumtahanah: 10). 
Yang dibolehkan, lelaki muslim menikahi wanita ahli kitab (QS. al­
Ma'idah: 5).

Kedua: Kebohongan terhadap Umar bin Khaththab  karena beliau juga 
mengharamkan nikah beda agama, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Jarir 
dalam Tafsirnya (4/366) bahwa Umar  berkata, "Lelaki muslim boleh 
menikah dengan wanita Nasrani, tetapi lelaki Nasrani tidak boleh 
menikah dengan wanita muslimah." Lalu Ibnu Jarir berkata, "Atsar ini 
lebih shahih dari atsar sebelumnya (kisah Hudzaifah)." (Lihat pula 
Tafsir Ibnu Katsir 1/587)

Ketiga: Kebohongan terhadap Fakhrur Razi dalam Mafatihul Ghaib, 
sebab beliau juga mengharamkan nikah beda agama. Setelah membawakan 
atsar Hudzaifah  di atas dalam Tafsirnya 2/231, beliau mengiringinya 
langsung dengan hadits Jabir  bahwa Nabi  bersabda, "Kita boleh 
menikah dengan wanita ahli kitab, tetapi mereka tidak boleh menikah 
dengan wanita kita."[8]

Lebih jelas lagi, beliau mengatakan dalam lembar berikutnya 
(2/232), "Adapun firman Alloh `Dan janganlah kamu menikahkan orang-
orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman' 
tidaklah ada perselisihan bahwa maksud musyrik di sini adalah umum 
(baik ahli kitab maupun bukan). Maka, tidak halal wanita mukminah 
dinikahkan dengan pria kafir sama sekali, apa pun jenis 
kekufurannya."

Wahai hamba Alloh! Mengapa engkau sembunyikan ucapan ini?! Di 
manakah kejujuranmu?!

b.Inshaf dan Keadilan
Masih menurut pengakuan Ust. Hartono bahwa diri­nya tidaklah 
bermaksud menjelekkan dengan kata tersebut tetapi hanya menceritakan 
keadaan, sebagaimana hal itu adalah hasil pengalamannya sebagai 
wartawan. Dengan demikian, kita tidak bisa menghukuminya masuk dalam 
kategori celaan yang dimaksud dalam surat al-Hujurat: 11, sebab para 
ulama menerangkan bahwa larangan tersebut apabila maksud orang yang 
melontarkannya adalah mencela atau orang yang disifati tersebut 
tidak ridha dengannya. (Lihat Tafsir al-Qurthubi 16/329, Muqaddimah 
Nuzhatul Albab filAlqab oleh Ibnu Hajar, Bahjatun Nazhirin oleh 
Salim al-Hilali 3/49)

Bukankah dalam ayat al-Qur'an juga disebutkan: Karena telah datang 
seorang yang buta kepadanya.(QS Abasa: 2)

Aisyah juga berkata tentang Saudah, "Dia adalah seorang wanita yang 
besar dan gemuk badannya." (HR. Muslim 294). Abdullah bin Sarjis 
berkata, "Saya melihat ashla' (seorang yang botak) Umar bin 
Khaththab." (HR. Muslim 250). Dan lain contoh yang banyak sekali.

Abu Hatim ar-Razi berkata, "Menceritakan kami Abadah bin Abdur 
Rahim, `Saya bertanya kepada Abdullah bin Mubarak tentang ucapan 
seorang, `Humaid ath-Thawil (tinggi), Humaid al-A'raj (pincang),' 
maka dia menjawab, `Apabila dia bermaksud untuk mensifati kedaannya 
dan tidak bermaksud mencelanya maka tidak apa-apa. "' (Muqaddimah 
Nuzhatul Albab)

Sekalipun dengan inshaf dan adil tetap saya katakan: Alangkah 
baiknya bila kata tersebut (yang telah jompo) ditinggalkan, agar 
tidak menimbulkan fitnah, apalagi tidak ada kebutuhan yang mendesak 
untuk mensifatinya dengan kata tersebut. Wallohu A'lam.

c. Senjata Makan Tuan
Aneh, mengapa kita jauh-jauh mengkritik orang lain, tetapi lupa 
terhadap diri kita sendiri?! Bukankah Ulil berkata, "Dalam sejarah 
Islam ada dua kelompok yang menimbulkan keributan dalam Islam .... 
Yang kedua: Salah satu kelompok yang berbahaya; yang menimbulkan 
kerusakan buat Islam adalah orang yang disebut sebagai Hasyawiyun
[9], artinya orang-orang pinggiran, orang-orang yang tidak mengerti 
agama sebetulnya, yang biasanya hanya bermodal satu dua hadits, ayat 
Qur'an, kemudian dengan mudah menuduh orang yang berbeda pendapat 
kafir. Saya khawatir mas Hartono ini versi modern dari orang-orang 
Hasyawiyin."

Dia juga mengatakan, "Itulah cerminan Wahabi, dangkal, mengingkari 
akal, sedikit-sedikit al-Qur'an dan Hadits", "Tadi teman kita yang 
Wahabi ini." "Menurut Hartono Ahmad Jaiz, Ahmad yang boleh-boleh 
saja." Lebih ngeri lagi ucapan Ulil menanggapi 11 keputusan fatwa 
MUI [10], "Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) itu sangat konyol, 
tidak masuk akal, dan tolol." (Majalah Cahaya Nabawi edisi 33/Th. 
III Sya'ban 1426 H/hal. 50)

Maka pikirkankanlah sendiri, wahai saudara pembaca, betapa 
terbaliknya orang ini!! Wallohul Musta'an.

3. Luasnya Adab
Harus kita pahami bahwa adab tidaklah terbatas pada hubungan antara 
sesama manusia, karena adab mempunyai ruang lingkup yang luas, 
meliputi adab terhadap Alloh, rasul­Nya, dan sesama manusia. (Lihat 
Madarijus Salikin oleh Ibnu Qayyim, 2/427-448)

Maka khabarkanlah padaku, apakah termasuk adab kepada Alloh ucapan 
Abdul Muqsith, "Anjing akbar, tidak ada yang salah dengan pernyataan 
itu. Apa yang salah, sama sekali tidak ada yang salah. Itu kalau 
diniati anjing itu adalah Alloh." "Syari'at Muhammad tidak 
sempurna." Dan ucapan Ulil, "Tidak ada hukum Tuhan", "Khamr bisa 
jadi halal di Rusia karena udaranya dingin sekali", "Semua agama 
benar"? !

Anggaplah Ust. Hartono salah ketika menyebut istri Gus Dur 
dengan "yang telah jompo" tetapi apabila diban­dingkan dengan ucapan-
ucapan kufur yang keji dan kotor di atas, manakah yang jauh lebih 
tidak beradab, wahai hamba Alloh? !   Oleh karena itu, dapat kita 
simpulkan bahwa kedua orang tersebut, Ulil Abshar Abdalla dan Abdul 
Muqsith, adalah manusia tidak beradab dan sangat jauh dari adab 
Islami.

4. Barometer Adab
Nampaknya, timbangan adab yang dipakai oleh Ulil dan kawannya adalah 
timbangan adab yang keliru, sehingga dalam pandangannya adab adalah 
toleransi terhadap se­sama, termasuk kepada non muslim dan ahli 
bid'ah. Kalau timbangan Ulil seperti ini, berarti dia lebih beradab 
daripada Rasulullah, sahabatnya, dan para ulama, sebab Alloh 
berfirman: Muhammad itu adalah utusanAlloh dan orang-orang yang 
bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi 
berkasih sayang sesama mereka. (QS. al-Fath: 29)

Akankah kita katakan bahwa Nabi  dan para sahabatnya tidak 
beradab,lantaran keras terhadap orang­orang kafir?!  Perhatikan pula 
ucapan Imam Syafi'i tatkala bersikap keras terhadap ahli 
kalam/filsafat semacam Ulil, "Hukumanku bagi ahli kalam adalah 
dipukul dengan pelepah kurma dan sandal, sembari diarak keliling 
seraya dikatakan kepada khayalak: Inilah hukuman orang yang 
berpaling dari al­Qur'an dan Sunnah menuju ilmu kalam." (Majmu' 
Fatawa 4/ 298). Akankah kita katakan.Imam Syafi'i tidak beradab 
lantaran keras terhadap ahli filsafat?!

Akhirnya, kita berdo'a kepadaAlloh agar memberikan hidayah kepada 
kita semua dan menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang 
diselamatkan dari fitnah syubhat dan syahwat. Amiin. .:.

Foote Note
[1] Ini adalah suatu kekeliruan, sebab Imam Bukhari tidak 
meriwayatkannya, sebagaimana akan datang penjelasan 
[2] Meminjam ucapan Abdul Muqsith Ghazali, M.A. -dengan sedikit 
penyesuaian-, kawan dialog Ulil Abshar tatkala mengkritik Ust. 
Hartono Ahmad Jaiz.
[3] Sebenarnya banyak sekali point-point lain untuk membantah 
syubhat ini. Lihat secara panjang lebar bantahannya dalam kitab 
Ihtimam al­Muhadditsin bi Naqdil Hadits Sanadan wa Matan wa Dahdzi 
Maza'im al-Mustasyriqin wa Atbaa'ihim (Upaya Ahli Hadits Dalam 
Ktitik Sanad dan Matan, Serta Bantahan Terhadap Tuduhan Para 
Orientalis dan Antek-Anteknya) oleh Dr. Muhammad Luqman as-Salafi. 
[4] Dinukil dari Jinayah Syaikh al-Ghazali, Asyraf bin Abdul Maqsudh 
(hal. 283-284) dan Ahkam Sutrah oleh Muhammad bin Rizq Thurhuni. 
[5] Al-Hafizh Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata, "Telah shahih dari 
Nabi  bahwa beliau bersabda, `Shalatseorang batal bila lewat di 
depannya wanita, himar, dan anjing.' Hal itu shahih diriwayatkan 
dari jalur Abu Dzar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, dan Abdullah bin 
Mughaffal. Yang menyelisihi hadits ini ada dua kemungkinan; shahih 
tapi tidak sharih (tidak jelas) atau sharih (jelas) tapi tidak 
shahih. Maka tidak boleh kita meninggalkan hadits shahih hanya 
karena dalil yang seperti ini keadaannya." (Zadul Ma'ad 1/296)
[6]Lihat tulisan Ustadzuna Abu Aisyah -hafizhahulloh- "Kedudukan 
Akal Dalam Islam" dalam Majalah AL FURQON Edisi 4/Thn. IV
[7] Lihat fatwa-fatwa para ulama: Syaikh Abdul Aziz bin Baz, 
Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Shalih al-Fauzan, dan lain-lain tentang 
masalah ini dalam Fiqh Nawazil (3/363-369) oleh Dr. Muhammad bin 
Husain al-Jizani dan buku Qiyadah Sayyarah lil Mar'ah oleh Amir 
Nayif bin Abdul Aziz.
[8] Ibnu Jarir berkata dalam Tafsirnya (4/367), "Sanad hadits ini, 
sekalipun ada pembicaraan, namun kebenaran isinya merupakan ijma' 
umat." Dan dinukil Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (1/587).
[9]Imam Abu Hatim ar-Razi berkata, "Tanda-tanda ahli bid' ah adalah 
mencela ahli atsar (orang-orang yang mengikuti dalil). Dan tanda 
orang-orang zindiq adalah menggelari ahli atsar dengan Hasyawiyah, 
mereka menginginkan untuk menolak atsar/dalil " (Aqidah Salaf 
Ashhabul Hadits hal. 304)
[10] Fatwa yang paling membuat kordinator JIL ini `kebakaran 
jenggot' adalah masalah pengharaman atas aliran Ahmadiyah, haramnya 
nikah beda agama, serta haramnya pemikiran liberalisme, sekulerisme, 
dan pluralisme.
 
[Disalin dari majalah Al Furqon, Edisi: 6 Tahun V / Muharram 1427 / 
Februari 2006]




Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke