SEGALA SESUATU TELAH DITENTUKAN DAN MANUSIA DIBERI PILIHAN

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin
Sumber http://www.almanhaj.or.id

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ditanya : "Tentang Qadar ; apakah
pokok perbuatan telah di takdirkan, sementara manusia diberi kebebasan
memilih (punya kebebasan) cara pelaksanaannya ? Sebagai contoh apabila Allah
telah mentakdirkan seorang hamba untuk membangun masjid, maka dia pasti
membangun masjid, akan tetapi Dia (Allah) membiarkan akalnya untuk memilih
cara membangun. Begitu juga, apabila Allah telah mentakdirkan kema'syiatan,
maka manusia sudah barang tentu melakukannya, akan tetapi Dia membiarkan
akalnya untuk memilih cara melaksanakannya. Ringkasnya manusia itu diberi
kebebasan memilih cara melaksanakan sesuatu yang telah ditakdirkan
kepadanya. Apakah itu benar ?"

Jawaban
Masalah ini (Qadar) memang menjadi pusat perdebatan di kalangan umat manusia
sejak zaman dahulu. Oleh karena itu, dalam hal ini mereka dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu dua kelompok saling
kontroversial dan satu kelompok sebagai penengah.

Kelompok Pertama.
Memandang pada keumuman Qadar Allah, sehingga dia buta tentang kebebasan
memilih hamba. Dia mengatakan : "Sesungguhnya dia dipaksa dalam segala
perbuatannya dan tidak mempunyai kebebasan memilih jalannya sendiri. Maka
jatuhnya seseorang dari atap bersama angin dan sebagainya sama dengan turun
dari atap tersebut dengan tangga sesuai dengan pilihannya sendiri.

Kelompok Kedua.
Memandang bahwa seorang hamba melakukan dan meninggalkan sesuatu dengan
pilihannya sendiri, sehingga dia buta dari Qadar Allah. Dia mengatakan bahwa
seorang hamba bebas memilih semua perbuatannya dan tidak ada hubungannya
dengan Qadar Allah.

Kelompok Penengah.
Maka mereka melihat dua sebab. Mereka memandang pada keumuman Qadar Allah
dan sekaligus kebebasan memilih hamba-Nya. Maka mereka mengatakan :
"Sesungguhnya perbuatan hamba terjadi karena Qadar Allah dan dengan pilihan
hamba itu sendiri. Dia tentu tahu perbedaan antara jatuhnya seseorang dari
atap karena angin dan semisalnya dengan turun melalui tangga atas pilihannya
sendiri. Yang pertama adalah orang yang melakukannya diluar pilihannya dan
yang kedua dengan pilihannya sendiri. Masing-masing dari keduanya terjadi
karena Qadha' dan Qadar Allah yang tidak akan terjadi dalam kerajaan-Nya apa
yang tidak Dia kehendaki, akan tetapi sesuatu yang terjadi dengan pilihan
seorang berhubungan dengan taklif (pembebanan/hukum) dan dia tidak punya
alasan Qadar dalam melanggar apa yang telah dibebankan kepadanya, baik
berupa perintah maupun larangan. Karena dia melakukan sesuatu yang menyalahi
(hukum Allah) dan ketika melakukannya dia belum tahu apa yang ditakdirkan
kepadanya. Maka perlakuan tersebut menjadi sebab siksaan, baik di dunia
maupun di akhirat. Oleh karena itu, ketika dia dipaksa oleh seseorang untuk
melakukan sesuatu yang menyalahi (hukum Allah), maka tidak ada hukum dan
siksaan atas perbuatan tersebut karena keterpaksaannya, Apabila manusia
mengetahui bahwa melarikan diri dari api ke tempat yang lebih aman adalah
pilihannya sendiri dan bahwa kedatangan ke rumah bagus, luas dan layak
tinggal juga merupakan pilihannya, di sisi lain dia juga meyakini bahwa
melarikan diri dan kedatangan tersebut terjadi karena Qadha' dan Qadar
Allah. Sedangkan tetap tinggal (di rumah tersebut) sehingga ditelan api dan
ketelatannya untuk menempati rumah dapat dikatakan menyia-nyiakan kesempatan
yang berakibat penyesalan. Maka kenapa dia tidak memahami ini dalam hal
kecerobohannya dengan meninggalkan sebab-sebab yang bisa menyelamatkan
dirinya dari neraka akhirat dan menggiringnya untuk masuk jannah.?

Adapun gambaran bahwa ketika Allah telah mentakdirkan seorang hamba untuk
membangun masjid, maka dia pasti akan membangun masjid, akan tetapi Dia
(Allah) membiarkan akalnya dalam menentukan cara membangun, adalah gambaran
yang kurang tepat. Karena gambaran tersebut mengindikasikan bahwa cara
membangun adalah kebebasan akal dan tidak terkait dengan Qadar Allah di
dalamnya dan sumber pikiran (untuk membangun) semata-mata karena kekuasaan
Qadar dan tidak ada kaitannya pilihan (hamba) di dalamnya. Hal yang benar
adalah sumber pikiran membangun merupakan bagian dari pilihan manusia karena
dia tidak dipaksakan, sebagaimana dia tidak dipaksa untuk merenovasi
rumahnya atau membongkarnya, Akan tetapi munculnya pikiran tersebut,
sebenarnya telah ditakdirkan oleh Allah tanpa ia sadari, karena dia belum
tahu bahwa Allah telah mentakdirkan apapun kecuali setelah terjadinya,
karena Qadar itu rahasia dan tertutup yang tak dapat diketahui kecuali
melalui petunjuk Allah dalam bentuk wahyu atau kejadian nyata. Begitu juga
cara membangun tetap dalam Qadar Allah, karena Allah telah menetapkan segala
sesuatu, baik secara global maupun rinci dan tidak mungkin menusia bisa
memilih sesuatu yang tidak dikehendaki dan ditetapkan Allah, akan tetapi
bila seseorang memilih sesuatu dan melakukannnya maka dia baru tahu dengan
yakin bahwa hal tersebut telah ditetapkan Allah. Dengan demikian, manusia
diberi kebebasan memilih berbagai sebab nyata yang telah ditetapkan Allah
sebagai sebab terjadinya perbuatan dan ketika melakukannya manusia tidak
merasa dipaksa oleh siapapun. Akan tetapi, bila dia telah melakukan
perbuatan tersebut berdasarkan sebab-sebab yang telah dijadikan Allah
sebagai sebab, maka kita baru tahu dengan yakin bahwa Allah telah
menetapkannya (mentadkdirkan), baik secara global maupun rinci.

Demikian juga, kami bisa berbicara tentang perbuatan ma'siyat manusia,
dimana kamu mengatakan : "Sesungguhnya Allah telah mentakdirkan kepadanya
perbuatan ma'siyat, sehingga dia pasti melakukannya. Akan tetapi Dia (Allah)
membiarkan (menyerahkan) kepada akalnya tentang cara pelaksanaannya".

Maka dalam hal ini, kami katakan sebagaimana yang telah kami sampaiakan
dalam hal pembangunan masjid di atas ; Sesungguhnya Qadar Allah kepadanya
untuk melakukan ma'siyat tidak berarti menghilangkan kebebasan (memilih)nya.
Karena ketika dia memilih perbuatan tersebut (ma'siyat) dia belum tahu apa
yang ditakdirkan Allah kepadanya, lalu dia melakukan perbuatan tersebut
sesuai dengan pilihannya dan tidak merasa dipaksa oleh siapapun. Akan tetapi
ketika dia telah melakukannya, maka kita baru mengetahui bahwa Allah telah
mentakdirkan perbuatan tersebut kepadanya. begitu juga, cara pelaksanaan
mas'iyat dan proses menuju ke sana yang terjadi dengan pilihan manusia tidak
berarti menghilangkan Qadar Allah. Karena Allah telah mentakdirkan segala
sesuatu, baik secara global maupun rinci dan telah menetapkan sebab-sebab
menuju ke sana dan seluruh perbuatan-Nya tidak terlepas dari Qadar-Nya dan
begitu juga perbuatan hamba-Nya, baik yang bersifat ikhtiyari (sesuai
pilihan) maupun idhthirari (terpaksa), 

Allah berfirman.

"Artinya : Apakah kamu belum tahu bahwa Allah mengetahui apa yang ada di
langit dan bumi, sesungguhnya hal itu telah ada dalam Kitab, sesungguhnya
itu bagi Allah sangat mudah" [Al-Hajj : 70]

Allah juga berfirman.

"Artinya : Begitu juga Aku telah menjadikan bagi setiap nabi musuh yang
berupa syetan-syetan dari bangsa Manusia dan Jin yang sebagian menyampaikan
kepada sebagian lain ucapan palsu. Dan apabila Rabb-mu menghendaki, maka
mereka tidak melakukannya (kebohongan). Maka tinggalkanlah mereka dan
kebohongannya" [Al-An'am : 12]

Allah juga berfirman.

"Artinya : Begitu juga Allah telah menghiasi kebanyakan orang-orang musyrik
dengan pembunuhan anak-anak mereka kepada teman-teman mereka untuk menarik
mereka dan meremangkan agama mereka. Apabila Allah menghendaki, maka mereka
tidak melakukannya. Maka tinggalkanlah mereka dan kebohongan mereka"
[Al-An'am : 137]

Dia juga berfirman.

"Artinya : Kalau Allah menghendaki, maka tidaklah saling membunuh
orang-orang setelah mereka setelah datang penjelasan kepada mereka. Akan
tetapi mereka saling berselisih, sehingga sebagian mereka ada yang beriman
dan sebagian ada yang kafir. Kalau Allah menghendaki, maka mereka tidak
saling membunuh" [Al-Baqarah : 253]

Setelah itu, maka sebaiknya seseorang tidak membicarakan dengan diri sendiri
atau dengan orang lain tentang persoalan seperti ini yang akan berakibat
gangguan dan menimbulkan prasangka adanya pertentangan antara Syari'ah
dengan Qadar. Karena hal itu bukanlah merupakan kebiasaan sahabat, padahal
mereka orang yang paling semangat untuk mengetahui berbagai kebenaran dan
lebih dekat dengan nara sumber dan pemecahan kesedihan. Disebutkan dalam
Shahihul Bukhari dari Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda.

"Artinya : Tak seorangpun dari kamu kecuali telah tertulis tempatnya di
surga atau tempatnya di neraka" Kemudian (sahabat) bertanya : "Ya
Rasulullah, apakah kita tidak menyerah saja" (Dalam suatu riwayat disebutkan
:'Apakah kita tidak menyerah saja pada catatan kita dan meninggalkan amal).
Beliau menjawab : "Jangan, beramallah, setiap orang dipermudah (menuju
takdirnya)". (Dalam suatu riwayat disebutkan : "Beramallah, karena setiap
orang dipermudah menuju sesuatu yang telah diciptakan untuknya"). Orang yang
termasuk ahli kebahagian, maka dia dipermudah menuju perbuatan ahli
kebahagiaan. Adapun orang yang termasuk ahli celaka, maka dia dipermudah
menuju perbuatan ahli celaka". Kemudian beliau membaca ayat : "Adapun orang
yang memberi dan bertaqwa dan membenarkan kebaikan, maka Aku akan
mempermudahnya menuju kemudahan. Adapun orang yang bakhil dan menumpuk
kekayaan dan mebohongkan kebaikan, maka Aku akan mempermudahnya menuju
kesulitan".

Dari hadits di atas, jelaslah bahwa Nabi melarang sikap menyerah pada
catatan (takdir) dan meninggalkan beramal, karena tak ada peluang untuk
mengetahuinya dan beliau menyuruh hamba untuk berbuat semampu mungkin, yang
berupa amal. Beliau mengambil dalil dengan ayat yang menunjukkan bahwa orang
yang beramal shalih dan beriman, amal dia akan dipermudah menuju kemudahan.
Ini merupakan obat yang berharga dan mujarab, di mana seorang hamba akan
mendapatkan puncak kesejahteraan dan kebahagiaannya dengan mendorong untuk
beramal shalih yang dibangun di atas landasan iman dan dia akan bergembira
dengannya karena ia akan didekatkan dengan taufiq menuju kemudahan di dunia
dan akhirat.

Saya memohon kepada Allah agar memberikan taufiq kepada kita semua untuk
melakukan amal shalih dan mempermudah kita menuju kemudahan dan menajauhkan
kita dari kesulitan dan mengampuni dia akhirat dan dunia. Sesungguhnya Dia
Maha Pemurah lagi Maha Mulia.


[Disalin kitab Al-Qadha' wal Qadar edisi Indonesia Tanya Jawab Tentang Qadha
dan Qadar, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin', terbitan Pustaka
At-Tibyan, penerjemah Abu Idris]

 

KEUTAMAAN DAN KEMULIAAN DO'A


Oleh
Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih
Bagian Pertama dari Tiga Tulisan [1/3]





[1]. Do'a adalah ibadah berdasarkan firman Allah :

"Artinya : Berdo'alah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan
masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". [Ghafir : 60].

Imam Hafizh Ibnu Hajar menuturkan bahwa Syaikh Taqiyuddin Subki berkata :
Yang dimaksud doa dalam ayat di atas adalah doa yang bersifat permohonan,
dan ayat berikutnya 'an 'ibaadatiy menunjukkan bahwa berdoa lebih khusus
daripada beribadah, artinya barangsiapa sombong tidak mau beribadah, maka
pasti sombong tidak mau berdoa.

Dengan demikian ancaman ditujukan kepada orang yang meninggalkan doa karena
sombong dan barangsiapa melakukan perbuatan itu, maka dia telah kafir.
Adapun orang yang tidak berdoa karena sesuatu alasan, maka tidak terkena
ancaman tersebut. Walaupun demikian memperbanyak doa tetap lebih baik
daripada meninggalkannya sebab dalil-dalil yang menganjurkan berdoa cukup
banyak. [Fathul Bari 11/98].

Dari Nu'man bin Basyir bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda :

"Artinya : Doa adalah ibadah", kemudian beliau membaca ayat : "Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu". [Ghafir : 60].

Imam Hafizh Ibnu Hajar menuturkan bahwa Imam At-Thaibi berkata : Sebaiknya
hadits Nu'man di atas difahami secara arti bahasa, artinya berdoa adalah
memperlihatkan sikap berserah diri dan membutuhkan Allah, karena tidak
dianjurkan ibadah melainkan untuk berserah diri dan tunduk kepada Pencipta
serta merasa butuh kepada Allah. Oleh karena itu Allah mengakhiri ayat
tersebut dengan firman-Nya : "Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembahKu". Dalam ayat ini orang yang tidak mau tunduk dan
berserah diri kepada Allah disebut orang-orang yang sombong, sehingga berdoa
mempunyai keutamaan di dalam ibadah, dan ancaman bagi mereka yang tidak mau
berdoa adalah hina dina. [Fathul Bari 11/98].

Catatan :

Hadits yang berbunyi :

"Artinya : Doa adalah initi ibadah" [Hadits Dhaif]
[Didhaifkan Al-Albani, Ta'liq 'ala Misykatul Masabiih 2/693 No. 2231]

[2]. Doa adalah ibadah yang paling mulia di sisi Allah, dari Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :

"Artinya : Tidak ada sesuatu yang paling mulia di sisi Allah daripada doa".
[Sunan At-Timidzi, bab Do'a 12/263, Sunan Ibnu Majah, bab Do'a 2/341 No.
3874. Musnad Ahmad 2/362].

Syaikh Al-Mubarak Furi berkata bahwa makna hadits tersebut adalah tidak ada
sesuatu ibadah qauliyah (ucapan) yang lebih mulia di sisi Allah daripada
doa, sebab membandingkan sesuatu harus sesuai dengan substansinya. Sehingga
pendapat yang mengatakan bahwa shalat adalah ibadah badaniyah yang paling
utama sehingga hal ini tidak bertentangan dengan firman Allah.

"Artinya : Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu". [Al-Hujurat : 13].

[3]. Allah murka terhadap orang-orang yang meninggalkan doa, berdasarkan
hadits bahwa Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu berkata bahwasanya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah akan
memurkainya". [Sunan At-Tirmidzi, bab Do'a 12/267-268].

Imam Hafizh Ibnu Hajar menuturkan bahwa Imam At-Thaibi berkata : "Makna
hadits di atas yaitu barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Dia
akan murka begitu pula sebaliknya Dia sangat senang apabila diminta
hamba-Nya". [Fathul Bari 11/98]

Imam Al-Mubarak Furi berkata bahwa orang yang meninggalkan doa berarti
sombong dan merasa tidak membutuhkan Allah.

Imam At-Thaibi berkata bahwa Allah sangat senang tatkala dimintai
karunia-Nya, maka barangsiapa yang tidak memohon kepada Allah, maka berhak
mendapat murka-Nya.

Dari hadits di atas menunjukkan bahwa permohonan hamba kepada Allah
merupakan kewajiban yang paling agung dan paling utama, karena menghindar
dari murka Allah adalah suatu yang menjadi keharusan. [Mura'atul Mashabih
7/358]

[4]. Doa mampu menolak takdir Allah, berdasarkan hadits dari Salman
Al-Farisi Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda.

"Artinya : Tidak ada yang mampu menolak takdir kecuali doa". [Sunan
At-Tirmidzi, bab Qadar 8/305-306]

Syaikh Al-Mubarak Furi berkata bahwa yang dimaksud adalah, takdir yang
tergantung pada doa dan berdoa bisa menjadi sebab tertolaknya takdir karena
takdir tidak bertolak belakang dengan masalah sebab akibat, boleh jadi
terjadinya sesuatu menjadi penyebab terjadi atau tidaknya sesuatu yang lain
termasuk takdir. Suatu contoh berdoa agar terhindar dari musibah, keduanya
adalah takdir Allah. Boleh jadi seseorang ditakdirkan tidak berdoa sehingga
terkena musibah dan seandainya dia berdoa, mungkin tidak terkena musibah,
sehingga doa ibarat tameng dan musibah laksana panah. [Mura'atul Mafatih
7/354-355].

Syaikh Utsaimin ditanya : "Kita sering mendengar orang berdoa : Ya Allah
kami tidak memohon agar takdir kami dirubah akan tetapi kami meminta
kelembutan dalam takdir tersebut. Apakah doa tersebut dibolehkan .?"

Jawaban :
Berdoa seperti itu dilarang dan haram sebab doa bisa merubah takdir seperti
yang telah disebutkan dalam hadits di atas. Bahkan orang yang berdoa seperti
itu menantang Allah dan seakan mengatakan : "Ya Allah takdirkanlah kepadaku
apa saja yang Engkau kehendaki tetapi berilah kelembutan dalam takdir
tersebut".

Seharusnya orang yang berdoa berketetapan hati dalam doanya, seperti berdoa
: Ya Allah kami memohon rahmat-Mu dan kami berlindung dari siksaan-Mu, dan
doa semisalnya. Apabila seorang berdoa kepada Allah agar tidak dirubah
takdirnya, maka apa manfaatnya sementara doa bisa merubah takdir, dan bisa
jadi takdir tersebut hanya bisa berubah lantaran doa. Yang penting doa
tersebut di atas tidak boleh dan hendaknya dihindarkan serta barangsiapa
yang mendengar doa seperti itu sebaiknya menasehatinya. [Liqa' Babul Maftuh
5/45-46]

[Disalin dari buku Jahalatun nas fid du'a, edisi Indonesia Kesalahan Dalam
Berdoa, oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, hal 37-42, terbitan
Darul Haq, penerjemah Zaenal Abidin, Lc.]

 

 

 

  _____  

From: assunnah@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf
Of diki tedriana
Sent: Wednesday, August 30, 2006 4:00 PM
To: assunnah@yahoogroups.com
Subject: Tanya Takdir -> (sebelumnya) RE: [assunnah] Tanya KB Steril

 

Assalamualaikum Wr. Wb.

Berawal dari wacana tentang penggunaan KB, saya jadi ingin diskusi tentang
Takdir. Seperti dikutip dari email sebelumnya :

"Sesungguhnya penciptaan setiap orang dari kamu di dalam perut ibunya selama
40 hari dalam bentuk air mani, kemudian berubah menjadi segumpal darah
semasa itu juga (selama 40 hari), kemudian menjadi segumpal daging semasa
itu juga (selama 40 hari), kemudian Alloh mengutus seorang malaikat, dan ia
diperintahkan dengan empat hal, dan dikatakan kepadanya: tuliskanlah
amalannya, rezekinya, ajalnya, dan bahagia atau sengsara." (Muttafaqun
'Alaih)

Saya jadi berfikir, kekayaan/kemiskinan, amal baik/buruk seseorang itu sudah
ditentukan sejak sebelum manusia itu dilahirkan.

Saya punya saudara kandung yang nampaknya sangat memegang teguh dalil di
atas. Efeknya, dia bisa dikatakan tidak memikirkan tentang bagaimana mencari
nafkah yang mencukupi buat keluarganya. Dia sudah menikah 3 tahun namun
belum dikaruniai anak. Dengan usaha wiraswasta yang ala kadarnya, ibunya
selalu mensubsidi untuk kebutuhan sandang, pangan, dan papan-nya
sehari-hari. Saat ini ibunya bekerja dengan penghasilan yang cukup untuk dia
dan sedikit membantu anaknya. Dia lebih suka hadir di pengajian dari pada
mencari nafkah sehingga ibunya terkadang yang menjalankan usahanya itu. Dia
tidak terfikir untuk mengembangkan usahanya agar lebih maju dan hidupnya
bisa lebih layak sehingga tidak membebani ibunya lagi. Prinsip yang dia
pegang adalah "banyak/sedikit rezeki itu sudah ditentukan oleh Alloh,
ngapain kita pusing mikirkan hal itu?". Ketika ibunya bertanya, "bagaimana
kalau saya nanti sudah gak ada?", dia malah menjawab, "ya gimana nanti saja,
kalau perlu saya mengemis nggak apa2, karena mungkin rezeki saya memang dari
situ".

Hal lain adalah tentang takdir amalan yang telah ditetapkan. Apakah artinya
seseorang itu baik/jahat, beramal/tidak, taqwa/tidak, sudah ditetapkan sejak
lahir? Bagaimana dengan orang yang ketika ditanya, "kenapa kamu jadi orang
jahat?", jawabnya "karena saya sudah ditakdirkan jadi orang jahat". Bahwa
segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah atas izin Alloh? Bahwa ada
sebagian manusia yang sangat "apes" karena dia ditakdirkan menjadi orang
yang miskin dan jahat?

Saya sama sekali bukan dalam rangka menyangkal keabsahan dalil di atas.
Justru saya merasa perlu pencerahan yang mungkin dengan cara itu saya bisa
melihat makna Takdir yang sebenarnya. Mohon tanggapan dari saudara2ku di
assunnah.

Assalamualaikum Wr. Wb.

Diki Tedriana.

Haryogo Pamungkas <[EMAIL PROTECTED] <mailto:hpamungkas%40pertamina.com>
a.com> wrote:
HUKUM KELUARGA BERENCANA (KB)
Oleh: Ustadz Arifin Badri, M.A.
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum
Ustadz tolong dijelaskan tentang hukum keluarga berencana, cara
mendakwahkannya, dan berikan permasalahan kb terkini. Sebelumnya ana ucapkan
terima kasih.
Jawaban Ustadz:
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada nabi Muhammad
shalallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, sahabat dan seluruh orang yang
mengamalkan sunnahnya hingga hari kiamat.
Langsung saja, KB (Keluarga Berencana, yaitu membatasi jumlah anak, hanya
dua saja, atau tiga atau lainnya), suatu kata-kata manis, indah, nan
menggiurkan, akan tetapi sebenarnya merupakan makar dan perangkap yang
dipropagandakan oleh musuh-musuh Alloh, dan kemudian diikuti oleh banyak
kaum muslimin yang kurang menyadari akan maksud dan kandungannya.
Untuk sedikit mengetahui batu dibalik udang dari alasan program KB ini, maka
saya harapkan kepada para pembaca untuk mengingat kemudian merenungkan
alasan yang senantiasa dijadikan dasar bagi program ini: yaitu alasan takut
tidak mampu membiayai anak-anak, dan takut tersibukkan dengan mendidik
mereka. Saudara-saudaraku yang semoga senantiasa dirahmati Alloh,
renungkanlah firman Alloh Ta'ala berikut ini:
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah
yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kamu." (QS. Al Isra':
31)
Saudara-saudaraku, kita sebagai umat yang beriman kepada Alloh ta'ala, Dzat
Yang Maha Memberi rezeki, hendaknya juga percaya bahwa ketika Alloh
menciptakan manusia, Alloh Ta'ala juga telah mempersiapkan untuknya segala
yang akan ia dapatkan selama hidup di dunia, sehingga tidaklah ada sesuap
makanan yang masuk ke dalam mulutnya, melainkan sebagian dari rezeki yang
telah Alloh tuliskan untuknya. Alloh ta'ala tidak pernah menciptakan satu
manusia pun tanpa jatah rezeki, bahkan semenjak kita masih di dalam perut
ibu kita masing-masing, Alloh telah mengutus seorang malaikat untuk
menuliskan jatah rezeki kita:

"Sesungguhnya penciptaan setiap orang dari kamu di dalam perut ibunya selama
40 hari dalam bentuk air mani, kemudian berubah menjadi segumpal darah
semasa itu juga (selama 40 hari), kemudian menjadi segumpal daging semasa
itu juga (selama 40 hari), kemudian Alloh mengutus seorang malaikat, dan ia
diperintahkan dengan empat hal, dan dikatakan kepadanya: tuliskanlah
amalannya, rezekinya, ajalnya, dan bahagia atau sengsara." (Muttafaqun
'Alaih)
Inilah kejadian yang sebenarnya terjadi, yaitu masing-masing kita telah
mendapat jatah rezeki, yang tidak mungkin berkurang atau bertambah, oleh
karena itu tidak ada alasan untuk khawatir akan kekurangan rezeki karena
memiliki banyak anak. Masing-masing anak kita lahir dengan membawa jatah
rezekinya sendiri-sendiri. Kita tidak akan mengurangi jatah rezeki anak
kita, sebagaimana anak kita tidak akan mengurangi jatah rezeki kita. Bahkan
tidaklah ada orang yang mati, melainkan bila jatah rezekinya telah ia
dapatkan semuanya dengan sempurna:

"Sesungguhnya Ar Ruh Al Amin (Malaikat Jibril) telah membisikkan dalam
kalbuku, bahwasanya tidaklah ada seorang jiwa pun yang mati, hingga ia
benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, maka hendaknya kalian
membaguskan permohonan." (As Syafi'i, Ibnu Majah, Al Bazzar, At Thabrany,
dan Al Baihaqi, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Sehingga alasan program KB bertentangan atau bertujuan mengikis habis dan
tuntas keimanan kepada Alloh, dan takdir bahwa rezeki telah diatur dan
ditentukan oleh Alloh ta'ala.
Apalagi bila kita menelusuri sejarah awal mulanya program KB di dunia, dan
penerapan program ini di berbagai negara. Program ini dicetuskan untuk
membatasi dan menghambat pertumbuhan umat Islam, sehingga melemahkan
kekuatan mereka. Oleh karena itu program ini dengan keras ditentang oleh
gereja, dan tidak diterapkan di kebanyakan negara-negara Nasrani dan Yahudi.

"Nikahilah olehmu wanita yang penyayang dan subur (dapat melahirkan banyak
anak) karena aku akan berbangga-bangga dengan kalian di hadapan umat-umat
lain." (Ahmad, Abu Dawud dan disahihkan oleh Al Albani)
Jumlah kaum muslimin yang besar merupakan salah sumber kekuatan dalam
menghadapi musuh-musuh agama Islam, oleh karena itu kita berkewajiban
menumbuhkan generasi penerus dan pejuang yang memperjuangkan agama, baik
melalui pendidikan aqidah, atau melalui memperbanyak jumlah generasi penerus
umat Islam.
Adapun teori yang mengatakan bahwa perkembangan manusia lebih cepat
dibanding perkembangan ekonomi, sampai-sampai perbandingannya 1 berbanding 2
atau lebih, ini merupakan kedustaan belaka. Sebab bila kita amati, kenyataan
masyarakat di sekitar kita, niscaya kita dapatkan bahwa teori ini dusta dan
tidak sesuai dengan kenyataan. Sebab betapa banyak jumlah orang kaya yang
hartanya melimpah ruah, sedangkan orang-orang miskin jumlahnya lebih sedikit
dibanding mereka. Akan tetapi karena orang-orang kaya tidak mau menjalankan
kewajiban menyantuni orang miskin, baik melalui zakat yang wajib atau
shadaqoh sunnah, maka terjadilah kesenjangan sosial yang tidak berbanding.
Seandainya kewajiban zakat ditunaikan dengan baik, niscaya berbagai
kemiskinan dan permasalahan terkait akan terkendalikan.
"Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku
untuk orang-orang yang bertakwa dan menunaikan zakat dan orang-orang yang
beriman kepada ayat-ayat Kami". (QS Al A'raf: 156)
Pada ayat di atas Alloh menegaskan bahwa salah satu syarat diturunkannya
rahmat dan kemurahan Alloh ta'ala ialah menunaikan zakat. Sehingga bila
seluruh kaum muslimin yang memiliki kekayaan sudi menunaikan zakat mereka,
pasti rahmat Alloh ta'ala akan senantiasa menyertai kehidupan kita. Dan bila
rahmat Alloh telah menyertai kehidupan kita, niscaya kemiskinan dan berbagai
problematika akan dapat dituntaskan.
Akan tetapi pada kenyataannya, kita enggan untuk menunaikan zakat, sehingga
yang turun dari langit bukanlah rahmat dari Alloh, akan tetapi bencana dan
petaka. Hujan yang turun dari langit bukannya membawa kebaikan, akan tetapi
membawa bencana, berbagai bencana alam yang diakibatkan oleh hujan sering
menimpa negeri kita. Dan di lain kesempatan, petaka kekeringan sering
menimpa berbagai daerah di negeri kita, padahal, dahulu negeri kita terkenal
sebagai negeri yang subur dan makmur. Fenomena ini seakan-akan membuktikan
sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam:

"Tidaklah mereka enggan menunaikan zakat harta mereka, melainkan mereka akan
dihalangi untuk mendapatkan hujan dari langit, dan kalau bukan karena
binatang ternak, niscaya mereka tidak akan pernah diberi hujan". (HR Ibnu
Majah dan Al Baihaqi, dan disahihkan oleh Al Albani)
Kita semua dapat membayangkan berapa besar jumlah zakat yang akan terkumpul
dari seluruh kaum muslimin, dan berapa banyak kaum fakir dan miskin yang
akan terentaskan dari kemiskinan.
Dan bila kita, menginginkan kemakmuran yang sejati, maka hendaknya kita
menyingkirkan ajaran syirik, kemaksiatan, dan menggantikannya dengan
keimanan, tauhid dan amal saleh. Bila hal ini telah terwujud, maka kita
-insya Alloh- akan dapat menggapai janji Alloh ta'ala berikut:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan
kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk". (QS. Al An'am: 82)
Dan janji berikutnya:
"Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya". (QS. Al A'raf: 96)
Saudara-saudaraku semuanya, hendaknya kita senantiasa mengembalikan segala
urusan kita kepada ajaran syariat kita, agar kita tidak terperangkap oleh
jaring-jaring setan dan pengikutnya.
Sebelum jawaban ini saya tutup, saya akan mengingatkan para pembaca bahwa
hakikat KB adalah seperti yang telah saya isyaratkan dengan ringkas di atas,
yaitu membatasi jumlah anak. Dan telah saya jelaskan bahwa ini tidak boleh
dan bertentangan dengan syariat Islam. Akan tetapi walau demikian, para
ulama' membedakan antara membatasi dengan mengatur jarak kelahiran, dengan
tujuan agar lebih ringan dalam mengatur dan merawat mereka, atau karena
alasan medis, misalnya karena ada gangguan dalam rahim atau yang serupa,
(ingat sekali lagi: bukan untuk membatasi jumlah anak). Bila yang dilakukan
adalah semacam ini, yaitu mengatur jarak kelahiran anak, dan dengan tujuan
seperti disebutkan, maka para ulama' membolehkannya, dan tidak haram. Karena
tidak bertujuan untuk memutus keturunan, atau membatasi jumlahnya. Wallohu'
a'lam bisshowab.

---------------------------------
Get your email and more, right on the new Yahoo.com

 






Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke