>From: Ibnu Yunan <[EMAIL PROTECTED]>
>Date: Thu Sep 7, 2006 11:03 am
>Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
>Sehubungan dgn informasi akan terjadi gerhana bulan di bawah,
>ana mo menanyakan tata cara sholat gerhana & apakah boleh 
>dikerjakan sendiri atau harus berjamaah.
>Demikian sukron wa jazaakallahu khairan.
>Wasalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah
Dibawah ini akan saya salinkan dari situs almanhaj mengenai tata cara shalat 
kusuf (gerhana bulan), semoga bermanfaat.

SHALAT GERHANA BULAN DAN GERHANA MATAHARI

Oleh
Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul
sumber http://www.almanhaj.or.id

Shalat kusuf (gerhana bulan) dan khusuf (gerhana matahari) merupakan sunnat 
mua’kkad. Disunatkan bagi orang muslim untuk mengerjakannya. Hal itu 
didasarkan pada dalil berikut ini.

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia bercerita bahwa pada masa Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam terjadi gerhana matahari, lalu beliau 
mengerjakan shalat bersama orang-orang. Maka beliau berdiri dan memanjangkan 
waktu berdiri, lalu beliau ruku dan memanjangkannya. Kemudian beliau berdiri 
dan memanjangkannya –berdiri yang kedua ini tidak selama berdiri pertama-. 
Setelah itu, beliau ruku dan memanjangkan ruku, ruku-nya ini lebih pendek 
dari ruku pertama. Selanjutnya, beliau sujud dan memanjangkannya. Kemudian 
beliau mengerjakan pada rakaat kedua seperti apa yang beliau kerjakan pada 
rakaat pertama. Setelah itu, beliau berbalik sedang matahari telah muncul. 
Lalu beliau memberikan khutbah kepada orang-orang. Beliau memanjatkan pujian 
dan sanjungan kepada Allah. Dan setelah itu, beliau bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua (tanda) dari 
tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena 
kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena 
itu, jika kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdo’a kepada 
Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah”. Setelah itu, beliau bersabda : 
“Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang yang lebih cemburu dari 
Allah jika hambaNya, laki-laki atau perempuan berzina. Wahai umat Muhammad, 
seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan 
sedikit tertawa dan banyak menangis” [Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [1]

Dapat saya katakan, sisi dalil yang dikandung hadits di atas, bahwa perintah 
mengerjakan shalat itu berbarengan dengan perintah untuk bertakbir, berdo’a, 
dan bersedekah. Dan tidak ada seorangpun yang mewajibkan bersedekah, 
bertakbir dan berdo’a pada saat terjadi gerhana. Dengan demikian, menurut 
kesepakatan ijma’ bahwa perintah tersebut bersifat sunnat. Demikian juga 
dengan perintah untuk mengerjakan shalat yang berbarengan dengannya. [2] 
.Wallaahul Muwaffiq.

SIFAT DAN JUMLAH RAKAA’AT SHALAT KUSUF

Pertama : Tidak Ada Adzan Dan Iqamah Untuk Shalat Kusuf
Para ulama telah sepakat untuk tidak mengumandangkan adzan dan iqomah bagi 
shalat kusuf [3]. Dan yang disunnahkan [4] menyerukan untuknya “ 
Ash-Shalaatu Jaami’ah”.

Yang menjadi dalih bagi hal tersebut adalah apa yang ditegaskan dari 
Abdullah bin Amr Radhiyallahuma, dia bercerita : “Ketika terjadi gerhana 
matahari pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, diserukan : 
Innash Shalaata Jaami’ah” Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani.[5]

Kedua : Jumlah Raka’at Shalat Kusuf
Shalat gerhana itu dikerjakan dua rakaat dengan dua ruku’ pada setiap 
rakaat. Yang menjadi dalil hal tersebut adalah hadits Aisyah Radhiyallahu 
‘anha yang telah kami sampaikan sebelumnya. Dan juga hadits yang 
diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, dia bercerita : 
“Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam. Maka beliaupun berdiri dengan waktu yang panjang sepanjang bacaan 
surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku dengan ruku yang cukup panjang, lalu 
beliau bangkit dan berdiri dalam waktu yang lama juga- -tetapi lebih pendek 
dari berdiri pertama-. Kemudian beliau ruku dengan ruku yang lama –ruku yang 
lebih pendek dari ruku pertama-. Setelah itu, beliau sujud. Kemudian beliau 
berdiri dalam waktu yang lama –tetapi lebih pendek dari berdiri pertama. 
Selanjutnya, beliau ruku dengan ruku yang lama- ruku yang lebih pendek dari 
ruku pertama. Setelah itu, beliau sujud. Kemudian beliau berbalik, sedang 
matahari telah muncul. Maka beliau bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua dari 
tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena 
kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena 
itu, jika kalian melihat hal tersebut, maka berdzikirlah kepada Allah”

Para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, kami melihatmu mengambil sesuatu 
di tempat berdirimu, kemudian kami melihatmu mundur ke belakang”. Beliau 
bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya aku melihat Surga, maka aku berusaha mengambil 
setandan (buah-buahan). Seandainya aku berhasil meraihnya, niscaya kalian 
akan dapat memakannya selama dunia ini masih ada. Dan aku juga melihat 
Neraka, aku sama sekali tidak pernah melihat pemandangan yang lebih 
menyeramkan dari pemandangan hari ini. Aku melihat kebanyakan penghuninya 
adalah wanita”.

Para sahabat bertanya, “Karena apa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, 
“Karena kekufuran mereka”. Ada yang bertanya “Apakah mereka kufur kepada 
Allah?”. Beliau menjawab.

“Artinya : Mereka kufur kepada keluarganya (suaminya), dan kufur terhadap 
kebaikan (tidak berterima kasih). Seandainya engkau berbuat baik kepada 
salah seorang di antara mereka sepanjang waktu, lalu dia melihat sesuatu 
(kesalahan) darimu, niscaya dia akan mengatakan : “Aku tidak pernah melihat 
kebaikan sedikitpun darimu” {Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [6]

Kesimpulan
Didalam hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha dan Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma 
diatas terdapat dalil yang menunjukkan disunnatkannya khutbah dalam shalat 
kusuf, yang disampaikan setelah shalat.[7]

Ketiga : Menjaharkan Bacaan Dalam Shalat Kusuf
Bacaan dalam shalat kusuf dibaca dengan jahr (suara keras), sebagaimana yang 
dikerjakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
menjaharkan bacaannya dalam shalat kusuf. Jika selesai dari bacaannya, 
beliau pun bertakbir dan ruku. Dan jika dia bangkit ruku, maka beliau 
berucap : “Sami Allaahu liman Hamidah. Rabbana lakal hamdu”. Kemudian beliau 
kembali mengulang bacaan dalam shalat kusuf. Empat ruku dalam dua rakaat dan 
empat sujud.” Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [8]

At-Tirmidizi rahimahullah mengatakan : “Para ulama telah berbeda pendapat 
mengenai bacaan didalam shalat kusuf. Sebagian ulama berpendapat supaya 
dibaca pelan (sirr, dengan suara tidak terdengar) dalam shalat kusuf pada 
waktu siang hari. Sebagian lainnya berpendapat supaya menjaharkan bacaan 
dalam shalat kusuf pada siang hari. Sebagaimana halnya dengan shalat ‘Idul 
Fithi dan Idul Adha serta shalat Jum’at. Pendapat itulah yang dikemukakan 
oleh Malik, Ahmad dan Ishaq. Mereka berpendapat menjaharkan bacaan pada 
shalat tersebut. Asy-Syafi’i mengatakan : Bacaan tidak dibaca Jahr dalam 
shalat sunnat [9]

Dapat saya katakan bahwa apa yang sesuai dengan hadits, itulah yang 
dijadikan sandaran [10]. Wabillahi Taufiq

Keempat : Shalat Kusuf Dikerjakan Berjamah Di Masjid.
Yang sunnat dikerjakan pada shalat kusuf adalah mengerjakannya di masjid. 
Hal tersebut didasarkan pada beberapa hal berikut ini.

[1]. Disyariatkannya seruan di dalam shalat kusuf, yaitu dengan 
“Ash-Shalaatu Jaami’ah”
[2]. Apa yang disebutkan bahwa sebagian sahabat mengerjakan shalat kusuf ini 
dengan berjama’ah di masjid.[11]
[3]. Isyarat yang diberikan oleh kedua riwayat di atas dari hadits Aisyah 
dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam mengerjakan shalat gerhana itu secara berjama’ah di masjid. Bahkan 
dalam sebuah riwayat hadits Aisyah di atas, dia bercerita, “Pada masa hidup 
Rasulullah pernah terjadi gerhana matahari, lalu beliau pergi ke masjid, 
kemudian beliau berdiri dan bertakbir, dan orang-orang pun membuat barisan 
di belakang beliau. [12]

Kelima : Jika Seseorang Tertinggal Mengerjakan Satu dari Dua Ruku Dalam Satu 
Raka’at.

Shalat kusuf ini terdiri dari dua rakaat, masing-masing rakaat terdiri dari 
dua ruku dan dua sujud. Dengan demikian, secara keseluruhan, shalat kusuf 
ini terdiri dari empat ruku dan empat sujud di dalam dua rakaat.

Barangsiapa mendapatkan ruku kedua dari rakaat pertama, berarti dia telah 
kehilangan berdiri, bacaan, dan satu ruku. Dan berdasarkan hal tersebut, 
berarti dia belum mengerjakan satu dari dua rakaat shalat kusuf, sehingga 
rakaat tersebut tidak dianggap telah dikerjakan.Berdasarkan hal tersebut, 
setelah imam selesai mengucapkan salam, maka hendaklah dia mengerjakan satu 
rakaat lagi dengan dua ruku, sebagaimana yang ditegaskan di dalam 
hadits-hadits shahih. Wallahu a’lam.

Yang menjadi dalil baginya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang bukan atas perintah 
kami, maka dia akan ditolak” [Muttaffaq ‘alaihi] [13]

Dan bukan dari perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, shalat 
satu rakaat saja dari shalat kusuf dengan satu ruku. Wallahu ‘alam

SHALAT GERHANA BULAN SAMA DENGAN SHALAT GERHANA MATAHARI

Shalat gerhana bulan dikerjakan sama seperti shalat gerhana matahari. Hal 
tersebut didasarkan pada sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua (tanda) dari 
tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena 
kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena 
itu, jika kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdo’a kepada 
Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah”.[14]

Dapat saya katakan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah pernah 
mengerjakan shalat gerhana matahari dan beliau menyuruh kita untuk melakukan 
hal yang sama ketika terjadi gerhana bulan. Dan hal itu sudah sangat jelas 
lagi gamblang. Wallahu ‘alam

Ibnu Mundzir mengatakan : “Shalat gerhana bulan dikerjakan sama seperti 
shalat gerhana matahari” [15]

[Disalin dari kitab Bughyatul Mutathawwi Fii Shalaatit Tathawwu, Edisi 
Indonesia Meneladani Shalat-Shalat Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam, Penulis Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul, Penerbit Pustaka Imam 
Asy-Syafi’i]
_________
Foote Note
[1]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di beberapa tempat, yang 
diantaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Ash-Shadaqah fil Kusuuf (hadits 
no. 1044). Dan redaksi di atas adalah miliknya. Dan juga Muslim di dalam 
Kitaabul Kusuuf, bab Shalaatul Kusuuf (hadits no. 901).
[2]. Lihat sekitar Dalalaatul Itqiraan, kapan waktu muncul, kapan muncul 
kelemahannya, dan kapan pula keduanya sama . Badaa’iul Fawaa’id (IV/183-184)
[3]. Fathul Baari (II/533) dan Masuu’atul Ijmaa (I/696)
[4]. Syarhul Umdah, karya Ibnu Daqiqil Ied (II/135-136). Dan juga kitab 
Fathul Baari (II/533).
[5]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di beberapa tempat, yang 
diantaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab An-Nidaa bish Shalaati Jaami’ah 
fil Kusuuf (hadits no. 1045). Dan lafazh di atas adalah miliknya. Dan juga 
diriwayatkan oleh Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Dzikrun Nidaa bi 
Shalaatil Kusuuf : Ash-Shalaatu Jaami’ah, (hadits no. 910). Lihat Jaami’ul 
Ushuul (VI/178)
[6]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di beberapa tempat, yang 
diantaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Shalaatil Kusuuf Jama’atan, 
(hadits no. 1052), dan lafazh di atas adalah miliknya. Dan juga diriwayatkan 
oleh Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Maa ‘Aradha Alan Nabi Shallallahu 
‘alaihi wa sallam fii Shalaatil Kusuuf min Amril Jannah wan Naar, (hadits 
no. 907). Dan lihat kitab. Jaami’ul Ushuul (VI/173).
[7]. Dan termasuk terjemahan Al-Bukhari di dalam (Kitaabul Kusuuf, bab 
Khuthbatul Imam fil Kusuuf), Aisyah dan Asma Radhiyallahu ‘anhuma berkata : 
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah…” Selanjutnya, 
dia menyitir hadits Aisyah di atas, Fathul Baari (II/533-534)
[8]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di beberapa tempat, di 
antaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Al-Jahr bil Qiraa’ah fil Kusuuf, 
(hadits no. 1065) dan lafazh diatas adalah miliknya. Dan juga diriwayatkan 
oleh Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Shalaatul Kusuuf, (hadits no. 
901). Lihat Jaami’ul Ushuul (VI/156).
Takhrij hadits ini telah diberikan sebelumnya, tanpa memberi isyarat kepada 
riwayat ini.
[9]. Sunan At-Tirmidzi (II/448 –tahqiq Ahmad Syakir).
[10]. Lihat ungkapan Asy-Syafi’i dan dalilnya di dalam kitab Al-Umm (I/243). 
Juga pembahasan dalil-dalilnya serta penolakan terhadapnya di dalam kitab, 
Fathul Baari (II/550)
[11]. Dari terjemahan Al-Bukhari di dalam kitab Shahihnya, bab Shalaatul 
Kusuuf Jamaa’atan. Dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu menjadi imam untuk 
shalat mereka di pelataran zam-zam. Ali bin Abdullah bin Abbas mengumpulkan 
(orang-orang). Dan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma pun shalat …”. Kemudian 
dengan sanadnya dia menyitir hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma 
terdahulu.
Pendapat yang mensyariatkan shalat kusuuf dengan berjama’ah adalah pendapat 
jumhur. Sekalipun imam tetap tidak hadir, maka sebagian mereka boleh menjadi 
imam atas sebagian lainnya. Lihat kitab Fathul Baari (II/539-540).
[12]. Dari terjemah Al-Bukhari di dalam kitab Shahihnya : Bab : Shalatul 
Kusuuf fil Masjid. Di dalamnya dsiebutkan hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha 
di atas dengan riwayat yang didalamnya terdapat ucapannya : “Kemudian pada 
suatu pagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki kendaraan, lalu 
terjadilah gerhana matahari. Kemudian beliau pulang kembali pada waktu 
Dhuha, maka beliau pun berjalan di antara rumah-rumah isteri beliau …. 
(hadits no. 1056).

Di dalam kitab Fathul Baari (II/544), dalam mengomentari hadits ini, Ibnu 
Hajar rahimahullah mengatakan : “Tidak ada pernyataan jelas yang menyebutkan 
bahwa shalat kusuf ini dikerjakan di masjid, tetapi hal tersebut disimpulkan 
dari perkataan Aisyah : “Lalu beliau berjalan di dekat rumah-rumah para 
isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memang menempel pada masjid. 
Dan shalat kusuf di masjid ini telah dinyatakan secara gamblang dalam sebuah 
riwayat Sulaiman bin Bilal, dari Yahya bin Sa’id, dari Umrah yang ada pada 
Muslim (saya katakan : “Hadits no. 903) Dan lafazhnya adalah sebagai berikut 
:” Kemudian aku keluar di antara para wanita di depan rumah isteri-isteri 
Nabi di masjid. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan turun 
dari binatang tunggangannya hingga akhirnya sampai ke tempat shalat yang 
beliau mengerjakan shalat di sana”.
Dapat saya katakan, dan yang lebih jelas dari itu adalah apa yang terdapat 
dalam hadits Aisyah terdahulu, yang ada pada Muslim, pada no. 901 Aisyah 
Radhiyallahu ‘anha berkata : “Pada masa hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi 
wa sallam pernah terjadi gerhana matahari, lalu beliau pergi ke masjid, 
kemudian beliau berdiri dan bertakbir, dan orang-orang pun membuat barisan 
di belakang beliau..”
[13]. Hadits shahih. Diriwayatlkan oleh Al-Bukhari sebagai kata pembuka 
dengan lafazh ini di dalam Kitaabul Buyuu’ bab An-Najasy, Fathul Baari 
(IV/355). Dan diriwayatkan secara bersambungan di dalam Kitabush Shulh, bab 
Idzaa Ishtalahu ‘alaa Shulhi Juurin fa Shulhu Marduud, dengan lafazh : 
“Barangsiapa membuat suatu hal yang baru dalam perintah kami ini, yang bukan 
darinya, maka dia tertolak”. Dan diriwayatkan oleh Muslim di dalam Kitaabul 
Uqdhiyah, bab Naqdhul Ahkaam Al-Baathilah wa Raddu Muhdatsaatil Umuur, 
(hadits no. 1718). Dan lihat juga kitab, Jaami’ul Ushuul (I/289)
[14]. Takhrijnya sudah diberikan sebelumnya, dimana ia merupakan bagian dari 
hadits Aisyah mengenai shalat kusuf yang disebutkan di awal pembahasan
[15]. Al-Iqnaa, kartya Ibnul Mundzir (I/124-125)

_________________________________________________________________
Express yourself instantly with MSN Messenger! Download today it's FREE! 
http://messenger.msn.click-url.com/go/onm00200471ave/direct/01/






Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke