Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh
Kedudukan Seruan Imsak di mata Ulama Ahlussunnah Pada saat menjelang shubuh di waktu sahur pada bulan Ramadlan kita biasanya mendengar adanya peringatan imsak yang didengungkan, baik lewat corong masjid-masjid, radio, maupun televisi. Kebiasaan tersebut sudah begitu membudaya di masyarakat kita. Bahkan seakan-akan sudah merupakan syariat bahwa kita tidak boleh lagi makan dan minum setelah peringatan imsak dikumandangkan. Namun betulkah hal itu? Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hal itu, di bawah ini kami nukilkan beberapa fatwa para ulama tentang imsak. Apakah benar ia merupakan syariat dalam agama ini ataukah bukan (redaksi). Fatwa Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Tentang Diperbolehkannya Makan Dan Minum Hingga Adzan Shubuh "Jika salah seorang diantara kamu mendengar adzan sedangkan ia masih memegang piring (makan) maka janganlah ia meletakkannya sehingga ia menyelesaikan hajatnya (makannya)." (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, Hakim dan dishahihkan olehnya dan oleh Adz Dzahabi) Aku (Al Albani) berkata: "Isnad hadits ini shahih berdasarkan syarat Muslim. Di samping itu hadits ini mempunyai syawahid (hadits-hadits lain yang memperkuat) yaitu: Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al Husain bin Waqid dari Abu Umamah ia berkata: Pada waktu iqamat dikumandangkan, Umar masih memegang gelas. Ia (Umar) bertanya: "Apakah saya masih boleh minum, ya Rasulullah?" Beliau menjawab: "Ya (boleh)." Kemudian Umar minum. (HR. Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya). Isnad hadits ini hasan. Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Lahi'ah dari Abu Zubair ia berkata: Aku bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasa sedangkan ia masih memegang gelas untuk minum kemudian mendengar adzan. Jabir menjawab: Kami pernah mengatakan hal seperti itu kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan beliau bersabda: "Hendaklah ia minum." (Dikeluarkan oleh Ahmad 3/348, beliau berkata: Telah meriwayatkan pada kami Musa, ia berkata: Telah meriwayatkan pada kami Ibnu Lahi'ah) Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu'aqal dari Bilal, ia berkata: "Aku pernah mendatangi Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam untuk adzan shalat shubuh padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta gelas untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat." (Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir 3018 dan 3019, Ahmad 6/12, dan perawi-perawinya tsiqat, perawi-perawi Bukhari Muslim). Adapun dalil-dalil dari atsar (perbuatan shahabat, pent.) yang membahas tentang hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Syuhaib bin Gharqadah Al Bariqi dari Hibban bin Harits ia berkata: "Kami pernah makan sahur bersama Ali bin Abi Thalib radliyallahu 'anhu maka tatkala kami telah selesai makan sahur, ia (Ali) menyuruh muadzin untuk iqamat." (Dikeluarkan oleh At Thahawi dalam Syarah Al Ma'ani 1/106 dan Al Mulhis dalam Al Fawaid Al Munthaqah 8/11/1) Diterjemahkan dari Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah hadits nomor 1394, Syaikh Nashiruddin Al Albani. Bantahan Syaikh Al Albani Terhadap Pendapat Sayyid Sabiq Sayyid Sabiq mengatakan: "... Maka apabila telah terbit fajar sedangkan di mulutnya masih ada sesuatu makanan, wajib baginya untuk membuangnya (memuntahkannya)." Bantahan Syaikh Al Albani: Aku (Syaikh Al Albani) berkata: Perkataan ini merupakan taqlid (pada) kitab-kitab fiqih. Padahal pendapat tersebut tidak didasari oleh satu dalil pun dari hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Bahkan yang benar pendapat tersebut menyelisihi sabda beliau: "Apabila salah seorang diantara kamu mendengar adzan sedangkan tempat makan (piring) masih berada di tangannya, janganlah dia meletakkannya sampai ia menyelesaikan hajatnya (makannya)." (Dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Daud, Hakim, dan dishahihkan olehnya dan oleh Adz Dzahabi) Dikeluarkan juga oleh Ibnu Hazm dengan tambahan: Amar (Ibnu Abi Amar) berkata: "Mereka dahulu mengumandangkan adzan tatkala terbit fajar." Hadits ini sebagai dalil bahwa jika seseorang mendapati fajar mulai terbit (masuk waktu shubuh, pent.) sedangkan tempat makan atau minum masih berada di tangannya maka masih diperbolehkan baginya untuk tidak meletakkannya sampai memenuhi hajatnya (makannya). Keadaan seperti ini termasuk hal yang dikecualikan oleh firman Allah: "Dan makan dan minumlah kamu hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar." (QS. Al Baqarah : 187) Kesimpulannya, tidak ada pertentangan antara ayat ini dan hadits-hadits yang semakna dengan hadits di atas dan tidak juga dengan ijma'. Bahkan sebagian dari shahabat Ridwanullahi 'Alaihim Ajmain dan selain mereka berpendapat tentang terpakainya hadits itu menerangkan bolehnya sahur sampai fajar nampak jelas. (Lihat Al Fath 3/109-110) Termasuk pula faedah dari hadits ini adalah menerangkan bid'ahnya IMSAK yang dikatakan sekitar seperempat jam sebelum shubuh (fajar). Hal ini mereka lakukan tak lain hanya karena takut mendapati adzan shubuh sedangkan mereka masih makan sahur. Tetapi seandainya mereka mengetahui rukhshah (keringanan diperbolehkannya makan untuk menyelesaikan sahur walaupun terdengar adzan, pent.) niscaya mereka tidak terjerumus ke dalam bid'ah ini. Dinukil oleh Muhammad Dahri Qamaruddin dari Kitab Tamaamul Minnah Fi At Ta'liqi An Fiqhi Sunnah, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albany rahimahullah. Penjelasan Syaikh Abdullah Bin Abdurrahman Bin Shalih Al Bassam (Anggota Majelis Kibarul Ulama Arab Saudi) Hadits Nomor 177 Tentang Imsak Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit radliyallahu 'anhu, dia (Zaid) berkata: "Kami makan sahur bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam kemudian beliau bangkit untuk shalat (shubuh)." Anas berkata: Aku bertanya kepada Zaid: "Berapa lama jarak antara adzan dan sahur?" Ia menjawab: "Kurang lebih sekitar (bacaan) lima puluh ayat." (HR. Bukhari 1801 dan Muslim 1097) Gharibul Hadits "Adzan" dalam hadits ini yang dimaksud adalah iqamat. Hal itu dijelaskan oleh hadits yang terdapat di dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Anas dari Zaid, ia berkata: "Kami pernah sahur bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam kemudian kami bangkit untuk shalat." Aku (Anas) bertanya: "Berapa lama antara keduanya (antara sahur dan shalat, pent)?" Ia (Zaid) menjawab: "Kurang lebih sekitar (bacaan) lima puluh ayat." Penjelasan Hadits Hadits ini menjelaskan bahwa Anas bin Malik meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit bahwa ia (Zaid) pernah makan sahur bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan termasuk kebiasaan (sunnah) Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam adalah beliau makan sahur menjelang shubuh. Oleh karena itulah setelah selesai makan sahur (tidak lama kemudian) beliau bangkit untuk shalat shubuh. Kemudian Anas bertanya kepada Zaid: "Berapa lama jarak antara iqamat dan sahur?" Ia (Zaid) menjawab: "Sekitar (bacaan) lima puluh ayat." Kandungan Hadits 1. Keutamaan mengakhirkan sahur hingga menjelang shubuh. 2. Bersegera melaksanakan shalat shubuh itu dekat waktunya dengan waktu imsak. 3. Waktu imsak adalah terbit fajar (masuk waktu shubuh, pent.). Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar." (QS. Al Baqarah : 187) Dengan penjelasan ini kita dapat mengetahui bahwa apa yang dilakukan kaum Muslimin dengan membuat dua waktu: Imsak dan terbit fajar (shubuh) adalah bid'ah yang tidak ada dalilnya. Yang sunnah adalah pada permulaan terbit fajar (shubuh). (Taisir Syarh Umdatul Ahkam halaman 414-415) Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Imsak Termasuk Bid'ah Tanya : Kami melihat di sebagian kalender pada bulan Ramadlan terdapat bagian yang dinamakan imsak, yaitu terjadi kira-kira 10 menit/seperempat jam sebelum masuk waktu shalat fajar (shubuh). Apakah perkara ini ada dasarnya dari sunnah ataukah termasuk bid'ah? Berilah kami fatwa, semoga Anda senantiasa mendapat pahala. Jawab : Yang benar (dan tidak ragu lagi) bahwa imsak seperti ini termasuk BID'AH yang tidak ada dasarnya bahkan hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menyelisihinya. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman:"Makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar." (QS. Al Baqarah : 187) Dan sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam: "Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan di waktu malam maka makan dan minumlah kamu hingga mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum karena ia (Ibnu Ummi Maktum) tidak mengumandangkan adzan sampai terbit fajar." (HR. Bukhari 1799 dan Muslim 1092) Imsak yang dibuat oleh sebagian orang merupakan tambahan atas apa yang diajarkan Allah 'Azza wa Jalla. Maka hal itu termasuk perkara yang batil dan termasuk tanaththu' (berlebih-lebihan) dalam beragama. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda: "Telah binasa orang dahulu yang berlebih-lebihan, telah binasa orang dahulu yang berlebih-lebihan, telah binasa orang dahulu yang berlebih-lebihan." (HR. Muslim, Kitabul Ilmi 2670) (Dinukil dari Kitab Alfadz wa Mafahimu fi Mizanisy Syari'ah karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin) TANDA SUBUH ADALAH TERBITNYA FAJAR, APA HUKUM MAKAN DAN MINUM KETIKA MUADZIN ADZAN. Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Pertanyaan. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum makan dan minum ketika muadzin mengumandangkan adzan atau sesaat setelah adzan, terutama bila terbitnya fajar tidak diketahui dengan pasti ? Jawaban Batas yang menghalangi seseorang yang berpuasa dari makan dan minum adalah terbitnya fajar, berdasarkan firman Allah Ta'ala. "Artinya : Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar" [Al-Baqarah ; 187] Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, "Artinya : Makan dan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangakan adzan" Perawi hadits ini menyebutkan, "Ibnu Ummi Maktum adalah seorang laki-laki buta, ia tidak mengumandangkan adzan kecuali diberitahukan kepadanya, 'Engkau telah masuk waktu subuh, engkau telah masuk waktu subuh" [1] Jadi, tandanya adalah terbitnya fajar. Jika muadzinnya seorang yang tepat waktu dan dikenal tidak pernah mengumandangkan adzan kecuali setelah terbitnya fajar, apabila ia adzan maka yang mendengarnya wajib menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan patokan mendengar adzannya. Jika muadzinnya memang biasa mengumandangkan adzan berdasarkan perkiraan, maka sebaiknya orang menghentikan kegiatan makannya ketika mendengarnya, kecuali orang yang sedang di dataran dan dapat menyaksikan fajar, maka ia tidak perlu berhenti hanya karena mendengar adzannya sampai ia betul-betul melihat terbitnya fajar jika tidak ada sesuatu yang menghalanginya, karena Allah telah menetapkan hukum ini dengan ketentuan bergantinya malam ke siang yang ditandai dengan terbitnya fajar. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah mengatakan tentang adzannya Ibnu Ummu Maktum, "Ia tidak adzan kecuali setelah terbitnya fajar" [2] Perlu saya ingatkan di sini tentang masalah yang dilakukan oleh sebagian muadzin, yaitu mereka mengumandangkan adzan sebelum fajar, yaitu sekitar lima atau empat menit dengan alas an untuk kehati-hatian bagi yang hendak berpuasa. Sikap kehati-hatian semacam ini termasuk berlebih-lebihan, bukan kehati-hatian yang syar'i, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: "Artinya : Binasalah orang yang berlebih-lebihan" [3] Yaitu kehati-hatian yang tidak benar, karena mereka memberikan sinyal kehati-hatian untuk puasa tapi malah menimbulkan keburukan dalam perkara shalat. Banyak orang yang langsung mengerjakan shalat subuh begitu mendengar adzan. Ini berarti orang-orang tersebut shalat subuh karena mendengar adzan yang sebenarnya dikumandangkan sebelum waktunya, padahal mengerjakan shalat sebelum waktunya tidak sah. Dengan demikian berarti telah menimbulkan petaka bagi orang-orang yang shalat. Lain dari itu, hal ini pun berarti keburukan bagi yang hendak berpuasa, karena adanya adzan tersebut telah menghalangi seseorang yang hendak berpuasa dari makan dan minum, padahal saat tersebut termasuk saat yang masih dibolehkan oleh Allah. Dengan demikian berarti terlah berbuat dosa terhadap orang-orang yang hendak berpuasa, karena ia mencegah mereka dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi mereka, dan berarti pula berdosa terhadap orang-orang yang shalat karena mereka mengerjakan shalat sebelum waktunya, yang mana hal ini membatalkan shalat mereka. Maka seorang muadzin hendaknya senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menempuh cara kehati-hatian yang benar berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah. [Kitab Ad-Da'wah (5), Ibnu Utsaimin, (2/146-148)], [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-1, Darul Haq] ________ Foote Note [1]. Hadits Riwayat Al-Bukhari, Kitab Al-Adzan (617), Muslim, Kitab Ash-Shiyam (1092) [2]. Hadits Riwayat Al-Bukhari, Kitab Ash-Shaum (1919), Muslim, Kitab Ash-Shiyam (1092) [3]. Hadits Riwayat Muslim, Kitab Al-'Ilm (2670) sumber http://www.almanhaj.or.id Didik Abu Dzaky E-mail : [EMAIL PROTECTED] -----Original Message----- From: Irwan Jaya [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, October 18, 2006 1:01 PM To: assunnah@yahoogroups.com Subject: [assunnah] Imsak ? Assalamualaikum Wr Wb. Para rekan - rekan se manhaj,adakah yang bisa menjelaskan kepada saya apakah yang dimaksud dengan IMSAK ? Kalau memang ada dalil - dalil mengenai itu. Terima kasih sebelumnya. Wassalamualaikum Wr Wb. Irwan Jaya Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id Website audio: http://assunnah.mine.nu Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED] Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/