Alhamdulillah, berikut ana salinkan artikel yang pernah ana dapat, afwan jika belum menjawab semuanya.
HUKUM MEMAKAI CINCIN TUNANGAN Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Pertanyaan. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Apa hukum memakai cincin tunangan?" Jawaban. Peningset, seperti cincin biasa, hanya saja diiringi suatu kepercayaan sebagaimana diyakini oleh sebagian orang, dengan menuliskan namanya dicincin yang akan diberikan kepada tunangan wanitanya, sedangkan yang wanita menuliskan namanya di cincin yang akan diberikan kepada lelaki yang akan meminangnya, dengan keyakinan bahwa hal tersebut bisa mempererat tali ikatan antara keduanya. Dalam keadaan seperti ini, hukum memakai cincin tunangan adalah haram, karena berhubungan dengan keyakinan yang tidak ada dasarnya. Juga tidak diperbolehkan bagi lelaki untuk memakaikan cincin tersebut untuk tunangannya, karena belum menjadi istrinya, dan dinyatakan sah menjadi istrinya setelah akad nikah. [Fatawa Lil Fatayat Faqoth, hal 47] Sumber: assunnah@yahoogroups.com HUKUM MEMAKAI CINCIN TUNANGAN YANG TERBUAT DARI PERAK, EMAS ATAU LOGAM BERHARGA LAINNYA Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Pertanyaan. Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya : "Apa hukum memakai cincin tunangan bila terbuat dari perak, emas atau logam berharga lainnya?" Jawaban. Memakai emas, baik cincin atau jenis lainnya, tidak diperbolehkan bagi lelaki dalam bagaimanapun juga, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang penggunaan emas bagi kaum lelaki dari umat ini. Beliau pernah melihat seorang lelaki memakai cincin emas di jarinya, beliau langsung mencopotnya dan bersabda. "Artinya : Salah seorang di antara kalian telah mengambil sebongkah bara dari Neraka dan menaruhnya di tanganya". Maka diharamkan bagi lelaki untuk memakai emas. Sedangkan cincin yang terbuat dari selain emas, seperti dari perak dan logam lainnya, maka diperbolehkan memakainya, meski terbuat dari logam yang sangat mahal. Sedangkan cincin tunangan, bukanlah merupakan kebiasaan kaum muslimin. Bila meyakini bahwa cincin tunangan bisa memperkuat rasa sayang antara kedua suami istri, dan mencopotnya akan berpengaruh terhadap hubungan keluarga, ini merupakan syirik, dan termasuk keyakinan jahiliyah. Oleh karenanya tidak diperbolehkan memakai cincin perkawinan dengan sebab-sebab. Pertama. Mengikuti sesuatu yang tidak ada kebaikannya sama sekali. Cincin pertunangan bukan merupakan adat kaum muslimin. Kedua. Jika dibarengi dengan keyakinan bahwasanya cincin pertunangan bisa berpengaruh terhadap hubungan suami istri, maka sudah termasuk syirik. Tiada daya dan kekuatan hanya dari Allah. [Kitab Al-Muntaqa Min Fatawa Syaikh Al-Fauzan], [Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanit 3, hal 102-103, 116-117, Darul Haq] Sumber: www.almanhaj.or.id JENIS MAHAR Mahar adalah hak murni wanita, dan dalam perkawinan harus ada pemberian harta dari pihak laki-laki terhadap wanita sebagai mahar, adapun jenis dan kadar mahar berbeda-beda sesuai dengan kemampuan, dalam suatu riwayat disebutkan. " Abdurrahman bin Auf pergi berjualan ke pasar dan mendapat untung. Pada hari berikutnya ia pulang ke rumah membawa susu dan samin untuk keluarganya. Beberapa hari kemudian ia membawa lagi minyak za'faran yang semerbak bau wanginya. Rasulullah Shallallahu'alahi wa sallam menegur, 'Apa yang telah terjadi ?'. Ia menjawab, 'Ya, Rasulullah, saya telah kawin dengan wanita Anshar'. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya lagi, 'Apa maharnya ?' Ia menjawab, 'Emas seharga lima dirham' [1]. Dan dalam suatu riwayat lain, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada laki-laki yang meminang wanita (ia pernah menawarkan dirinya untuk dinikahi Rasulullah). "Carilah (mahar) walaupun berupa cincin besi". Untuk lebih jelasnya, akan saya salinkan contoh-contoh bentuk atau kadar mahar dalam proses pernikahan, dan keumuman di kalangan kita mahar itu lebih sering disebut dengan 'maskawin', dikarenakan keumuman mahar yang sering diberikan adalah sesuatu yang terbuat dari emas, seperti cincin, gelang atau kalung, sehingga disebutlah 'maskawin yang artinya emas untuk kawin', akan tetapi istilah 'maskawin' untuk sekarang ini menjadi salah kaprah, disebabkan banyak orang yang memberikan 'maskawin' berupa seperangkat alat untuk shalat atau berupa uang, sehingga arti dan maksud 'maskawin' menjadi tidak relevan dan tidak nyambung lagi. Untuk itu, hendaknya kita yang sudah paham mengembalikan istilah 'maskawin' kepada nama yang sebenarnya yaitu 'Mahar'. Kembali kepada masalah contoh mahar, akan saya salinkan secara ringkas kutipan dari kitab Al-Insyirah Fi Aadaabin Nikah, edisi Indonesia Bekal-Bekal Menuju Pernikahan oleh Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini Al-Atsari. Sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam. "Artinya : Diantara keberkahan seorang wanita ialah yang mudah urusannya dan murah maharnya" [Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud VI/77&91, Ibnu Hibban 1256, Al-Bazar III/158, Ath-Thabrani dalam Mu'jamus Shaghir I/169 dst...] Dipertegas lagi dengan ucapan Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu. "Ketahuilah janganlah berlebih-lebihan dalam menetapkan mahar para wanita. Karena sesungguhnya jika (mahar yang mahal) itu dimaksudkan sebagai bukti kemuliaan di dunia atau sebagai sarana bertakwa kepada Allah, maka orang yang paling bertakwa di antara kamu adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, namun beliau tidak pernah menetapkan mahar kepada seorangpun di antara istri-istrinya begitu pula kepada putri-putrinya melebihi 12 Uqiyah (1 uqiyah = 40 dirham). Sesunggunya bila seorang lelaki dikenakan tarif mahar yang tinggi, niscaya dapat menimbulkan permusuhan dalam dirinya kepada istrinya" [Hadits Shahih riwayat Abu Dawud VI/135, (silakan lihat 'Aunul Ma'bud), An-Nasa'i VI/117, At-Timidzi IV/255 (lihat Tuhfatul Ahwadzi) beliau berkata : 'Hasan Shahih' dst...] Kemudian untuk memperluas contoh bentuk mahar, saya tambahkan juga penjelasan dan fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz yang diambil dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita. WANITA MENIKAH TANPA MAHAR Pertanyaan. Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : "Apakah boleh seseorang ikhlas menikahkan putrinya karena Allah sehingga tidak meminta mahar dan calon suami ?". Jawaban. Dalam pernikahan harus ada pemberian harta sebagai mahar berdasarkan firman Allah. "Artinya : Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian yaitu mencari istri-istri dengan hartamu untuk diakawini bukan untuk berzina" [An-Nisa : 24] Dan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada laki-laki yang meminang wanita (ia pernah menawarkan dirinya untuk dinikahi Rasulullah). "Artinya : Carilah (mahar) walaupun berupa cincin besi". Barangsiapa yang menikah tanpa mahar, maka wanita mempunyai hak untuk menuntut kepada suami mahar mitsil. Mahar pernikahan boleh berupa mengajar Al-Qur'an, hadits-hadits atau ilmu-ilmu yang bermanfaat. Sebab tatkala seseorang yang tidak mempunyai harta untuk dijadikan mahar, maka Rasulullah menyuruhnya agar memberi mahar dengan mengajarkan Al-Qur'an kepada calon istri dengan suka rela, maka calon suami gugur dari kewajiban membayar mahar tersebut. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikah) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya" [An-Nisa : 4] [Fatawa Dakwah Syaikh Bin Baz, juz 2 hal. 120] _________ Foote Note [1] Adab pernikahan dalam islam Sumber: assunnah@yahoogroups.com HUKUM EMAS YANG MELINGKAR BAGI WANITA Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Pertanyaan. Samahah As Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Baaz ditanya : Sesungguhnya sebagian wanita di sekitar kami merasa bimbang dan ragu terhadap fatwa Al 'Alamah Muhammad Nashiruddin Al Albani, seorang muhadits dari negeri Syam dalam kitab Adabuz Zifaf, seputar pengharaman pemakaian (perhiasan) melingkar secara umum. Disana (dijelaskan), para wanita dilarang memakainya dan menyifatkan wanita-wanita yang memakai (perhiasan) emas melingkar dengan (sebutan) sesat dan menyesatkan. Maka, bagaimanakah pendapat anda tentang hukum memakai emas melingkar secara khusus? Hal ini, karena kami sangat membutuhkan dalil dan fatwa anda, setelah masalah ini menjadi semakin serius. Semoga Allah mengampunimu dan semoga Allah menambahkanmu keluasan ilmu pengetahuan. Jawaban. Dihalalkan bagi wanita memakai (perhiasan) emas, baik yang melingkar maupun tidak melingkar, berdasarkan keumuman firman Allah : "Dan Apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran. [Az Zuhruf : 18] Allah Subhanahu Wata'ala menyebutkan, bahwa hilyah (perhiasan) termasuk diantara sifat-sifat wanita dan perhiasan tersebut secara umum, baik perhiasan emas atau lainnya. Dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud dan An Nasa'i dengan sanad yang baik (Jayyid), dari Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib radiayallahu 'anh, bahwa Nabi Sallallahu 'Alaihi wassalam, mengambil sutera, kemudian di letakkan di tangan kanannya dan mengambil emas, kemudian di letakkan di tangan kirinya, lalu beliau bersabda, " Sesungguhnya kedua benda ini (sutera dan emas) diharamkan bagi laki-laki dari umatku." Ibnu Majah menambahkan dalam riwayatnya : "Halal bagi perempuan mereka" Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, An Nasa'i dan At Tarmidzi, dishahihkan olehnya. Dan dikeluarkan juga oleh Abu Daud dan Hakim, dan di shahihkan olehnya. Di keluarkan oleh AthThabrani dan dishahihkan oleh Ibnu Hazm, dari Abu Musa Al Asy'ari radiallahu'anh, bahwa nabi sallallahu 'alaihi wassalam bersabda. "Emas dan sutera dihalalkan bagi orang-orang perempuan umatku dan diharamkan bagi laki-lakinya" Hadits tersebut di nyatakan cacat dengan al inqitha' (terputus sanadnya) antara Sa'id bin Abu Hindun dengan Abu Musa (Al Asy'ari). Akan tetapi tidak ada dalil yang dapat dipercaya tentang kecacatannya itu, dan kami sudah menyebutkan ulama-ulama yang telah menshahihkannya. Jika pun diharuskan benarnya kecacatan yang disebutkan tadi (terputus sanadnya), maka hadits ini naik derajatnya dengan hadits-hadits lainnya yang shahih, sebagaimana hal tersebut merupakan kaidah yang dikenal di kalangan imam-imam hadits. Berdasarkan ini ulama salaf berjalan, dan lebih dari seorang telah menukil ijma' (kesepakatan) tentang bolehnya wanita memakai perhiasan emas. Kami sebutkan perkataan sebagian ulama Salaf sebagai tambahan penjelas (masalah ini). Al Jashash berkata dalam tafsirnya, jus II hal.388, berkaitan pernyataannya tentang emas. "Hadits-hadits yang datang tentang di bolehkannya emas bagi wanita dari nabi sallallahu 'alaihi wassalam dan para sahabat lebih jelas dan lebih masyhur, dibanding dengan hadits yang melarang. Dan dalam pendalilan (penunjukan) ayat (yang dimaksud dengan ayat, ialah ayat yang kami sebutkan tadi , surat Az Zuhruf : 18, pent). Juga jelas tentang bolehnya perhiasan emas bagi wanita. Pemakaian perhiasan bagi wanita telah tersebar luas sejak zaman nabi Sallallahu 'alaihi wassalam dan sahabat sampai pada zaman kita ini, tanpa seorang pun yang mengingkari mereka (wanita-wanita yang memakai emas). Demikian pula tidak bisa di ingkari (dipertentangkan) dengan khabar-khabar ahad." Al Kayaa Al Harasi berkata dalam tafsir Al Qur'an juz IV hal. 391, dalam menafsirkan firman Allah Subhanahu Wata'ala, "Dan Apakah patut (menjadi anak Allah) orang (anak perempuan) yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan ......[Az Zuhruf : 18] Dalam ayat ini terdapat dalil bolehnya perhiasan bagi wanita dan ijma' (kesepakatan) terbangun kuat atas bolehnya, serta khabar-khabar (hadits-hadits) tentang hal ini tidak terhitung (banyaknya)". Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra, juz IV hal.142, setelah menyebutkan sebagian hadits-hadits yang menunjukkan bolehnya emas dan sutera bagi kaum wanita tanpa terperinci, berkata : " Khabar-khabar (hadist-hadits) ini dan hadits yang semakna dengannya, menunjukkan bolehnya berhias dengan emas bagi para wanita. Dan kami memperoleh petunjuk (dalil) dengan didapatkannya ijma' tentang bolehnya perhiasan emas bagi wanita dan terhapusnya (hukum) khabat-khabar yang menunjukkan haramnya perhiasan emas bagi wanita secara khusus". An Nawawi berkata dalam Al Majmu' Juz IV hal.424, "Diperbolehkan bagi wanita memakai sutra serta berhias dengan perak dan emas dengan ijma' (kesepakatan) berdasarkan hadits-hadits yang shahih", Beliau juga berkata pada juz VI hal.40 (Pada kitab yang sama-pent), "Kaum muslimin telah bersepakat tentang diperbolehkan bagi wanita memakai beraneka ragam perhiasan dari perak dan emas semuanya. Seperti: Kalung, cincin, gelang tangan,, gelang kaki, dan semua perhiasan yang di pakai di leher dan selainnya, serta semua perhiasan yang biasa di pakai para wanita. Dalam hal ini, tidak ada perselisihan sedikitpun." Imam An Nawawi RahimaHUllah, berkata dalam Syarah Shahih Muslim, Bab : Diharamkan Cincin Emas Bagi Laki-Laki dan terhapusnya (hukum) diperbolehkannya pada permulaan islam," Kaum Muslimin telah bersepakat bolehnya cincin emas bagi wanita". Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam menjelaskan hadist Al Bara', "Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam telah melarang kami dari 7 macam perkara. Beliau melarang kami dari (memakai) cincin emas (Al Hadits). Beliau rahimallah berkata pada jux X hal. 317, "Nabi sallallahu 'alaihi wassalam melarang dari cincin emas atau memakai cincin emas khusus bagi laki-laki, tidak bagi wanita. Sungguh telah dinukilkan kesepakatan (ulama) tentang bolehnya bagi wanita." Dihalalkan (perhiasan) bagi wanita secara mutlak, baik yang melingkar maupun tidak melingkar berdasarkan dua hadits yang telah lalu (di atas-pent), disertai dengan kesepakatan ahlul ilmi tentang hal itu yang disebutkan oleh imam-imam tersebut. Juga di tunjukkan oleh hadits-hadits berikut ini. [a]. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An Nasa'i, dari 'Amr bin Syuaib, dari bapaknya, dari kakeknya. Bahwa seorang wanita mendatangi Nabi sallallahu 'alaihi wassalam bersama dengan puterinya. Dan di tangan puterinya ada dua gelang emas yang tebal. Kemudian Beliau sallallahu 'alaihi wassalam berkata kepada wanita tersebut, "Sudahkah engkau memberikan zakat gelang ini?" wanita tersebut berkata, "tidak". Beliau bersabda, "Apakah engkau senang jika Allah memakaikan gelang padamu dengan keduanya pada hari kiamat dengan dua gelang dari api neraka?" Kemudian wanita tersebut melepaskan kedua gelang itu dan menyerahkannya kepada nabi sallallahu 'alaihi wassalam dan berkata, "Dua gelang itu untuk Allah dan Rasul Nya". Nabi sallallahu 'alaihi wassalam menjelaskan kepada wanita itu tentang wajibnya mengeluarkan zakat bagi dua gelang yang disebutkan tadi. Dan beliau tidak mengingkari wanita tersebut karena memakaikan kedua gelang itu pada puterinya. Itu menunjukkan bolehnya hal tersebut. Padahal kedua gelang itu melingkar. Hadits tersebut shahih dan sanahnya jayyid (baik), sebagaimana Al Hafidz (Ibnu Hajar Al Asqalani, pent), memberitakannya dalam kitab Al Bulugh (Bulugh Al Maram, pent). [b]. Hadits yang ada dalam Sunan Abu Daud dengan sanad yang shahih, dari 'Aisyah Radiallahu'anha, berkata : " Aku mempersembahkan sebuah perhiasan kepada nabi Sallallahu 'alaihi wassalam yang dihadiahkan oleh seorang An Najasyi (raja Habasyah) kepada beliau. Dalam perhiasan itu terdapat cincin emas permata hubusy. Aisah berkata : " Kemudian Rasulullah sallallahu 'alaihi wassalam mengambilnya dengan ranting yang diulurkan atau dengan sebagian jari-jari Beliau. Kemudian Beliau memanggil Umamah puteri Abul 'Ash, yaitu anak dari puteri beliau (Zaenab), kemudian dia berkata, " Berhiaslah dengan ini wahai cucuku". Beliau sallallahu 'alaihi wassalam memberikan sebuah cincin berbentuk sebuah lingkaran dari emas yang kepada Umamah dan berkata, "Berhiaslah dengan cincin ini....", Hal itu menunjukkan dibolehkannya emas melingkar secara nash. [c]. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ad Daruquthni serta dishahihkan oleh Al Hakim sebagaimana dalam Bulugh Al Maram, dari Ummu Salamah Radiallahu'anha, Beliau (Ummu Salamah) memakai gelang kaki dari emas, kemudian berkata, "Wahai Rasulullah, apakah ini kanzun (harta simpanan)?" Beliau bersabda, "Apabila engkau menunaikan zakat gelang kaki emas itu, maka itu tidaklah termasuk harta simpanan." Adapun hadits-hadits yang dhahirnya merupakan larangan memakai emas bagi para wanita, maka hadits-hadits tersebut adalah syadz (ganjil) menyelisihi hadits lain yang lebih shahih dari hadits-hadits tersebut dan lebih tsabit. Imam-imam hadits telah menetapkan, bahwa hadits-hadits yang datang dengan sanad-sanad yang jayyid akan tetapi menyelisihi hadits-hadits (lain) yang lebih shahih darinya, tidak mungkin digabungkan (antara keduanya), dan tidak diketahui tarikhnya, maka hadits-hadits tersebut dianggap syadz, tidak dipercaya dan tidak diamalkan. Al Hafidz Al 'Iraqi rahimallah, berkata dalam Al Afiyah : Hadits syadz adalah rawi tsiqah yang menyelisihi Rawi-rawi tsiqah lainnya pada sebuah hadits, maka diperiksa oleh Asy Syafi'i. Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam An Nukhbah (Nukhbatul Fikr, pent), teksnya adalah : "Jika seorang rawi diselisihi oleh rawi (lain) yang lebih rajih (kuat), maka ar rajih dinamakan al mahfudz dan lawannya dinamakan syadz. Sebagaimana disebutkan oleh imam-imam hadits, bahwa di antara syarat hadits shahih yang biasa diamalkan, bahwa hadits tersebut bukan hadits syadz. Dan tidak diragukan lagi bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan tentang haramnya emas bagi wanita, walaupun sanad-sanadnya selamat dari cacat-cacat, akan tetapi tidak mungkin digabungkan antara hadits-hadits tersebut dengan hadits-hadits shahih yang menunjukkan halalnya (bolehnya) emas bagi wanita dan hadits-hadits tersebut tidak diketahui sejarahnya. Maka, pastilah hadits-hadits tersebut syadz (ganjil), dan tidak shahih. Sebagai suatu pengamalan kaidah sya'riyyah yang telah dikenal di kalangan ahlul ilmi ini. Hadits yang disebutkan oleh saudara kami fillah, Al 'Alamah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dalam kitabnya Adabuz Zifaaf, berupa penggabungan antara hadits-hadits yang melarang (mengharamkan) dan hadits-hadits yang membolehkan (pemakain perhiasan emas bagi wanita) dengan membawa makna hadits-hadits yang mengharamkan kepada yang al muhallaq (emas yang melingkar), dan membawa makna hadits-hadits yang membolehkan pada selain al muhallaq (tidak melingkar), adalah tidak benar dan tidak sesuai dengan hadits-hadits shahih yang menunjukkan kebolehannya. Karena dalam hadits-hadits shahih tersebut terdapat penghalalan (memakai) cincin. Sedangkan cincin melingkar.Penghalalan gelang, sedangkan gelang melingkar. Dengan demikian, maka apa yang telah kami sebutkan menjadi jelas. Dan juga karena hadits-hadits yang menunjukkan halal (bolehnya memakai perhiasan emas bagi wanita) adalah muthlaq (umum) tanpa pengikat. Maka, wajiblah mengambil dan mengamalkan) hadits-hadits yang menghalalkan tersebut karena kemuthlaqannya dan keshahihan sanad-sanadnya. Serta telah dikuatkan oleh apa yang dihikayatkan oleh sekelompok ahlul ilmi berupa ijma' (kesepakatan) akan terhapusnya (hukum) hadits-hadits yang menunjukkan keharaman (emas melingkar bagi wanita), sebagaimana yang telah kami nukilkan ucapan-ucapan mereka di atas. Inilah yang haq tanpa ragu lagi. Dengan demikian, maka hilanglah syubhat (kesamaran) dan hukum syar'i menjadi jelas, yang tidak ada keraguan di dalamnya. Yaitu halalnya (perhiasan) emas bagi wanita-wanita umat ini dan diharamkannya (emas) bagi laki-laki. Wallahu waliyuttaufiq walhamdulillahi rabbil 'alamin. Semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepada nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wassalam, keluarganya dan para sahabatnya Radiallahu 'anhum. [Disalin dari majalah As-Sunnah edisi 12/VI/1423H/2003M]. Sumber: www.almanhaj.or.id Didik Abu Dzaky E-mail: [EMAIL PROTECTED] -----Original Message----- From: Pipit Arifin [mailto:[EMAIL PROTECTED] Subject: [assunnah] Cincin kawin & Tattoo Alhamdulillah saya merasa sedang menemukan apa yg selama ini saya cari lewat milist ini. Semoga Allah merohmati kita semua. Amin..Amin.. Ya Robbal'alamiin.... Saya sedikit ada pertanyaan. Saya pernah mendengar bahwa lelaki diharamkan untuk makain emas. Dalam waktu dekat ini Insya Allah saya ingin menikah. Dan untuk pernikahan biasanya menggunakan cincin emas sebagai mas kawin. Dan pertanyaan saya adalah: - Bolehkan kami berdua membeli cincin emas untuk masing2 pihak? - Apakah suami saya diperbolehkan untuk memakai cincin tersebut, atau cukup disimpan saja? Karena jika dia tidak menggunakan cincin kawin, bagaimana seseorang bisa menandai apakah suami saya sudah beristri atau belum. Atau bolehkan dia menggunakan perak sebagai gantinya? - Calon suami saya ber- Tattoo. Butuh biaya sangat banyak sekali untuk menghilangkannya. Kami dan keluarga bersepakat bahwa Tattoo2 itu akan dihilangkan sambil jalan, krn kami mendahulukan Ijab Qabul untuk menghindari dosa. Apakah ibadah yg kami lakukan dan suami saya lakukan nanti akan diterima oleh ALLAH SWT, karena saya pernah mendengar bahwa tidak akan masuk surga orang yg ber- Tattoo. Mohon sarannya.... Alhamdulillah Jazakumullahi Kroiroo Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id Website audio: http://assunnah.mine.nu Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED] Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/