Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Saudara kita "Naufal" menanggapi pertanyaan saudara "Dinar Hary" tentang istri 
yang meminta cerai kepada suaminya (sebagaimana saya sertakan jawaban dan 
pertanyaan tersebut di bawah). Akan tetapi ada (minimal) dua kerancuan yang 
saya lihat di dalam pertanyaan saudara Hary. Pertama, yang benar ialah "mahram" 
bukan "muhrim". Karena muhrim adalah orang yang berihram (ihrom), ketika 
melaksanakan ibadah haji. Sedangkan "mahram" ialah orang yang haram dinikahi 
karena adanya hubungan kekerabatan atau sebab lain. Singkatnya, seorang 
perempuan yang mahram dengan Anda (lelaki dewasa) ialah perempuan (dewasa juga, 
tentunya) yang boleh melepas kerudung dan menunjukkan rambutnya kepada Anda, 
tanpa ada ikatan pernikahan antara Anda dan dia. Sedangkan istri Anda boleh 
menunjukkan rambutnya kepada Anda adalah setelah terjalin ikatan pernikahan 
diantara kalian berdua.

Dengan demikian jelas pula kerancuan kedua dalam pertanyaan saudara Hary, yaitu 
bahwa seorang suami tidak benar "bersikap seolah-olah istrinya bukanlah 
muhrimnya". (Sudah dijelaskan di atas bahwa yang benar ialah "mahram" bukan 
muhrim) Akan tetapi bagaimana mungkin seorang suami bersikap seolah istrinya 
bukan mahramnya? Apakah seorang suami harus memandang istrinya sebagai 
mahramnya? Wah ... kacau dong!?!?...... Istri saya tidak mungkin mahram saya, 
dan tidak mungkin saya perlakukan sebagai mahram saya. Karena mengawini mahram 
adalah haram. Memang masih banyak kalangan awam yang salah dan keliru dalam 
menggunakan istilah-istilah agama seperti ini. Akan tetapi tidak seharusnya 
seorang pengikut manhaj salaf sedemikian awam......

Kemudian, pertanyaan saudara Hary ternyata tidak dijawab oleh saudara Naufal. 
Beliau justru mempermasalahkan sikap suami tersebut......

Adapun jawaban untuk pertanyaan tersebut ialah bahwa seorang istri berhak 
menuntut cerai dari suaminya, dan ini yang disebut khul' (خُلْع), yaitu dengan 
cara, pihak istri menyerahkan sejumlah uang kepada suaminya agar ia mau 
menceraikannya. Tentu saja semua itu dilakukan setelah melalui proses 
pengadilan, yang tentunya pula dilakukan di bawah pengawasan seorang hakim atau 
qadli yang memenuhi syarat dan sebagainya.
Wal 'afu minkum.
Wassalam.

Surono Supriyanto


Apa alasannya sang suami melakukan itu, sebaiknya kasus seperti ini diadukan
kpd qadhi/hakim atau seorang `alim yg perkataannya diterima oleh kedua
belah pihak agar bisa diteliti dan diambil keputusan yg benar.


----- Original Message -----
From: "dinar hary" <[EMAIL PROTECTED] com>
To: <[EMAIL PROTECTED] s.com>
Sent: Friday, November 03, 2006 11:12 AM
Subject: [assunnah] istri meminta cerai

> Assalamu'alaikum
> Ana mau tanya, bolehkah seorang istri minta cerai kepada suaminya
dikarenakan suami tidak memenuhi kewajiban2nya? termasuk tidak menggauli
istrinya semenjak pertama menikah dan selalu bersikap seolah-olah istrinya
bukanlah muhrimnya



---------------------------------
Apakah Anda Yahoo!?
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!



Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke