HARI ASYURA 10 MUHARRAM ANTARA SUNNAH DAN BID’AH *

Oleh
Ustadz Aris Munandar bin S.Ahmadi
sumber http://www.almanhaj.or.id

SEJARAH DAN KEUTAMAAN PUASA ASYURA
Sesungguhnya hari Asyura (10 Muharram) meski merupkan hari bersejarah dan 
diagungkan, namun orang tidak boleh berbuat bid'ah di dalamnya. Adapun yang 
dituntunkan syariat kepada kita pada hari itu hanyalah berpuasa, dengan 
dijaga agar jangan sampai tasyabbuh dengan orang Yahudi.

"Orang-orang Quraisy biasa berpuasa pada hari asyura di masa jahiliyyah, 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melakukannya pada masa 
jahiliyyah. Tatkala beliau sampai di Madinah beliau berpuasa pada hari itu 
dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa." [1]

"Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, kemudian beliau melihat 
orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya :"Apa ini?" 
Mereka menjawab :"Sebuah hari yang baik, ini adalah hari dimana Allah 
menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari 
itu sebagai wujud syukur. Maka beliau Rasulullah menjawab :"Aku lebih berhak 
terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari 
itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu." [2]

Dua hadits ini menunjukkan bahwa suku Quraisy berpuasa pada hari Asyura di 
masa jahiliyah, dan sebelum hijrahpun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
telah melakukannya. Kemudian sewaktu tiba di Madinah, beliau temukan 
orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu, maka Nabi-pun berpuasa dan 
mendorong umatnya untuk berpuasa.

Diriwayatkan pada hadits lain.

“Artinya : Ia adalah hari mendaratnya kapal Nuh di atas gunung “Judi” lalu 
Nuh berpuasa pada hari itu sebagai wujud rasa syukur”[3]

“Artinya : Abu Musa berkata : “Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang 
Yahudi dan mereka menjadikannya sebagai hari raya, maka Rasulllah Shallahu 
‘alaihi wa sallam bersabda : “Puasalah kalian pada hari itu” [4]

“Artinya :Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa di 
hari Asyura, maka beliau menjawab : “Puasa itu bisa menghapuskan (dosa-dosa 
kecil) pada tahun kemarin” [5]

CARA BERPUASA DI HARI SYURA
[1]. Berpuasa selama 3 hari 9, 10, dan 11 Muharram
Berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam 
Ahmad dengan lafadz sebagaimana telah disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam 
al-Huda dan al-Majd Ibnu Taimiyyah dalam al-Muntaqa 2/2:

"Selisihilah orang Yahudi dan berpuasalah sehari sebelum dan setelahnya."

Dan pada riwayat ath-Thahawi menurut penuturan pengarang Al-Urf asy-Syadzi:

"Puasalah pada hari Asyura dan berpuasalah sehari sebelum dan setelahnya dan 
janganlah kalian menyerupai orang Yahudi."

Namun di dalam sanadnya ada rawi yang diperbincangkan. Ibnul Qayyim berkata 
(dalam Zaadud Ma'al 2/76):"Ini adalah derajat yang paling sempurna." Syaikh 
Abdul Haq ad-Dahlawi mengatakan:"Inilah yang Utama."

Ibnu Hajar di dalam Fathul Baari 4/246 juga mengisyaratkan keutamaan cara 
ini. Dan termasuk yang memilih pendapat puasa tiga hari tersebut (9, 10 dan 
11 Muharram) adalah Asy-Syaukani (Nailul Authar 4/245) dan Syaikh Muhamad 
Yusuf Al-Banury dalam Ma’arifus Sunan 5/434

Namun mayoritas ulama yang memilih cara seperti ini adalah dimaksudkan 
untuklebih hati-hati.Ibnul Qudamah di dalam Al-Mughni 3/174 menukil pendapat 
Imam Ahmad yang memilih cara seperti ini (selama tiga hari) pada saat timbul 
kerancuan dalam menentukan awal bulan.

[2]. Berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram
Mayoritas Hadits menunjukkan cara ini:
“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari 
Asyura dan memerintahkan berpuasa. Para shahabat berkata:"Ya Rasulullah, 
sesungguhnya hari itu diagungkan oleh Yahudi." Maka beliau Shallallahu 
‘alaihi wa sallam bersabda: "Di tahun depan insya Allah kita akan berpuasa 
pada tanggal 9.", tetapi sebelum datang tahun depan Rasulullah Shallallahu 
‘alaihi wa sallam telah wafat."[6]

Dalam riwayat lain :
"Artinya : Jika aku masih hidup pada tahun depan, sungguh aku akan 
melaksanakan puasa pada hari kesembilan."[7].

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata (Fathul Baari 4/245) :"Keinginan beliau untuk 
berpuasa pada tanggal sembilan mengandung kemungkinan bahwa beliau tidak 
hanya berpuasa pada tanggal sembilan saja, namun juga ditambahkan pada hari 
kesepuluh. Kemungkinan dimaksudkan untuk berhati-hati dan mungkin juga untuk 
menyelisihi kaum Yahudi dan Nashara, kemungkinan kedua inilah yang lebih 
kuat, yang itu ditunjukkan sebagian riwayat Muslim”

"Artinya : Dari 'Atha', dia mendengar Ibnu Abbas berkata:"Selisihilan 
Yahudi, berpuasalah pada tanggal 9 dan 10”.

[3]. Berpuasa Dua Hari yaitu 9 dan 10 atau 10 dan 11 Muharram
"Berpuasalah pada hari Asyura dan selisihilah orang Yahudi, puasalah sehari 
sebelumnya atau sehari setelahnya”
Hadits marfu' ini tidak shahih karena ada 3 illat (cacat):
[a]. Ibnu Abi Laila, lemah karena hafalannya buruk.
[b]. Dawud bin Ali bin Abdullah bin Abbas, bukan hujjah
[c]. Perawi sanad hadits tersebut secara mauquf lebih tsiqah dan lebih hafal 
daripada perawi jalan/sanad marfu'

Jadi hadits di atas Shahih secara mauquf sebagaimana dalam as-Sunan 
al-Ma'tsurah karya As-Syafi'i no 338 dan Ibnu Jarir ath-Thabari dalam 
Tahdzibul Atsar 1/218.

Ibnu Rajab berkata (Lathaiful Ma'arif hal 49):"Dalam sebagian riwayat 
disebutkan atau sesudahnya maka kata atau di sini mungkin karena keraguan 
dari perawi atau memang menunjukkan kebolehan…."

Al-Hafidz berkata (Fathul Baari 4/245-246):"Dan ini adalahl akhir perkara 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dahulu beliau Shallallahu ‘alaihi 
wa sallam suka menyocoki ahli kitab dalam hal yang tidak ada perintah, 
lebih-lebih bila hal itu menyelisihi orang-orang musyrik. Maka setelah Fathu 
Makkah dan Islam menjadi termahsyur, beliau suka menyelisihi ahli kitab 
sebagaimana dalam hadits shahih. Maka ini (masalah puasa Asyura) termasuk 
dalam hal itu. Maka pertama kali beliau menyocoki ahli kitab dan berkata 
:"Kami lebih berhak atas Musa daripada kalian (Yahudi).", kemudian beliau 
menyukai menyelisihi ahli kitab, maka beliau menambah sehari sebelum atau 
sesudahnya untuk menyelisihi ahli kitab."

Ar-Rafi'i berkata (at-Talhish al-Habir 2/213) :"Berdasarkan ini, seandainya 
tidak berpuasa pada tanggal 9 maka dianjurkan untuk berpuasa pada tanggal 
11"

[4]. Berpuasa pada 10 Muharram saja
Al-Hafidz berkata (Fathul Baari 4/246) :"Puasa Asyura mempunyai 3 tingkatan, 
yang terendah berpuasa sehari saja, tingkatan diatasnya ditambah puasa pada 
tanggal 9, dan tingkatan diatasnya ditambah puasa pada tanggal 9 dan 11. 
Wallahu a'lam."

BID’AH-BID’AH DI HARI ASYURA
[1]. Shalat dan dzikir-dzikir khusus, sholat ini disebut dengan sholat 
Asyura
[2]. Mandi, bercelak, memakai minyak rambut, mewarnai kuku, dan menyemir 
rambut.
[3]. Membuat makanan khusus yang tidak seperti biasanya.
[4]. Membakar kemenyan.
[5]. Bersusah-susah dalam kehausan dan menampakkan kesusahannya itu.
[6]. Doa awal dan akhir tahun yang dibaca pada malam akhir tahun dan awal 
tahun (Sebagaimana termaktub dalam Majmu' Syarif)
[7]. Menentukan berinfaq dan memberi makan orang-orang miskin
[8]. Memberi uang belanja lebih kepada keluarga.
[9]. As-Subki berkata (ad-Din al-Khalish 8/417):"Adapun pernyataan sebagian 
orang yang menganjurkan setelah mandi hari ini (10 Muharram) untuk ziarah 
kepada orang alim, menengok orang sakit, mengusap kepala anak yatim, 
memotong kuku, membaca al-Fatihah seribu kali dan bersilaturahmi maka tidak 
ada dalil yg menunjukkan keutamaan amal-amal itu jika dikerjakan pada hari 
Asyura. Yang benar amalan-amalan ini diperintahkan oleh syariat di setiap 
saat, adapun mengkhususkan di hari ini (10 Muharram) maka hukumnya adalah 
bid'ah."

Ibnu Rajab berkata (Latha’iful Ma’arif hal. 53) : “Hadits anjuran memberikan 
uang belanja lebih dari hari-hari biasa, diriwayatkan dari banyak jalan 
namun tidak ada satupun yang shahih. Di antara ulama yang mengatakan 
demikian adalah Muhammad bin Abdullah bin Al-Hakam Al-Uqaili berkata 
:”(Hadits itu tidak dikenal)”. Adapun mengadakan ma’tam (kumpulan orang 
dalam kesusahan, semacam haul) sebagaimana dilakukan oleh Rafidhah dalam 
rangka mengenang kematian Husain bin Ali Radhiyallahu ‘anhu maka itu adalah 
perbuatan orang-orang yang tersesat di dunia sedangkan ia menyangka telah 
berbuat kebaikan. Allah dan RasulNya tidak pernah memerintahkan mengadakan 
ma’tam pada hari lahir atau wafat para nabi maka bagaimanakah dengan 
manusia/orang selain mereka”

Pada saat menerangkan kaidah-kaidah untuk mengenal hadits palsu, Al-Hafidz 
Ibnu Qayyim (al-Manar al-Munif hal. 113 secara ringkas) berkata : 
“Hadits-hadits tentang bercelak pada hari Asyura, berhias, bersenang-senang, 
berpesta dan sholat di hari ini dan fadhilah-fadhilah lain tidak ada satupun 
yang shahih, tidak satupun keterangan yang kuat dari Nabi Shallallahu 
‘alaihi wa sallam selain hadits puasa. Adapun selainnya adalah bathil 
seperti.

“Artinya : Barangsiapa memberi kelonggaran pada keluarganya pada hari 
Asyura, niscaya Allah akan memberikan kelonggaran kepadanya sepanjang 
tahun”.

Imam Ahmad berkata : “Hadits ini tidak sah/bathil”. Adapun hadits-hadits 
bercelak, memakai minyak rambut dan memakai wangi-wangian, itu dibuat-buat 
oleh tukang dusta. Kemudian golongan lain membalas dengan menjadikan hari 
Asyura sebagai hari kesedihan dan kesusahan. Dua goloangan ini adalah ahli 
bid’ah yang menyimpang dari As-Sunnah. Sedangkan Ahlus Sunnah melaksanakan 
puasa pada hari itu yang diperintahkan oleh Rasul Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam dan menjauhi bid’ah-bid’ah yang diperintahkan oleh syaithan”.

Adapun shalat Asyura maka haditsnya bathil. As-Suyuthi dalam Al-Lali 2/29 
berkata : “Maudhu’ (hadits palsu)”. Ucapan beliau ini diambil Asy-Syaukani 
dalam Al-Fawaid Al-Majmu’ah hal.47. Hal senada juga diucapkan oleh Al-Iraqi 
dalam Tanzihus Syari’ah 2/89 dan Ibnul Jauzi dalam Al-Maudlu’ah 2/122

Ibnu Rajab berkata (Latha’ful Ma’arif) : “Setiap riwayat yang menerangkan 
keutamaan bercelak, pacar, kutek dan mandi pada hari Asyura adalah maudlu 
(palsu) tidak sah. Contohnya hadits yang dikatakan dari Abu Hurairah 
Radhiyallahu ‘anhu secara marfu.

“Artinya : Barangsiapa mandi dan bersuci pada hari Asyura maka tidak akan 
sakit di tahun itu kecuali sakit yang menyebabkan kematian”.

Hadits ini adalah buatan para pembunuh Husain.

Adapun hadits,
“Artinya : Barangsiapa bercelak dengan batu ismid di hari Asyura maka 
matanya tidak akan pernah sakit selamanya”

Maka ulama seperti Ibnu Rajab, Az-Zakarsyi dan As-Sakhawi menilainya sebagai 
hadits maudlu (palsu).

Hadits ini diriwayatkan Ibnul Jauzi dalam Maudlu’at 2/204. Baihaqi dalam 
Syu’abul Iman 7/379 dan Fadhail Auqat 246 dan Al-Hakim sebagaimana dinukil 
As-Suyuthi dalam Al-Lali 2/111. Al-Hakim berkata : “Bercelak di hari Asyura 
tidak ada satu pun atsar/hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan 
hal ini adalah bid’ah yang dibuat oleh para pembunuh Husain Radhiyallahu 
‘anhu.

Demikianlah sedikit pembahasan tentang hari Asyura. Semoga kita bisa 
meninggalkan bid’ah-bid’ah.

http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=2034&bagian=1
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun V/1421H-2001M. Penerbit 
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton 
Gondangrejo Solo 57183]
__________
Foote Note
[*]. Diolah oleh Aris Munandar bin S Ahmadi, dari kitab Rad’ul Anam Min 
Muhdatsati Asyiril Muharram Al-Haram, karya Abu Thayib Muhammad Athaullah 
Hanif, tahqiq Abu Saif Ahmad Abu Ali
[1]. Hadits Shahih Riwayat Bukhari 3/454, 4/102-244, 7/147, 8/177,178, Ahmad 
6/29, 30, 50, 162, Muslim 2/792, Tirmidzi 753, Abu Daud 2442, Ibnu Majah 
1733, Nasa’i dalam Al-Kubra 2/319,320, Al-Humaidi 200, Al-Baihaqi 4/288, 
Abdurrazaq 4/289, Ad-Darimy 1770, Ath-Thohawi 2/74 dan Ibnu Hibban dalam 
Shahihnya 5/253
[2]. Hadits Shahih Riwayat Bukhari 4/244, 6/429, 7/274, Muslim 2/795, Abu 
Daud 2444, Nasa’i dalam Al-Kubra 2/318, 319, Ahmad 1/291, 310, Abdurrazaq 
4/288, Ibnu Majah 1734, Baihaqi 4/286, Al-Humaidi 515, Ath-Thoyalisi 928
[3]. Hadits Riwayat Ahmad 2/359-360 dengan jalan dari Abdusshomad bin Habib 
Al-Azdi dari bapaknya dari Syumail dari Abu Hurairah, Abdusshomad dan 
bapaknya keduanya Dha’if.
[4]. Hadits Shahih Riwayat Bukahri 4/244, 7/274, Muslim 2/796, Nasa’i dalam 
Al-Kubra 2/322 dan Al-Baihaqi 4/289
[5]. Hadits Shahih Riwayat Muslim 2/818-819, Abu Daud 2425, Ahmad 5/297, 
308, 311, Baihaqi 4.286, 300 Abdurrazaq 4/284, 285
[6]. Hadits Shahih Riwayat Muslim 2/796, Abu Daud 2445, Thabary dalam 
Tahdzibul Atsar 1/24, Baihaqi dalam Al-Kubra 4/287 dan As-Shugra 2/119 serta 
Syu’abul Iman 3506 dan Thabrabi dalam Al-Kabir 10/391
[7]. Hadits Shahih Muslim 2/798, Ibnu Majah 736, Ahmad 1/224, 236, 345, 
Baihaqi 4/287, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanafnya 3/58, Thabrani dalam 
Al-Kabir 10/401, Thahawi 2/77 dan lain-lain
8]. Abdurrazaq 4/287, Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar 2/78, Baihaqi dalam 
Sunan Kubra 4/287 dan dalam Syu’abul Iman 3509 dari jalan Ibnu Juraij, Atha 
telah mengabariku …. Sanadnya shahih. Ada juga muttabi dalam riwayat Qasim 
Al-Bhagawi dalam Al-Hadits Ali Ibnil Ja’di 2/886 dengan sanad shahih
[9]. Hadits Dhaif, riwayat Ahmad 1/241, Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya 2095, 
Thahawi 2/78, Bazar 1052 dalam Kasyfil Atsar, Baihaqi 4/278, Thobary dalam 
Tahdzibul Atsar 1/215, Ibnu Adi dalam Al-Kamil 3/88

_________________________________________________________________
FREE pop-up blocking with the new MSN Toolbar - get it now! 
http://toolbar.msn.click-url.com/go/onm00200415ave/direct/01/



Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://www.assunnah.or.id/ragam/aturanmilis.php
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke