Seorang Muslim Tidak Boleh Dikafirkan dengan Setiap Bentuk Dosa
  Oleh : Syaikhul Islam Abu Isma’il ash Shabuni*
   
  *Imam Abu Isma’il ash Shabuni lahir pada tahun 372 H dan wafat pada bulan 
Muharam 449 H.  Beliau dikenal memiliki kecerdasan dan tutur kata yang baik 
dalam bahasa Arab maupun Parsi serta memiliki hafalan hadits yang luas.  Beliau 
dikenal sangat bagus shalatnya, amat khusyu’ sehingga mampu menampakkan 
kewibawaannya dan patut dijadikan teladan.  Beliau mampu menjaga harga diri dan 
kejujuran serta mampu membawa diri.  Dan beliau juga merupakan guru dari al 
muhadits Imam al Baihaqi rahimahullah penulis kitab Sunanul Kubra.
   
  Beberapa pujian ulama tentang Imam ash Shabuni :
   
  Imam Ibnu Katsir (wafat tahun 774 H.) berkata, “Beliau seorang hafizh, juru 
nasihat dan ahli tafsir”
   
  Imam adz Dzahabi (wafat tahun 748 H.) berkata, “Beliau seorang juru 
nasihat, ahli tafsir dan penulis.  Beliau salah seorang tokoh terkemuka, 
sekaligus penghulu ulama Khurasan di zamannya”
   
  Imam al Baihaqi (wafat 458 H) berkata, “Beliau adalah Syaikhul Islam sejati 
dan imam kaum muslimin yang sebenar-benarnya”.
   
  Dalam Kitab Aqidah Salaf Ashhabul Hadits, Syaikhul Islam Abu Isma’il ash 
Shabuni rahimahullah mengatakan,
   
    
   Ahlus Sunnah berkeyakinan bahwa seorang mukmin, meski ia melakukan berbagai 
dosa besar maupun kecil, ia tidak bisa dikafirkan dengan semua itu.  Meskipun 
ia meninggal dunia sebelum bertaubat.  Namun ia meninggal di dalam tauhid dan 
keikhlasan.
   
  Urusannya diserahkan kepada Allah Ta’ala.  Apabila Dia menghendaki, maka 
Dia akan mengampuninya dan memasukkannya ke dalam Jannah pada Hari Kiamat, 
dalam keadaan selamat, beruntung dan tidak pernah tersentuh sedikitpun oleh api 
Naar, tidak pernah juga disiksa atas segala (dosa) yang ia kerjakan, atas apa 
yang biasa dia lakukan dan terus menyelimuti dirinya sampai Hari Kiamat.  Namun 
apabila Allah Ta’ala menghendaki, Dia-pun bisa menyiksanya.
   
    
   Guru kami, Sahal bin Muhammad (ash Sha’luki) rahimahullah berkata, 
“Seorang mukmin, meski ia disiksa, ia tidak akan dimasukkan ke Naar seperti 
halnya orang-orang kafir.  Ia pun tak akan kekal di dalamnya sebagaimana 
orang-orang kafir.  Demikian juga ia tak akan celaka sebagaimana celakanya 
orang-orang kafir”
   
    
   Artinya, bahwa orang kafir akan diseret ke Naar dan dicampakkan ke dalamnya 
dalam keadaan terbalik, dirantai, dibelenggu dan dibebani dengan beban yang 
berat-berat.  Sedangkan orang mukmin yang berbuat dosa apabila dihukum dengan 
Naar, ia akan dimasukan ke dalamnya seperti layaknya seorang tahanan yang masuk 
penjara dunia dengan berjalan, tanpa dicampakkan dan dijungkirbalikan.  Arti 
ucapannya, 
   
  “…dia tak akan dicampakkan ke dalam Naar layaknya orang kafir …”
   
  Yaitu bahwa orang kafir dicelupkan seluruh badannya ke dalam api Naar (dan) 
setiap kali kulitnya matang menghangus, segera diganti dengan kulit yang baru, 
agar ia betul-betul merasakan siksanya.  Sebagaimana diceritakan dalam al 
Qur’an, dalam firman-Nya,
   
  “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dengan ayat-ayat kami niscaya akan 
kami panggang di Naar.  Setiap kali kulit mereka matang menghangus, kami ganti 
dengan kulit yang lain, agar mereka merasakan siksanya” (QS. An Nisaa’ : 56)
   
  Adapun orang-orang beriman , wajah-wajah mereka tak akan disentuh api Naar, 
dan anggota-anggota sujud mereka juga tak akan dibakar api Naar.  Karena Allah 
Ta’ala telah mengharamkan bagi Naar untuk membakar anggota-anggota sujud. 
(Dalilnya adalah sabda Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam, “Allah 
mengharamkan bagi api Naar untuk menjilat bekas-bekas sujud”, dikeluarkan 
oleh al Bukhari II/239, Muslim I/163-167 dan lainnya)
   
  4.     Arti ucapan beliau,
   
  “ …mereka tak akan kekal di dalamnya sebagaimana layaknya orang-orang 
kafir…”
   
  Bahwa orang-orang kafir memang akan kekal di dalam Naar dan tidak akan keluar 
darinya selama-lamanya.  Sementara Allah Ta’ala tidak akan mengekalkan 
seorang pun dari pelaku dosa dari kaum mukminin di dalam Naar.
   
  Dan arti ucapan beliau,
   
  “Mereka tidak akan celaka di dalamnya sebagaimana celakanya orang-orang 
kafir”
   
  Bahwasannya orang-orang kafir akan berputus asa dari mendapatkan rahmat Allah 
Ta’ala, mereka juga tak lagi punya harapan sama sekali untuk senang.
   
  Adapun orang-orang beriman, mereka tak putus-putusnya berhasrat untuk 
mendapatkan rahmat Allah Ta’ala. Pada setiap kondisi.  Karena akhir 
perjalanan setiap mukmin pada akhirnya Jannah jua.  Karena mereka diciptakan 
untuk masuk Jannah, dan Jannah itu pun diciptakan untuk menjadi miliknya, 
sebagai keutamaan dan karunia dari Allah Ta’ala.
   
  Maraji’ :
   
  Aqidah Salaf Ashhabul Hadits, Syaikhul Islam Abu Isma’il ash Shabuni, 
Pustaka at Tibyan, Solo, Edisi Indonesia.
   
  Semoga Bermanfaat.


        Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa 
syirik, dan Dia mengampuni dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang 
dikehendaki-Nya.  Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah 
berbuat dosa yang besar" (QS. An Nisaa' : 48)
   
  Dari Abu Dzar ra., Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Jibril 
berkata kepadaku, 'Barangsiapa diantara umatmu yang meninggal dunia dalam 
keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka pasti dia masuk 
surga'" (HR. Bukhari) [Hadits ini terdapat pada Kitab Shahih Bukhari]





 
---------------------------------
Everyone is raving about the all-new Yahoo! Mail beta.

Reply via email to