Mengapa Musibah Selalu Mendera? (2/3)

Wahai saudara-saudara seagama, Kenyataannya memang pahit. Sesungguhnya, ada 
beberapa sebab dan bermacam-macam penyakit, hal itulah yang menjerumuskan umat 
ke dalam musibah-musibah, bencana-bencana dan ujian-ujian ini. Umat tidak akan 
dapat keluar dan melepaskan diri dari semua musibah ini, kecuali dengan taufik 
Allah subhanahu wa ta’ala, dengan tambahan karunia dan kenikmatan dari-Nya. 
Permasalahan besar seperti ini tidak mungkin diselesaikan secara parsial, hanya 
melalui seminar-seminar, ceramah, kajian, dengan satu atau beberapa kalimat. 
Semua ini kami sampaikan, untuk tujuan saling menasihati dalam kebenaran dan 
kesabaran, dalam rangka mengajak untuk berpegang teguh dengan tali Allah, dalam 
upaya menjalin ta'awun (saling menolong) di atas kebajikan dan takwa. Maka, 
kami ingin mengatakan sebagai peringatan, sesungguhnya sebab-sebab yang telah 
menjerumuskan umat ini ke dalam belitan bencana dan ujian ini banyak, bahkan 
sangat beragam. Akan tetapi, secara global bermuara pada dua bahaya besar yang 
telah menimpa agama umat ini. Padahal, agama merupakan sebab kelestarian umat 
ini, petunjuk bagi umat dalam menangani urusan mereka. Bila penyebab ini tiada, 
maka pengaruhnya pun sirna. 

Saya hanya ingin menyebutkan dua penyakit saja, yang pertama adalah penyakit 
kebodohan, tidak mengerti din (agama); dan tidak mengetahui syari'at Rabbul 
'Alamin. Saya akan menyebutkan sebagian dalil-dalil tentang hal ini, insya 
Allah. Dalam Shahihain (dua kitab Shahih), Shahih Imam Bukhari dan Shahih Imam 
Muslim, dari sahabat yang agung, ‘Abdullah bin 'Amr bin al 'Ash, dia 
mengatakan: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu (dari manusia) secara langsung, 
tetapi Dia mencabut ilmu dengan mematikan ulama. Sehingga ketika tidak tersisa 
seorang 'alimpun, orang-orang mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh, lalu 
orang-orang bertanya kepada mereka, lalu mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga 
mereka sesat dan menyesatkan. 

Mereka (para pemimpin yang bodoh itu) menjadi orang-orang yang sesat atas ulah 
mereka ini. Tidak hanya sampai di sini saja, bahkan mereka juga menjadi 
orang-orang menyesatkan. Jadi, petunjuk hadits ini begitu jelas, maknanya 
sangat gamblang, bahwa kedangkalan ilmu (agama) dan berkurangnya jumlah ulama 
(yang baik) termasuk penyakit terbesar dan penyakit terparah yang menimpa umat 
di halaman rumahnya sendiri, dan menimpa penduduknya, terutama cengkeraman 
musuh (atas diri kita). Wahai saudara-saudaraku, Sungguh, mengetahui penyakit 
ini akan membuat kita berhasil mengetahui inti dari permasalahan ini, sehingga 
kita akan memahaminya berdasarkan ilmu, agama, dan realita, untuk mengetahui 
penyakit dan obatnya; daripada mengkaji satu masalah yang tidak benar atau 
mengungkap sesuatu yang tidak sesuai fakta. Jika demikian, justru penyakit itu 
akan semakin parah, dan pemberian obatnya pun keliru. Dampaknya, umat tidak 
akan merasakan manfaatnya, bahkan musibah dan ujian akan semakin meningkat. 
Ilmu syar'i (agama) yang sarat kebijaksanaan ini bukanlah ibarat hiburan, dan 
bukan pula perkara yang hukumnya sekedar mustahab (dianjurkan) saja. Akan 
tetapi hukumnya adalah fardhu 'ain (kewajiban individu) atas setiap muslim, 
sebagaimana sabda Nabi  

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ 
Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap muslim. 

Dan tidak diragukan lagi, bahwa kata muslim (dalam hadits ini, Red.) mencakup 
laki-laki dan wanita. Oleh karena itu, ilmu syar'i merupakan tonggak umat, 
memiliki peran serta dan penjaga eksistensinya. Allah ta'ala berfirman:   
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah 
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS ar-Ra'd:11). 

Sungguh, Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum, yang sebelumnya memiliki 
kemuliaan, ketahanan, kekuatan, dan memiliki peran, serta keteguhan, menjadi 
kaum yang lemah, penuh kekurangan, tercabik-cabik dan terpuruk, sampai mereka 
sendiri mau merubah keadaan yang ada pada diri mereka, yang berupa 
gejala-gejala buruk dalam menyikapi agama. Yang terburuk adalah kebodohan 
(terhadap agama), dan yang paling parah yaitu kedangkalan ilmu, sampai mereka 
kembali kepada masa  telah mengisyaratkanblalunya yang mulia dan reputasinya 
terdahulu. Nabi  kejadian ini, mengisyaratkan kepada kenyataan, yang tidak ada 
seorang pun yang  bersabda:

 “Sesungguhnya menjelang hari Kiamat terdapat tahun-tahun yang menipu, orang 
yang berkhianat diberi amanat, orang yang terpercaya dianggap khianat, orang 
yang berdusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, dan ruwaibidhah akan 
berbicara,” para sahabat bertanya,"Apakah ruwaibidhah, wahai Rasulullah?" 
Beliau menjawab,"Seorang yang hina dan bodoh berbicara tentang urusan orang 
banyak". 

Seorang yang tafih/safih (hina, bodoh) ini, tanda dan sifat pertamanya adalah 
bodoh, tidak memiliki ilmu dan tidak memiliki pemahaman. Maka, marilah kita 
renungkan keadaan tabib (dokter) ini, dia mengobati orang lain, padahal dia 
sendiri sakit. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang tabib yang 
mengobati badan : 
                 ضَامِن مَنْ تَطَبَّبَ وَلَمْ يُعْلَمْ مِنْهُ طِبٌّ (قَبْلَ 
ذَلِكَ) فَهُوَ 
Barangsiapa mengobati, sedangkan dia (sebelumnya) tidak dikenal (dengan) 
keahlian dalam pengobatan, maka dia menanggung. 

(Jika ini berkaitan dengan masalah pengobatan jasmani, Red.), maka bagaimana 
dengan terapi pengobatan (yang berhubungan dengan masalah-masalah) agama? 
Bagaimana mereka ini (berani) mengeluarkan fatwa kepada umat, berupa 
fatwa-fatwa yang menenggelamkan umat dalam kelalaian dan menambah 
keterpurukannya, serta menghalangi dari sebab kebangkitannya? Semua ini 
dilakukan atas nama ilmu, padahal demi Allah, itu merupakan kebodohan. Semua 
itu dengan disampaikan atas nama agama, padahal demi Allah, itu merupakan 
kelalaian. Semua itu dikatakan atas nama petunjuk, padahal demi Allah, itu 
merupakan kesesatan. Adakah setelah kebenaran selain kesesatan saja? Dahulu, 
ketika para ulama membimbing dan memimpin, umat berada di atas kebaikan, umat 
berada di depan dan menjadi maju. Namun, ketika para ulama itu mengalami 
kemunduran, umat pun terpengaruh. 

(bersambung) 

Dikutip dari www.ponpesimambukhari.or.id website Majalah Assunnah edisi 
1/XI/1428H / 2007


Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://www.assunnah.or.id/ragam/aturanmilis.php 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke