----- Original Message ----
From: Mulyadi Asyauqi <[EMAIL PROTECTED]>
To: assunnah@yahoogroups.com
Sent: Sunday, 13 May, 2007 11:35:16 AM
Assalamualaikum wr, wb.
Afwan mau tanya, saya kebetulan ditugaskan di luar negeri selama 2-3 bulan. 
Apakah saya tergolong musafir sehingga diperbolehkan untuk melakukan sholat jama
Syukron atas bantuannya.
Mulyadi

SHALAT JAMA' TAQDIM

Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=256&bagian=0


"Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam peperangan 
Tabuk, apabila hendak berangkat sebelum tergelincir matahari, maka beliau 
mengakhirkan Dzuhur hingga beliau mengumpulkannya dengan Ashar, lalu beliau 
melakukan dua shalat itu sekalian. Dan apabila beliau hendak berangkat setelah 
tergelincir matahari, maka beliau menyegerakan Ashar bersama Dzuhur dan 
melakukan shalat Dzuhur dan Ashar sekalian. Kemudian beliau berjalan.

Dan apabila beliau hendak berangkat sebelum Maghrib maka beliau mengakhirkan 
Maghrib sehingga mengerjakan bersama Isya', dan apabila beliau berangkat 
setelah Maghrib maka beliau menyegerakan Isya' dan melakukan shalat Isya' 
bersama Maghrib". 

Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Dawud (1220), At-Tirmidzi (2/438) Ad-Daruquthni 
(151), Al-Baihaqi (3/165) dan Ahmad (5/241-242), mereka semua memperolehnya 
dari jalur Qutaibah bin Sa'id : " Telah bercerita kepadaku Al-Laits bin Sa'ad 
dari Yazid bin Abi Habib dari Abi Thufail Amir bin Watsilah dari Mu'adz bin 
Jabal, secara 
marfu. Dalam hal ini Abu Dawud berkomentar :"Tidak ada yang meriwayatkan hadits 
ini kecuali Qutaibah saja".

Saya menilai : "Dia adalah tsiqah dan tepat. Maka tidak mengapa meskipun dia 
sendirian dalam meriwayatkan hadits ini dari 
Al-Laits selain darinya".

Di tempat lain At-Tirmidzi juga berkata : "Hadits ini hasan shahih".

Saya berpendapat : Inilah yang benar, semua perawinya tsiqah. Yakni para perawi 
Asy-Syaikhain. Juga telah dinilai shahih oleh Ibnul Qayyim dan lainnya. Namun 
Al-Hakim dan lainnya menganggapnya ada 
'illat yang tidak baik, seperti yang telah saya jelaskan dalam Irwa 'Al-Ghalil 
(571). Di sana saya menyebutkan mutabi' (hadits yang mengikuti) kepada Qutaibah 
dan beberapa syahid (hadits pendukung) yang memastikan keshahihannya.

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Malik (I/143/2) dari jalur lain yang 
berasal dari Abi Thufail dengan redaksi.

"Sesungguhnya mereka keluar bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam 
pada tahun Tabuk. Maka adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam 
mengumpulkan antara Dzuhur dan Ashar serta Magrib dan Isya. Abu Thufail berkata 
: 'Kemudian beliau mengakhirkan (jama' takhir) shalat pada suatu hari. Lalu 
beliau keluar dan shalat Dzuhur dan Ashar sekalian. Kemudian beliau 
masuk (datang). Kemudian keluar dan shalat Maghrib serta Isya 
sekalian".

Dan dari jalur Malik telah dikeluarkan oleh Imam Muslim (7/60) 
dan Abu Dawud (1206), An-Nasa'i (juz I, hal 98), Ad-Darimi (juz I, hal 356), 
Ath-Thahawi (I/95), Al-Baihaqi (3/162), Ahmad (5/237) dan dalam riwayat Muslim 
(2/162) dan lainnya dari jalur lain :

"Kemudian saya berkata : 'Apa maksudnya demikian ?" Dia berkata : Maksudnya 
agar tidak memberatkan umatnya".

Kandungan Hukumnya
Dalam hadits ini terdapat beberapa masalah.

[1]. Boleh mengumpulkan dua shalat pada waktu bepergian walaupun 
pada tempat selain Arafah dan Muzdalifah ; demikian pendapat jumhurul ulama. 
Berbeda dengan mazdhab Hanafiyah. Mereka menakwilkannya dengan 'jama' shuwari' 
yakni mengakhirkan Dzhuhur sampai mendekati waktu Ashar demikian pula Maghrib 
dan Isya'. pendapat ini telah dibantah oleh jumhurul ulama dari berbagai 
segi.

Pertama : Pendapat ini jelas menyalahi pengertian jama' secara 
dhahir.

Kedua : Tujuan disyariatkan jama' adalah untuk mempermudah dan 
enghindarkan kesulitan, seperti yang telah dijelaskan oleh riwayat Muslim. 
Sedangkan jama' dalam pengertian 'shuwari' masih mengandung 
kesulitan.

Ketiga : Sebagian hadits tentang jama' jelas menyalahkan pendapat mereka itu. 
Seperti hadits Anas bin Malik yang berbunyi. "Mengakhirkan Dzuhur sehingga 
masuk awal Ashar, kemudian dia menjama' (mengumpulkan) keduanya".
Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim (2/151) dan lainya.

Keempat : Bahkan pendapat itu juga bertentangan dengan pengertian 
jama taqdim sebagaimana dijelaskan oleh hadits Mu'adz berikut ini.

"Dan apabila dia berangkat setelah tergelincir matahari, maka dia akan 
menyegerakan Ashar kepada Dzuhur".

Dan sesungguhnya hadits-hadits yang serupa ini adalah banyak, 
sebagaimana telah disinggung.

[2]. Sesungguhnya soal jama' (mengumpulkan dua shalat) disamping boleh jama 
takhir, boleh juga jama taqdim. Ini dikatakan oleh Imam Asy-Syafi'i dalam Al-Um 
(I/67), disamping oleh Imam Ahmad 
dan Ishaq, sebagaimana dikatakan oleh At-Tarmidzi (2/441).

[3]. Sesungguhnya diperbolehkan jama' pada waktu turunnya (dari kendaraan) 
sebagaimana diperbolehkan manakala berlangsung perjalanan. Imam Syafi'i dalam 
Al-Um, setelah meriwayatkan hadits ini dari jalur Malik, mengatakan : "Ini 
menunjukkan bahwa dia sedang turun bukan sedang jalan. Karena kata 'dakhala' 
dan 'kharaja' (masuk dan keluar) adalah tidak lain bahwa dia sedang turun. Maka 
bagi 
seorang musafir boleh menjama' pada saat turun dan pada saat 
berjalan'.

Saya berpendapat : Dengan nash ini maka tidaklah perlu 
menghiraukan kata Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zadul Ma'ad (1/189) 
menuturkan : "Bukanlah petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, melakukan 
jama' sambil naik kendaraan dalam perjalanannya, sebagaimana yang dilakukan 
oleh kebanyakan orang, dan tidak juga jama' itu harus pada waktu dia turun".

Nampaknya banyak kaum muslimin yang terkecoh oleh kata-kata Ibnul Qayyim ini. 
Oleh karenanya mestilah ingat kembali.

Adalah janggal bila Ibnul Qayyim tidak memahi nash yang ada dalam Al-Muwatha', 
Shahih Muslim dan lain-lain ini. Akan tetapi keheranan tersebut akan hilang 
manakala kita ingat bahwa dia menulis 
kitab Az-Zad itu, adalah pada waktu dimana dia jauh dari kitab-kitab lain, 
yakni dia dalam perjalanan, sebagai seorang musafir. Inilah sebabnya mengapa 
dalam kitab tersebut disamping kesalahan itu, banyak juga kesalahan yang lain. 
Dan mengenai hal ini telah saya jelaskan dalam At-Ta'liqat Al-Jiyad 'Ala Zadil 
Ma'ad.

Yang membuat pendapat ini tetap janggal adalah bahwa gurunya, 
yakni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, telah menjelaskan dalam sebuah bukunya, 
berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim. Mengapa hal itu tidak 
diketahui oleh Ibnul Qayyim padahal dia orang yang paling mengenal Ibnu 
Taimiyah dengan segala pendapatnya.? Setelah menuturkan hadits itu, Syaikhul 
Islam dalam Majmu'atur Rasail wal-Masa'il (2/26-27) mengatakan : "Pengertian 
jama' itu ada 
tiga tingkatan : Manakala sambil berjalan maka pada waktu yang 
pertama.

Sedangkan bila turun maka pada waktu yang kedua. Inilah jama' 
sebagaimana disebutkan dalam Ash-Shahihain dari hadits Anas dan Ibnu Umar. Itu 
menyerupai jama' di Muzdalifah. Adapun manakala di waktu yang kedua baik dengan 
berjalan maupun dengan kendaraan, maka di-jama' pada waktu yang pertama. Ini 
menyerupai jama' di Arafah. Sungguh hal ini telah diriwayatkan dalam As-Sunnan 
(yakni hadits Mu'adz ini). Adapun manakala turun pada waktu keduanya, maka 
dalam 
hal ini tidak aku ketahui hadits ini menunjukkan bahwa beliau Nabi turun di 
kemahnya dalam bepergian itu. Dan bahwa beliau mengakhirkan Dzuhur kemudian 
keluar lalu shalat Dzuhur dan Ashar sekalian.

Kemudian beliau masuk ke tempatnya, lalu keluar lagi dan melakukan shalat 
Maghrib dan Isya' sekalian. Sesungguhnya kala 'ad-dukhul' (masuk) dan 'khuruj' 
(keluar), hanyalah ada di rumah (kemah saja). Sedangkan orang yang berjalan 
tidak akan dikatakan masuk atau keluar. Tetapi turun atau naik.

"Dan Tabuk adalah akhir peperangan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam Beliau 
sesudah itu, tidak pernah bepergian kecuali ketika haji Wada'. Tidak ada kasus 
jama' darinya kecuali di Arafah dan 
Muzdalifah. Adapun di Mina, maka tidak ada seorangpun yang menukil bahwa beliau 
pernah menjama' di sana.

Mereka hanya menukilkan bahwa beliau memang mengqashar di sana. Ini menunjukkan 
bahwa beliau dalam suatu bepergian terkadang menjama' dan terkadang tidak. 
Bahkan yang lebih sering adalah bahwa beliau tidak men-jama' . Hal ini 
menunjukkan bahwa beliau tidak menjama'. Dan juga menunjukkan bahwa jama' bukan 
menjadi sunah Safar sebagaimana qashar, tetapi dilakukan hanya bila diperlukan 
saja, baik dalam bepergian maupun sewaktu tidak dalam bepergian supaya tidak 
memberatkan umatnya. Maka seorang musafir bilamana memerlukan jama' maka 
lakukan saja, baik pada waktu kedua atau pertama, baik ia 
turun untuknya atau untuk keperluan lain seperti tidur dan istirahat pada waktu 
Dzuhur dan waktu Isya'. Kemudian dia turun pada waktu Dzuhur dan waktu Isya. 
Dia turun pada waktu Dzuhur karena lelah dan mengantuk serta lapar sehingga 
memerlukan istirahat, tidur dan makan. Dia boleh mengakhirkan Dzuhur kepada 
waktu Ashar kemudian menjama' taqdim Isya dengan Maghrib lalu sesudah itu bisa 
tidur agar bisa bangun di tengah malam dalam bepergiannya. 

Maka menurut hadits ini dan lainnya adalah diperbolehkan men-jama'. Adapun bagi 
orang yang singgah beberapa hari di suatu kampong atau kota, maka meskipun ia 
boleh mengqashar, karena dia musafir, namun tidak diperkenankan men-jama'. Ia 
seperti halnya tidak boleh shalat di atas kendaraan, tidak boleh shalat dengan 
tayamum dan tidak boleh makan bangkai.

Hal-hal seperti ini hanya diperbolehkan sewaktu diperlukan saja. Lain halnya 
dengan soal qashar. sesungguhnya ia memang menjadi sunnah dalam shalat 
perjalanan".

[Disalain dari buku Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah wa Syaiun Min Fiqhiha wa 
Fawaaidiha, edisi Indonesia Silsilah Hadits Shahih dan Sekelumit Kandungan 
Hukumnya oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terbitan Pustaka Mantiq, 
hal 368-372 penerjemah Drs.HM.Qodirun Nur]


Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://www.assunnah.or.id/ragam/aturanmilis.php 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke