HUKUM BANGKAI

Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi
http://www.almanhaj.or.id/content/2120/slash/0

PENGERTIAN BANGKAI.
Bangkai dalam bahasa Arab disebut Al Mayyitah. Pengertiannya, yaitu yang 
mati tanpa disembelih [1] Sedangkan menurut pengertian para ulama syari'at, 
Al Mayyitah (bangkai) adalah hewan yang mati tanpa sembelihan syar'i, dengan 
cara mati sendiri tanpa sebab campur tangan manusia. Dan terkadang dengan 
sebab perbuatan manusia, jika dilakukan tidak sesuai dengan cara 
penyembelihan yang diperbolehkan [2].

Dengan demikian definisi bangkai mencakup:
[a]. Yang mati tanpa disembelih, seperti kambing yang mati sendiri.
[b]. Yang disembelih dengan sembelihan tidak syar'i, seperti kambing yang 
disembelih orang musyrik
[c]. Yang tidak menjadi halal dengan disembelih, seperti babi disembelih 
seorang muslim sesuai syarat penyembelihan syar'i. [3]

Para ulama berpendapat, anggota tubuh (daging) yang dipotong dari hewan yang 
masih hidup, masuk dalam kategori bangkai, dengan dasar sabda Rasululloh 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Artinya : Semua yang dipotong dari hewan dalam keadaan masih hidup adalah 
bangkai”[4] Dengan demikian hukumnya sama dengan hukum bangkai.

NAJISNYA BANGKAI.
Menilik keadaan hewan bangkai, maka dibagi menjadi tiga bagian:

[1]. Yang ada diluar kulit, seperti bulu dan rambutnya serta sejenisnya.
Hukumnya suci tidak najis [5] , didasarkan pada firman Allah :

“Artinya : Dan (dijadikannya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu 
kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu 
(tertentu)” [Al Nahl : 80]

Ayat ini bersifat umum, yakni meliputi hewan yang disembelih dan tidak 
disembelih. Allah juga menyampaikan ayat ini untuk menjelaskan karuniaNya 
terhadap hambaNya yang menunjukkan kehalalannya.[6]

[2]. Bagian bawah kulitnya seperti daging dan lemak.
Hukumnya najis secara ijma' [7] dan tidak dapat disucikan dengan disamak 
[8]. Berdasarkan firman Allah Ta'ala.

“Artinya : Katakanlah:"Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan 
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali 
kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - 
karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang disembelih atas nama 
selain Allah".[Al An'am :145]

Dikecualikan dalam hal ini, yaitu.

[a]. Bangkai ikan dan belalang, didasarkan pada sabda Rasulullah Shallallahu 
‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Dihalalkan bagu kalian dua bangkai dan dua darah. Adapun dua 
bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut 
adalah hati (lever) dan limpa. [HR Ibnu Majah no. 3314 dan dishohihkan 
Syeikh Al Albani dalam Silsilah Al Ahadits Al Shohihah no.1118]

[b]. Bangkai hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir seperti lalat, 
lebah, semut dan sejenisnya, didasarkan kepada sabda Rasululloh Shallallahu 
‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Apabila seekor lalat hinggap di minuman salah seorang kalian, 
maka hendaknya ia menenggelamkannya kemudian membuangnya, Karena, pada salah 
satu dari kedua sayapnya terdapat penyakit dan pada (sayap) yang lainnya 
(terdapat) obatnya (penawar)” [HR Al Bukhori no. 3320]

[c]. Tulang, tanduk dan kuku bangkai. Ini semuanya suci sebagaimana 
dijelaskan Imam Al Bukhori dari Al Zuhri tentang tulang bangkai, seperti 
gajah dan lainnya, dengan sanad mu'allaq dalam shohih Al Bukhori (1/342).

Imam Al Zuhri menyatakan : “Aku telah menemui sejumlah orang dari ulama 
salaf menggunakannya sebagai sisir dan berminyak dengannya, Mereka 
memperbolehkannya” [9]

[d]. Bangkai manusia dengan dasar sabda Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam.

“Artinya : Maha suci Allah Sesungguhnya seorang muslim itu tidak najis” [HR 
Al-Bukhori]

Syaikh Majduddin Ibnu Taimiyah berkata : “(Pengertian) ini umum mencakup 
yang hidup dan yang mati.”. Imam Al-Bukhori berkata, Ibnu Abas berkata : 
”Seorang muslim itu tidak najis, baik masih hidup atau setelah mati” Imam 
Al-Bukhari juga membuat bab dalam kitab Shahih Bukhari, yaitu bab yang 
menerangkan bahwa muslim itu tidak najis. [10]

Adapun tubuh orang kafir terjadi perselisihan tentang kesuciannya. Yang 
rojih, yaitu pendapat mayoritas ulama yang menyatakan kesuciannya, 
berdasarkan dibolehkannya menikahi wanita Ahlu Kitab ; padahal jelas akan 
bersentuhan dan tida dapat dielakkan, khususnya ketika berhubungan badan. 
Adapun firman Allah :

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang 
musyrik itu najis” [At-taubah : 28]. Maka, najis di sini karena keyakinan 
dan jorok mereka. Wallahu A'lam.

[3]. Kulitnya.
Hukum najisnya mengikuti hukum bangkainya. Apabila bangkai hewan tersebut 
suci maka kulitnyapun suci dan bila tersebut najis, maka kulitnyapun najis. 
Diantara contoh yang suci adalah ikan dengan dasar firman Allah.

“Artinya : Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) 
dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu” [Al-Maidah : 96]

Ibnu Abas menyatakan: ‘shoydul bahri” adalah yang diambil hidup-hidup dan 
“wa tho’amuhu” adalah yang diambil sudah mati. Sehingga kulitnya pun 
suci[11]

HUKUM MEMAKAN BANGKAI.
Syariat islam telah mengharamkan memakan bangkai. Dasar pengharaman bangkai 
ini, terdapat dalam Al Qur'an dan Sunnah.

Pengharaman bangkai dalam Al Qur'an ada dalam beberapa ayat, diantaranya.

Firman Allah:

“Artinya : Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, 
daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain 
Allah” [Al Baqarah :173]

“Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging 
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, 
yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat 
kamu menyembelihnya” [Al Maidah : 3]

“Artinya : Katakanlah:"Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan 
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali 
kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - 
karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang disembelih atas nama 
selain Allah". [Al An'am :145]

Adapun di dalam Sunnah Rasululloh, adalah hadits Ibnu Abas Radhiyallahu 
‘anhuma beliau berkata.

“Artinya : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapati seekor bangkai 
kambing yang diberikan dari shodaqah untuk Maula (bekas budak) milik 
Maimunah lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Mengapa tidak 
kalian manfaatkan kulitnya?”. Mereka menjawab. “ Ini adalah bangkai”. Beliau 
bersabda : “Yang diharamkan hanyalah memakannya” [Muttafaqun 'Alaihi]

Oleh karena itu kaum muslimin sepakat tentang larangan memakan bangkai dalam 
keadaan tidak darurat. [12]

YANG DIHALALKAN DARI BAGKAI
Semua hukum memakan bangkai diatas berlaku pada semua bangkai kecuali dua 
jenis.

[1]. Bangkai hewan laut.
Berdasarkan firman Allah.

“Artinya : Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) 
dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu” [Al-Maidah : 96]

Dan sabda Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah 
Radhiyallahu ‘anhu yang berbunyi.

“Artinya : Seseorang bertanya kepada Rasulullah searaya berkata : “Wahai 
Rasululloh! Kami mengarungi lautan dan hanya membawa sedikit air. Apabila 
kami berwudhu dengannya (air itu), maka kami kehausan. Apakah kami boleh 
berwudhu dengan air laut?” Rasululloh Shallallahu ‘alaihi was allam menjawab 
: “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya” [HR Sunan Al Arba'ah, Ibnu 
Khuzaimah dan Ibnu Hibban dan dishohihkan Al Albani dalam Al Irwa' no.9 dan 
Silsilah Al Ahadits Al Shohihah no. 480]

Juga sabda Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Artinya : Dihalalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah. Adapun dua 
bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut 
adalah hati (lever) dan limpa”

Hal ini dikuatkan dengan perbuatan Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
dan para sahabatnya yang memakan bangkai ikan yang ditemukan dipantai, 
sebagaimana dijelaskan Jabir dalam pernyataan beliau.

“Artinya : Kami berperang pada pasukan Al Khobath [13] Dan yang menjadi amir 
(panglima) adalah Abu Ubaidah, lalu kami merasa sangat lapar. Tiba-tiba 
lautan melempar bangkai ikan yang tidak pernah kami lihat sebesar itu, 
dinamakan ikan Al-Anbar (paus). Kamipun memakan ikan tersebut selama 
setengah bulan. Lalu Abu Ubaidah memasang salah satu tulangnya, lalu orang 
berkendaraan dapat lewat dibawahnya. Ketika sampai di Madinah, kami 
sampaikan hal tersebut kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu 
beliau bersabda: Makanlah! Itu rizki yang dikaruniakan Allah. Berilah untuk 
kami makan bila (sekarang) masih ada bersama kalian”. Lalu sebagian mereka 
menyerahkannya dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memakannya” [HR 
Al-Bukhori dan Muslim]

[2]. Belalang.
Berdasarkan pada hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi.

“Artinya : Dihalalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah. Adapun dua 
bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut 
adalah hati (lever) dan limpa”

Hal inipun didukung oleh perbuatan Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
dan para sahabatnya yang memakan belalang seperti dikisahkan Abdullah bin 
Abi 'Aufa.

“Artinya : Kami berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
dalam tujuh atau enam peperangan. Kami memakan belalang bersama beliau” [HR 
Al Jamaah kecuali Ibnu Majah]

Demikian juga para ulama sepakat membolehkan memakan belalang.

HUKUM MENJUAL BANGKAI
Syari'at Islam melarang menjual bangkai, sebagaimana dijelaskan Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya.

“Artinya : Sesungguhnya Allah dan RasulNya telah mengharamkan jual beli 
khomr (minuman keras), bangkai, babi dan patung berhala. Lalu ada yang 
berkata : “Wahai Rasululloh! Bagaimana pendapatmu tentang lemak bangkai, 
karena ia dapat digunakan untuk mengecat (mendempul) perahu, meminyaki kulit 
dan untuk bahan bakar lampu”. Maka beliau menjawab : Tidak boleh! Itu 
haram”. Kemudian Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika 
itu : Semoga Alah mencelakakan orang Yahudi, Sungguh Allah telah 
mengharamkan lemaknya, lalu mereka meleburnya (menjadi minyak) kemudian 
menjualnya dan memakan hasil penjualannya” [HR Al Jama'ah]

Larangan ini bersifat umum pada semua bangkai, termasuk manusia, kecuali 
hewan laut dan belalang. Larangan menjual bangkai manusia mencakup muslim 
dan kafir. Oleh karena itu Imam Al-Bukhari menulis sebuah bab dalam kitab 
shohihnya dengan judul: Bab Thorhu Jaif Al-Musyrikin Wala Yu'khodz Lahum 
Tsaman. Yaitu bab yang menjelaskan membuang bangkai orang-orang musyrikin 
dan tidak mengambil untuknya tebusan harta.

Ibnu Hajar memberikan penjelasan terhadap bab ini, bahwa pernyataan Imam 
Al-Bukhori : “Tidak mengambil untuknya tebusan harta”, (ini) mengisyaratkan 
kepada hadits Ibnu Abas yang berbunyi:

“Artinya : Sungguh kaum musyrikin ingin membeli jasad seorang musyrik, 
tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam enggan menjualnya kepada mereka” 
[HR Al Tirmidzi dan selainnya] [14] .

Adapun Ibnu Ishaaq dalam kitab Al Maghazi menyebutkan

“Artinya : Sungguh kaum musyrikin meminta Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
untuk menjual kepada mereka jasad Naufal bin Abdillah bin Al Mughiroh. Ia 
dulu ikut menyerang Khondak.’, Maka Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam 
menjawab: Tidak butuh dengan nilai harganya dan tidak juga jasadnya”

Ibnu Hisyam berkata, “ Telah sampai kepada kami dari Az-Zuhri, bahwa mereka 
telah mengeluarkan sepuluh ribu untuk itu”

Imam Bukhori mengambil sisi pendalilan atas hadits bab dari sisi adat 
menguatkan, bahwa menjadikan hadits diatas sebagai dalil dalam bab ini 
lantaram berdasarkan kebiasaan bahwa kelurda orang Kafir terbunuh dalam 
perang Badr, seandainya mengetahui uang tebusan mereka akan diterima untuk 
mendapatkan jasad-jasad mereka (yang terbunuh), tentu mereka akan 
mengeluarkan sebanyak mungkin untuk itu. Ini sebagai penguat atas hadits 
Ibnu Abas walaupun sanadnya tidak kuat.[15]

HIKMAH PENGHARAMAN BANGKAI [16].
Sebagian ulama menyampaikan beberapa hikmah pengharaman bangkai, 
diantaranya:
[1]. Pada umumnya, bangkai itu berbahaya karena mati,sakit, lemah atau 
karena mikroba, bakteri dan virus serta sejenisnya yang mengeluarkan racun. 
Terkadang mikroba penyakit bertahan hidup dalam bangkai tersebut cukup lama.

[2]. Tabiat manusia menolaknya dan menganggapnya jijik dan kotor

[3]. Adanya darah jelek yang tertahan tidak keluar yang tidak keluar dan 
tidak hilang kecuali dengan sembelihan syar'i.

Demikian, berkaitan dengan hukum bangkai, mudah-mudahan membuat kita semakin 
berhati-hati dalam memilih makanan. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah 
berfirman.

“Artinya : Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan 
kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu 
kerjakan”. [Al-Mu’minun : 51]

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang 
baik-baik yang Kami berikan kepadamu …” Wabillahi Al Taufiq.

Referensi.
1. Al Qamus Al Muhieth, Al Fairuzzabadi, tahqiq Muhammad Na'im AL 'Urqususi, 
cetakan kelima tahun 1416H, Muassasah Al Risalah, Bairut
2. Al Ath'imah Wa Ahkaam Al Shoid Wal DZabaa'ih, DR. Sholeh bin Abdillah Al 
Fauzan, cetakan kedua tahun 1419H, Maktabah Al Ma'arif, Riyadh,
3. Catatan penulis dari keterangan Syeikhuna Abdulqayyum bin Muhammad Al 
Syahibani dalam pelajaran Hadits diFakultas hadits, universitas islam 
Madinah.
4. Syarhul Mumti' 'Ala Zaad Al Mustaqni', Syeikh Ibnu Utsaimin, tahqiq DR. 
Kholid Al Musyaiqih dan Sulaimin Abu Khoil, cetakan kedua tahun 1414 H, 
Muassasatu Aasaam,
5. Shohih Fiqhus Sunnah, Abu Malik Kamal bin Al Sayyid Saalim, tanpa tahun, 
Al maktabah Al Taufiqiyah, Kairo, Mesir 1/73.
6. Nailul Author Bi Syarhi Al Muntaqa Lil Akhbaar, Muhamad bin Ali Al 
Syaukani, Tahqiq Muhammad saalim Haasyim, cetakan pertama tahun 1415H, Darul 
Kutub Al 'Ilmiyah, Baerut
7. Al Mughni, Ibnu Qudamah, Tahqiqi Abdullah bin Abdulmuhsin Al Turki, 
cetakan kedua tahun 1413H, Dar Hajar.
8. Fathul Baari Syarah Shohih Al Bokhori, Ibnu Hajar Al Asqalani, Al 
Maktabah Al Salafiyah, tanpa cetakan dan tahun

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XI/1428H/2007M.Diterbitkan 
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo Purwodadi Km.8 Selokaton 
Gondanggrejo Solo 57183, Telp. 0271-5891016]
__________
Foote Note
[1]. Lihat, Al Qamus Al Muhieth, Al Fairuzzabadi, tahqiq Muhammad Na'im AL 
'Urqususi, cetakan kelima tahun 1416H, Muassasah Al Risalah, Bairut. hal 
206.
[2]. Al Ath'imah Wa Ahkaam Al Shoid Wal DZabaa'ih, DR. Sholeh bin Abdillah 
Al Fauzan, cetakan kedua tahun 1419H, Maktabah Al Ma'arif, Riyadh, hal. 195
[3]. Catatan penulis dari keterangan Syeikhuna Abdulqayyum bin Muhammad Al 
Syahibani dalam pelajaran Hadits diFakultas hadits, universitas islam 
Madinah tanggal 13 Jumadal Ula 1418H.
[4]. HR Abu Daud no. 2858dan Ibnu Majah no. 3216 dan dishohihkan Al Albani 
dalam shohih sunan Abu Daud
[5]. Syarhul Mumti' 'Ala Zaad Al Mustaqni', Syeikh Ibnu Utsaimin, tahqiq DR. 
Kholid Al Musyaiqih dan Sulaimin Abu Khoil, cetakan kedua tahun 1414 H, 
Muassasatu Aasaam, 1/78
[6]. Catatan penulis dari keterangan SyeikhUNA Abdul Qayyum. Bin Muhammad 
Syahibani
[7]. Shohih Fiqhus Sunnah, Abu Malik Kamal bin Al Sayyid Saalim, tanpa 
tahun, Al maktabah Al Taufiqiyah, Kairo, Mesir 1/73.
[8]. Syarhul Mumti' 1/78
[9]. Shohih fiqhus Sunnah 1/73.
[10]. Lihat Nailul Author bi Syarhil Muntaqa lil Akhbar, Muhammad bin Ali 
Asy-Syaukani, Tahqiq Muhammad Salim Hasyim, Cetakan Pertama, Th 1415H, Darul 
Kutub Al-Ilmiyah, Beirut (1/67)
[11]. Syarhul Mumtu' 1/69
[12]. Al Mughni, Ibnu Qudamah, Tahqiqi Abdullah bin Abdulmuhsin Al Turki, 
cetakan kedua tahun 1413H, Dar Hajar. 13/330
[13]. Dinamakan demikian karena mereka memakan dedaunan yang gugur dari 
pohonnya
[14]. Didhoifkan Syeikh Al Albani dalam Dho'if sunan Al tirmidzi
[15]. Fathul Baari Syarah Shohih Al Bokhori, Ibnu Hajar Al Asqalani, Al 
Maktabah Al Salafiyah, tanpa cetakan dan tahun, 6/283
[16]. Lihat Al Ath'imah karya Syeikh Sholeh Al-Fauzan hal. 196

_________________________________________________________________
Try it now! Live Search: Better results, fast. 
http://get.live.com/search/overview



Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://www.assunnah.or.id/ragam/aturanmilis.php 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke