Assalamu'alaikum, Sedikit ngasih pendapat karena saya sampai saat ini masih bekerja di salah satu Bank Syariah, dimana sebelumnya saya dari 2 bank Konvensional.
Masalah beli rumah, mobil, kereta, kalau dilihat secara sekilas memang mirip dengan bank Konvensional bahkan sama persis, hanya saja bedanya cara melafaskan pertama kali dan disitu pointnya dia jadi riba atau tidak. Apapun ceritanya setiap orang yang berdagang harus punya keuntungan, berapapun keuntungannya Rasulullah tidak pernah melarangnya bahkan kalau jual rugi baru dilarang. Sudah menjadi metode di dunia manapun, kalau perhitungan-perhitungan lebih mudah ditanggap dengan menggunakan persentase (%). Jadi jangan terlalu sempit pemikiran kita, bahwa kalau sudah dengan persentasekah namanya, marjinkah namanya, itu sudah riba, haram. Barang apa yang dijual, yang tidak bisa dihitung Marjin atau persennya? Kita beli telor ayam di pasar aja bisa kita hitung berapa marjin yang tukang telor kenakan, apa lantas beli telor juga jadi riba. Kemudian apa bedanya beli rumah yang dicicil sekian tahun dengan beli telor. Kenapa terjadi perbedaan yang 5 tahun dan 15 tahun? Karena bank syariah juga membeli rumah tersebut dengan uang nasabah yang harus juga dibagi hasil keuntungannya dengan pemilik dana/nasabah. Bank harus juga memperkirakan keadaan perekonomian selama 5 s/d 15 tahun kemudian. Kalau bank rugi akan berdampak juga kepada nasabah. Kenapa kalau dihitung2 justru lebih mahal di Bank Syariah? Karena bank syariah menetapkan hal tersebut tetap sampai masa kredit/pembiayaan. Tidak pernah akan berubah. Kalau sampai 15 tahun, ya siap2 aja kalau terjadi krisis seperti waktu itu, tetapi untuk sektor swasta juga perorangan merasa tenang, karena tidak mungkin cicilan naik, sementara secara logika pendapatan/gaji setiap tahun khan selalu naik untuk yang perorangan. Sementara kalau di Bank konvensional, bisa berubah2 dan biasanya kalau naiknya cepet banget tetapi giliran turun lagi, ntar-ntar...sehingga tidak ada kepastian dan ketenangan, bisa2 rusak cash flow dibuatnya. Secara murni 100% bank syariah sesuai dengan konsep Rasulullah memang belum bisa dijalankan. Karena apa? Apa antum-antum semua juga udah siap kalau bank rugi atau nasabah ada yang macet, tabungan antum-antum juga gak balik? Kalau bank rugi, kerugiannya akan di shere ke semua penabung yang akibatnya uang tabungan nasabah akan berkurang, apa kita udah siap untuk konsep seperti itu (Profit & Loss Sharing), itu yang benar konsep islam. Yang dipakai Bank Syariah sekarang adalah konsep Revenue Sharing, jadi apabila bank merugi atau ada nasabah yang macet kreditnya, nasabah tidak akan menanggung, paling bagi hasilnya aja yang agak berkurang. Demikian, sekedar ikut sharing, mudah2an ada manfaatnya. Wallahu'alam. Wassalamu'alaikum. Abu Aufar Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id Website audio: http://assunnah.mine.nu Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED] Ketentuan posting : http://www.assunnah.or.id/ragam/aturanmilis.php Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/