Widarto Juni Hartono <[EMAIL PROTECTED]> wrote: 
Assalamualaykum Warahamatullah Wabarakatuh,
Saya ingin bertanya mengenai shalat sunnah berjamaah, ada dua hal yang akan 
saya tanyakan, yaitu:
1. Dalil yang menyatakan Rasullullah Sallallah Wa'alayhi Wa Salam shalat 
berjamaah bersama keluarganya di bulan Ramadhan (baca: Tarawih) jika ada hal 
itu dilakukan oleh Rasullullah Sallallah Wa'alayhi Wa Salam.
2. Dalil yang menyatakan bahwa shalat sunnah apa saja yang boleh dilakukan 
berjamaah (baca: selain shalat tarawih dan ied), dan shalat sunnah apa saja 
yang tidak boleh dilakukan secara berjamaah.
Jazzakumullah Khairon,
Wassalamualaykum Warahmatullah Wabarakatuh,
Tono.

waalaikum salaam 
saya perlu koreksi dulu bahwa sholat ied bukan sholat sunnah tapi sholat fardhu 
alias wajib hukumnya.

sholat sunnah lainnya yang tidak ada riwayatnya dilakukan berjamaah (rawatib, 
tahiyatul masjid, dhuha, dll) maka tidak boleh dilakukan secara berjamaah 
apalagi dengan dijadwalkan/dirutinkan seperti sholat wajib. Adapun sholat 
tahajud atau qiyamu lail dapat dilakukan berjamaah tapi dilakukan secara 
insidental misal ketemu tidak sengaja di masjid untuk qiyamu lail maka bisa 
berjamaah namun tidak boleh dijadwal (pada hari tertentu sholat berjamaah 
qiyamu lail di masjid tertentu). 

artikel berikut dapat menjawab pertanyaan anda yang pertama.

DISUNNAHKANNYA SHALAT TARAWIH BERJAMA'AH
 
Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
http://www.almanhaj.or.id/content/2224/slash/0 
 
Orang yang memiliki ilmu tentang sunnah, pasti meyakini disyariatkannya shalat 
malam berjama'ah pada bulan Ramadhan ; yaitu shalat yang lebih dikenal sebutan 
shalat tarawih. Hal ini berdasarkan pada beberapa hal :
 
 [1]. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menetapkan disyari'atkannya 
shalat berjama'ah.
 [2]. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga menegakkannya.
 [3]. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan keutamaannya.
 
 [a]. Adapun mengenai penetapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang 
disyariatkannya shalat itu, adalah berdasarkan hadist Tsa'labah bin Abdil Malik 
Al-Quradzi, dimana ia menuturkan : "Suatu malam dibulan Ramadhan, Rasulullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar rumah, lalu menyaksikan orang-orang tengah 
melaksanakan shalat di ujung masjid. Beliau lantas bertanya :"Sedang apa mereka 
.?" Seorang shahabat menjawab : "Ya Rasulullah, mereka itu orang-orang yang 
belum banyak hafal Al-Qur'an, sedang Ubay bin Ka'ab seorang Qari ; maka mereka 
shalat bermakmum kepadanya". Beliau menanggapi : " Sungguh mereka telah berbuat 
kebaikan". Atau beliau bersabda : "Sungguh mereka benar, perbuatan itu sama 
sekali tidak dilarang". [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi II : 495, dan beliau 
menandaskan : "Hadits ini mursal dan hasan". Saya katakan : Hadits ini juga 
diriwayatkan dari jalur lain dari hadits Abu Haurairah Radhiallahu 'anhu dengan 
sanad yang lumayan kalau diiringi dengan Muttabbi'
 (penyerta) dan syahid (penguat). Dikeluarkan juga oleh Ibnu Nashr dalam 
"Qiyamu Al-Laili" (hal 90), Abu Dawud (I:217) dan Al-Baihaqi]
 
 [b]. Sedangkan mengenai Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang juga 
menegakkan shalat tersebut, adalah berdasarkan beberapa hadits.
 
 Yang Pertama : Dari An-Nu'man bin Basyir Radhiallahu 'anhuma bahwa beliau 
berkata :
 
 "Artinya : Kami pernah shalat bersama nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pada 
malam kedua puluh tiga bulan Ramadhan hingga sepenggalan malam terakhir. 
Kemudian kami juga shalat bersama pada malam kedua puluh lima hingga 
pertengahan malam. Selanjutnya pada malam ke duapuluh tujuh kami kembali shalat 
berjama'ah, sampai-sampai kami menyangka bahwa kami tidak akan mendapat 
"Kemenangan". Kami biasa menyebut waktu bersahur dengan "Kemenangan". [Hadits 
tersebut diriwayatlkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam "Al-Mushannaf" (II:90/2). 
Ibnu Nashr (89), An-Nasa'i (I:238), Ahmad (IV:272) dan Al-Firyabi dalam 
"Ar-Rabie' wa Al-Khamis min Kitabi Ash-Shiyam" (II:72-1 : 73) dan derajat 
sanadnya shahih, juga dishahihkan oleh Al-Hakim (I : 440), lalu beliau 
menyatakan :
 
 "Hadits itu mengandung dalil yang gamblang bahwa shalat tarawih di 
masjid-masjid kaum muslimin adalah sunnah yang pasti. Ali bin Abi Thalib pernah 
menganjurkan Umar bin Al-Khattab untuk menghidupkan kembali sunnah ini sampai 
akhirnya beliau menegakkannya".
 
 Yang Kedua : Dari Anas bin Malik Radhiallahu 'anhu menuturkan :
 
 "Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat malam di 
bulan Ramadhan ; lalu aku datang dan shalat disamping beliau. Lantas manusia 
berdatangan satu demi satu sehingga kami berjumlah beberapa orang (beberapa 
orang yang dimaksud disini tidak sampai sepuluh orang). Tatkala beliau 
mengetahui bahwa kami ada dibelakangnya, beliau segera meringankan shalatnya, 
lalu beliau masuk ke rumahnya. Ketika beliau sudah berada di dalam rumah, 
beliaupun shalat namun tidak sebagaimana ketika beliau mengimami kami. Setelah 
datang waktu pagi, kamipun bertanya :"Ya Rasulullah, apakah engkau mengetahui 
kehadiran kami tadi malam?" Beliau menjawab :"Ya, itulah yang membuat aku 
melakukan hal sebagaimana yang kalian saksikan". [Diriwayatkan oleh Imam Ahmad 
(III : 199,212,291), Ibnu Nashar (89) dengan dua jalur sanad yang shahih, dan 
Ath-Thabari dalam "Al-Ausath" dengan lafazh yang mirip ; sebagaimana juga 
beliau riwayatkan dalam "Al-Jama'" (III : 173). Saya mengira juga ada
 dalam Shahih Muslim ; bisa diperiksa kembali]
 
 Yang Ketiga : Dari 'Aisyah Radhiallahu 'anha bahwa ia menuturkan :
 
 "Dahulu manusia shalat di masjid Nabi Shalalllahu 'alaihi wa sallam di malam 
bulan Ramadhan dengan berpencar-prncar (yakni dengan berimam sendiri-sendiri). 
Seorang yang banyak hapal Al-Qur'an, mengimami lima sampai enam orang, atau 
bisa jadi lebih atau kurang. Masing-masing kelompok shalat bersama imamnya. 
lalu Rasulullah menyuruhku untuk memasang[1] tikar di depan pintu kamarku 
(pintu itulah yang membatasi rumah beliau dengan masjid ,-pent).
 
 Akupun melakukan perintahnya. Sesuai melakukan shalat 'Isya di akhir waktu, 
beliau keluar kemuka kamar itu. 'Aisyah melanjutkan ceritanya : Manusia yang 
kala itu ada di masjidpun lantas berkumpul ke arah beliau. Lalu beliau 
mengimami mereka shalat sepanjang malam. Kemudian orang-orang bubar, dan 
beliaupun masuk rumah. Beliau membiarkan tikar tersebut dalam keadaan 
terbentang. Tatkala datang waktu pagi, mereka memperbincangkan shalat yang 
dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersama orang-orang yang ada pada 
malam itu (maka berkumpullah manusia lebih banyak lagi) dari sebelumnya. 
Sehingga akhirnya masjid menjadi bising (karena banyaknya orang -"Al-Bidayah 
An-Nihayah"). Pada malam ke dua itu, Nabi Shalalllahu 'alaihi wa sallam kembali 
shalat bersama mereka. Maka di pagi harinya, orang kembali memperbincangkan hal 
itu, sehingga orang yang berkumpulpun bertambah banyak lagi (pada malam ketiga) 
sampai masjid menjadi penuh sesak. Rasul-pun keluar dan shalat mengimami
 mereka. Dimalam yang keempat, disaat masjid tak dapat lagi menampung 
penghuninya ; Rasulullah-pun keluar untuk mengimami mereka shalat 'Isya 
dipenghujung waktu. Lantas (pada malam itu juga) Rasulullah Shallallahu 'alaihi 
wa sallam masuk ke rumahnya, sedangkan manusia tetap menunggunya di masjid". 
'Aisyah lalu menuturkan : "Rasulullah bertanya kepadaku :"Orang-orang itu 
sedang apa ya 'Aisyah ?" Saya pun menjawab : "Wahai Rasulullah, orang-orang itu 
sudah mendengar tentang shalatmu tadi malam bersama orang-orang yang ada di 
masjid ; maka dari itu mereka berbondong memenuhi masjid untuk ikut shalat 
bersamamu". Lalu 'Aisyah melanjutkan kisahnya : "Beliau lantas memerintahkan 
:"Tolong lipat kembali tikarmu, wahai 'Aisyah !". Akupun lantas melakukan apa 
yang beliau perintahkan. Malam itu, beliau berdiam di rumah tanpa tidur 
sekejappun. Sedangkan orang-orang itu tetap menunggu ditempat mereka. (Sebagian 
di antara mereka sampai berkata : Shalat, shalat !). Hingga datang pagi,
 barulah Rasulullah keluar. Seusai melaksanakan shalat subuh, beliau menghadap 
kearah para sahabatnya [2] dan bersabda :
 
 "Wahai manusia, sungguh demi Allah, aku sama sekali tidak tertidur tadi malam. 
Akupun tahu apa yang kalian lakukan. Namun (aku tidak keluar untuk shalat 
bersama kalian) karena aku khawatir shalat itu menjadi wajib atas diri kalian. 
[ Dalam suatu riwayat disebutkan : Namun aku khawatir kalau shalat itu akhirnya 
menjadi wajib atas diri kalian sehingga kalian tak sanggup melakukannya] 
Bebankanlah diri kalian dengan amal perbuatan yang kalian sanggup melakukannya. 
Sesungguhnya Allah tak akan bosan, meskipun kamu sendiri sudah bosan".
 
 Dalam riwayat yang lain ditambahkan : Imam Az-Zuhri mengatakan :"Tatkala 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, manusia tetap menjalani 
kebiasaan itu (yaitu berjama'ah shalat tarawih, namun tidak setiap hari, 
-pent). Demikian juga pada masa kekhalifahan Abu Bakar dan awal-awal masa 
kekhalifahan Umar bin Al-Khattab Radhiallahu 'ahuma [3].
 
 Saya menyatakan : Bahwa hadits-hadits ini semua menunjukkan dengan gamblang, 
tentang disyari'atkannya shalat tarawih dengan berjama'ah. Karena kesinambungan 
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan shalat tersebut berjama'ah selama 
beberapa malam. Adapaun Nabi yang meninggalkan shalat tarawih tadi dengan 
berjama'ah pada malam yang keempat (setelah beliau memulainya) sebagaimana 
disebut dalam hadits tadi, itu tidaklah bertentangan. Karena Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam sendiri telah menerangkan alasannya dengan sabda beliau : 
"sesungguhnya aku khawatir tarawih itu menjadi wajib atas dirimu ". Dan tidak 
diragukan lagi. bahwa kekhawatiran Nabi tadi sudah hilang dengan meninggalnya 
beliau. Karena syari'at Allah yang beliau sampaikan telah sempurna (artinya tak 
akan lagi muncul hukum baru). Dengan demikian, berarti alasan beliau itupun 
sudah tidak berlaku lagi, yakni meninggalkan jama'ah shalat tersebut. Sehingga 
kembalilah hukum semula, yaitu disyari'atkannya shalat
 itu dengan berjama'ah. Oleh sebab itu, Umar bin Al-Khattab-pun kembali 
menghidupkan sunnah tersebut sebagaimana telah disebutkan, dan akan kembali 
disebutkan nanti. itulah yang menjadi pegangan sebagian besar ulama.
 
 Yang Keempat : Dari Hudzaifah bin Al-Yaman, bahwa beliau menuturkan :
 
 "Suatu malam di bulan Ramadhan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam 
shalat disebuah kamar yang berlantaikan pelepah kurma. Beliau lalu mengguyur 
lantai tersebut dengan seember air. Kemudian beliau berdoa (diawal shalat) : " 
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Dzal Malakuti wal Jabaruti wal 
Kibriya'i wal 'Adzamah " . Kemudian beliau membaca (seusai Al-Fatihah, pent) 
surat Al-Baqarah. Lalu beliau ruku', dan panjang ruku'nya itu seperti kala 
beliau berdiri. Didalam ruku'nya beliau membaca : "Subhana Rabiyal 'Azhim; 
Subhana Rabiyal 'Azhim [sepanjang kala beliau berdiri], kemudian beliau 
mengangkat kepalanya (setelah ruku) lalu berdiri yang lamanya sama seperti 
diwaktu beliau ruku' dan beliau mengucapkan ; Lirabbiyal hamdu. Kemudian 
langsung sujud. Dan sujud beliau itu sama panjangnya dengan kala beliau berdiri 
(yakni berdiri sesudah ruku'). Pada waktu sujud beliau membaca : "Subhana 
Rabbiyal A'la". Setelah itu beliau mengangkat kepalanya dari sujud, lalu duduk. 
Pada
 waktu duduk diantara dua sujud itu beliau membaca : "Rabbighfirlii, 
Rabbighfirlii " Beliau duduk sama panjangnya dengan ketika beliau sujud. 
Kemudian beliau kembali sujud, dan membaca : "Subhana Rabiyal A'la ", juga sama 
panjangnya dengan kala beliau berdiri. Beliau melakukan shalat itu empat 
raka'at. Dalam shalat itu beliau membaca Al-Baqarah, Ali-Imran, An-Nisaa, 
Al-Maidah, dan Al-An'am sehingga datang bilal untuk mengumandangkan adzan. [4]
 
 [c]. Adapun penjelasan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang keutamaan 
shalat tarawih, adalah berdasarkan hadits Abu Dzar Al-Ghifari Radhiallahu 'anhu.
 
 "Kami shaum Ramadhan bersama Rasulullah, dan beliau Shallallahu 'alaihi wa 
sallam tidak melakukan qiyamullail berjama'ah bersama kami, hingga hitungan 
puasa tinggal tujuh hari (malam keduapuluh tiga), maka Rasulullah mengajak kami 
untuk qiyamullail berjama'ah hingga berlalu sepertiga malam, lalu beliau tidak 
menegakkannya lagi ketika Ramadhan sisa enam hari (malam keduapuluh empat) dan 
berjama'ah kembali ketika sisa lima hari (malam keduapuluh lima) sampai berlalu 
pertengahan malam, kamipun lantas bertanya : "Wahai Rasulullah, apakah tak 
sebaiknya engkau sisakan sebagian malam ini agar kami shalat sendiri ?" 
Beliaupun menjawab : "Sesunguhnya, barangsiapa yang shalat bersama imam hingga 
selesai shalat, ia akan mendapatkan ganjaran shalat semalam suntuk " Demikian 
juga yang disebutkan oleh Ibhu Nashr (hal 90) dari Imam Ahmad. Kemudian Abu 
Dawud melanjutkan kisahnya : "Imam Ahmad juga pernah ditanya dan saya 
mendengarnya sendiri : "Bagaimana kalau seorang itu mengakhirkan
 waktu shalatnya (pada waktu yang paling utama) ? Dia menjawab : "Tidak baik, 
termasuk sunnah kaum muslimin adalah shalat berjama'ah, hal itu lebih aku 
sukai" [5]
 
 
 [Disalin dari buku Shalati At-Tarawih, edisi Indonesia Shalat Tarawih penyusun 
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terbitan Pustaka At-Tibyan, hal. 18 - 
28, penerjrmah Abu Umar Basyir Al-Maidani]
 _________
 Foote Note.
 [1] Yang dimaksud disini menaruh/membentangkannya. Dalam "Lisanul Arab", kata 
Nashab (memasang), bisa berati menaruh atau mengangkat. Makna pertama itulah 
yang nampaknya lebih sesuai disini. Maksudnya, bahwa Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam memerintahkan 'Aisyah untuk meletakkan tikar di muka pintu 
kamarnya (masih didalam kamar) agar beliau bisa shalat disitu. Bisa juga yang 
dimaksud adalah yang kedua, yakni agar 'Aisyah mengangkat tikar yang ada ke 
depan pintu kamar (di masjid). Hal itu dikuatkan dengan riwayat Zaid bin Tsabit 
: "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menggunakan satu kamar didekat masjid 
yang bertikar dan shalat beberapa malam di sana. Sehingga (pada tiap malamnya) 
manusia berkumpul shalat bermakmum kepada beliau ..." [Diriwayatkan oleh Muslim 
II:188] dan yan lainnya.
 [2] Yang dimaksud dengan mengucapkan syahadat disini menurut anggapan saya 
adalah mengucapkan Khutbatul Hajah yang sudah tercakup didalamnya syahadat. 
Kami telah menjelaskan hal itu dalam mukaddimah tulisan kami yang pertama. 
Bahkan (pembahasan) itu telah dicetak secara terpisah.
 [3]. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari III : 8-10, IV : 203, 205. Muslim II : 
177-178, 188-189. Abu Dawud I : 217. An-Nasa'i I : 238. Al-Firyabi dalam 
"Ash-Shiyam" 73 : II. 74 : I - 75 : I dan Ibnu Nashr serta Ahmad VI : 61, 169, 
177, 182, 232, 267. Dan ini adalah lafazh hadits mereka berdua. Sedangkan arti 
ucapan beliau : "Mereka tetap melakukan kebiasaan itu". Al-Hafizh Ibnu Hajar 
mengomentari : "Yaitu meninggalkan jama'ah shalat tarawih". Saya (Al-Albani) 
mengatakan : "Yang lebih sesuai, bahwa mereka melanjutkan kebiasaan shalat 
dengan berpencar-pencar dengan beberapa imam, sebagaimana dapat dipahami dari 
awal hadits. Nanti akan disebutkan hadits tentang Umar Radhiallahu 'anhu yang 
menghidupkan kembali sunnah Nabi tadi ; dimana riwayat itu menguatkan pendapat 
ini.
 [4]. Yang dimaksud adalah adzan shalat subuh. Hadits itu diriwayatkan oleh 
Ibnu Abi Syaibah II/90/2, Ibnu Nashr hal. 89-90.An-Nasa'i I : 246 dan Ahmad V : 
400, dari jalan Thalhah bin Yazid Al-Ashari, dari Hudzaifah. Masing-masing 
jalan saling melengkapi. Tirmidzi juga meriwayatkan darinya I : 303, Ibnu Majah 
I : 290 dan Al-Hakim I : 271 ; yakni bacaan antara dua sujud, dan disetujui 
oleh Adz-Dzahabi. Para perawinya terpercaya, akan tetapi Imam An-Nasa'i 
memandang hadits itu memiliki cacat tersembunyi. Beliau mengatakan : Hadits itu 
Mursal ; dan Thalhah bin Yazid sepanjang yang saya ketahui ia tak pernah 
mendengar hadits dari Hudzaifah ; Saya katakan : "Riwayat itu disambungkan oleh 
Amru bin Murrah dari Abu Hamzah --yakni Thalhah bin Yazid-- seorang lelaki dari 
kota Abas. Syu'bah beranggapan bahwa ia (lelaki itu) adalah Shilah bin Zufar, 
dari Hudzaifah. 'Dikeluarkan juga oleh Abu Dawud I : 139-140. An-Nsa'i I : 172. 
Ath-Thahawi dalam "Muskilu Al-Atsar" I : 308.
 Ath-Thayalisi I : 115. Al-Baihaqi II : 121-122. Ahmad V/398 dan Al-Baghawi 
dalam hadits Amir bin Al-Ja'ad I : 4/2 dari Syu'bah bin Amru, dan derajat 
sanadnya shahih. Diriwayatkan juga oleh Imam Muslim II : 186 dari jalur 
Al-Mustaurid bin Al-Ahnaf, dari Shilah bin Zufar, dengan lafazh yang mirip 
namun ada penambahan dan pengurangan, bahkan terkadang sebagiannya tidak sama.
 [5]. Yakni berjama'ah dalam shalat tarawih itu meski di awal waktu, tetap lebh 
baik menurut pandangan beliau diabandingkan dengan shalat sendirian meskipun 
akhir malam. Padahal shalat malam diakhir waktu memiliki keutamaan tersendiri. 
Namun shalat berjama'ah tetap lebih utama. Karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam sendiri menegakkan shalat berjama'ah itu pada malam-malam yang telah 
disebutkan. Dimana beliau menghidupkan malam-malam itu di masjid bersama 
manusia, sebagaimana juga telah dikisahkan dalam hadits : "Aisyah dan yang 
lainnya. Maka dari itu, kaum muslimin masih terus melaksanakannya semenjak 
zaman Umar hingga hari ini.


Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://www.assunnah.or.id/ragam/aturanmilis.php 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke