From: rayi nda <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Thursday, October 11, 2007 10:29:07 PM
assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
saya tahu salafi ini baru sekitar 1 tahun yang lalu. dan saya ingin sekali ikut 
berdakwah, 'membuka mata' orang2 yang saya kenal lainnya tentang sunnah yang 
sebenarnya.
saya sudah mncoba untuk memulainya dengan cara membenarkan orang sekitar 
berdasarkan sunnah. tapi tanggapannya kadang2 mengecilkan hati.
ada yang menyarankan, berdakwahlah dengan cara memperbaiki diri sendiri dulu 
(menjadi contoh bagi orang2 sekeliling).
jadi pertanyaanya,
bagaimanakah cara dakwah yang baik dan benar?
terima kasih
mohon koreksinya juga jika ada kesalahn apapun dalam email saya
==========
Waalaikumusslam wa rahmatullohi wabarokatuh,
Dibawah kami rangkumkan beberapa bekal bagi para da'i untuk berdakwah dengan 
berpijak pada petunjuk Nabi, Semoga Alloh memberi kekuatan kepada peserta milis 
Assunah untuk lebih mengenal dakwah diatas manhaj yang hak.Barokallohu fiikum.

Alfaqir akhuk Abu Amin Cepu 

Manhaj Para Rasul Dalam Berdakwah Kepada Allah
Oleh
Syaikh DR. Muhammad bin Musa Alu Nashr
http://www.almanhaj.or.id/content/2222/slash/0

Saya jelaskan beberapa point penting diantaranya.

[1]. Diantara Tanda Manhaj Dakwah Para Nabi Yang Jelas Adalah Ikhlas
Mereka ikhlas berdakwah dengan hanya mencari wajah Allah. Ikhlas merupakan ruh 
amal shalih, sedangkan dakwah kepada Allah merupakan amal shalih dan ketaatan 
yang paling utama yang bisa mendekatkan seorang da’i kepada Allah. Demikian 
Allah memerintahkan kita berbuat ikhlas.

Ikhlas merupakan syarat diterima dan selamatnya suatu amalan. Allah tidak akan 
menerima satu perbuatanpun kecuali dengan keikhlasan mencari wajah Allah. 

Allah berfirman dalam sebuah hadits qudsi :

“Artinya : Saya adalah dzat yang paling tidak butuh kepada sekutu (teman). 
Barangsiapa melakukan satu perbuatan, dia sekutukan aku dengan yang lain pada 
amal itu, maka aku tinggalkan (biarkan) ia dengan sekutunya”.

Allah tidak akan menerima satu amalanpun, kecuali dengan ikhlas dan sesuai 
petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah maksud dari firman 
Allah.

“Artinya : Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia 
mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam 
beribadah kepada Rabbnya” [Al-Kahfi : 110]

Oleh karena itu para ulama berkata : Syarat diterima sebuah amal shalih ada dua 
: Pertama, amal perbuatan tersebut diikhlaskan untuk mencari wajah Allah, dan 
syarat Kedua, amal tersebut harus sesuai petunjuk Rasulullah Shallallahu 
‘alaihi wa sallam. Rasulullah bersabda.

“Artinya : Barangsiapa yang membuat sesuatu yang baru (yang tidak ada petunjuk 
dari Rasul) dalam agama kita ini, maka ia tertolak”.

“Artinya : Barangsiapa yang melakukan satu amalan yang tidak ada perintah kami, 
maka amalan itu tertolak”.

Wahai saudara-saudaraku ….
Perhatikanlah ! Bagaimana tanpa keikhlasan bisa menyebabkan sebuah amal 
tertolak dan kebinasaan si pelaku. Na.udzubillah.

Dalam sebuah hadits shahih, yang maknanya :

“Tiga orang yang pertama menjadi bahan bakar neraka adalah : orang berilmu, 
orang yang mati syahid dan orang yang dermawan. Orang alim yang Allah berikan 
ilmu dan hikmat. Dia dibawa dihadapan Allah. Allah menyebutkan nikmat-nikmat 
lalu dia mengakuinya. Allah berkata kepada orang itu “Hai hambaku, Aku telah 
memberikan ilmu kepadamu. Apa yang dilakukan dengannya ? Orang itu menjawab : 
“Wahai Rabbku, aku telah mempelajari dan mengajarkan!”. Lalu Allah berfirman : 
“Engkau bohong ! Engkau belajar dan mengajarkannya agar engkau disebut orang 
berilmu dan ucapan tersebut sudah terucap”. Lalu Allah mengambil wajah orang 
tersebut dan mencampakkannya di neraka Jahannam. Demikian juga yang Allah 
lakukan kepada orang yang mati syahid berjuang bukan untuk mencari wajah Allah 
dan tidak untuk meninggikan kalimat Allah. Dia berjuang supaya disebut 
pemberani. Demikian juga Allah memperlakukan orang yang dermawan namun dia 
dermawan bukan karena Allah, dia
 berbuat demikian supaya disebut dermawan”.

Wahai saudaraku …
Keikhlasan itu harus ada pada diri seorang da’i. Jika seorang da’i tidak jujur 
dan tidak ikhlas, maka dia tidak mendapat taufik dari Allah dalam dakwahnya dan 
tidak mendapatkan pertolongan, pemeliharaan serta Allah tidak akan 
memperdulikannya. Bertolak dari ini Allah berfirman tentang hak Yusuf ‘Alaihis 
Salam seorang pemuda yang mempunyai kleikhlasan.

“Artinya : Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan 
kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang terpilih” 
[Yusuf : 24]

Dalam sebuah qira’ah yang mutawatir “mukhlis” adalah orang yang ikhlas beramal. 
Sedangkan mukhlas adalah orang yang Allah berikan keikhlasan dalam beribadah, 
ketaatan dan pembuktian penghambaannya di muka bumi..

Perhatikanlah tiga orang yang terpaksa menginap di gua. Lalu batu pegunungan 
jatuh menutupi pintu gua. Apa yang telah menyelamatkan mereka dari musibah 
tersebut ? Tiada lain adalah kejujuran dan keikhlasan mereka.

Masing-masing mereka berdo’a kepada Allah dengan perantara amalan mereka yang 
diikhlaskan kepada Allah. Salah seorang diantara mereka berkata : “Tidak ada 
yang bisa menyelamatkan kalian dari batu besar ini, kecuali pemohonan kalian 
kepada Allah dengan perantara amal shalih kalian”. Maksudnya amalan yang paling 
ikhlas. Inilah satu jenis tawassul yang diperbolehkan, dengan menjadikan amal 
shalih sebagai perantara kepada Allah. Kemudian masing-masing berdo’a kepada 
Allah dengan amal shalihnya.

Orang pertama berdo’a kepada Allah dengan perantara bakti kepada kedua orang 
tuanya. Orang kedua berdo’a dengan perantara kemampuan menjaga kesuciannya dan 
meninggalkan zina pada saat dia mampu. Orang ketiga berdo’a dengan sifat 
amanahnya. Kemudian batu besar tersebut bergerak dan bergeser. Akhirnya mereka 
bisa keluar. Inilah balasan ikhlas bagi pelakunya.

Seorang da’i harus ikhlas supaya mendapatkan taufik dalam berdakwah dan 
diterima masyarakat. Orang ikhlas dicintai Allah dan dicintai manusia. Jika 
Allah suka kepada seorang hamba, dia akan memanggil Malaikat Jibril : ‘Ya 
Jibril saya suka kepada si fulan, hendaklah kalian mencintainya!” kemudian 
Jibril memanggil para malaikat : “Sesungguhnya Allah suka kepada si fulan, maka 
cintailah dia !” Kemudian ia diterima di muka bumi. Orang ikhlas diterima hati 
banyak orang. Dengan sebab mereka dan dakwah mereka ini, Allah berkenan membuka 
hati yang tertutup, telinga yang tuli dan mata yang buta.

[2].Dengan Ilmu Dan Bashirah
Allah berfirman : “Katakanlah, ‘Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang 
yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. 
Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik” [Yusuf : 108]

Dalam ayat ini, Allah menjelaskan jalan dakwah kepada Allah merupakan jalannya 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam menyeru dengan bashirah dari Allah dan mengajak dengan ilmu dan kepada 
ilmu, karena ilmu adalah pondasi perbaikan agama.

Ketika penduduk Makkah berada dalam kerusakan (aqidah dan akhlaq) mereka 
memakan bangkai, mengubur anak perempuan hidup-hidup, meminum khamer, melakukan 
perbuatan yang membinasakan dan membuat patung-patung dari kurma dan lainnya. 
Jika lapar mereka memakan patung tersebut.

Ayat-ayat yang turun mengajak kepada ilmu, mengajak membaca dan menyuruh dengan 
perintah yang banyak, karena ilmu merupakan asas perbaikan. Lima ayat yang 
pertama kali turun, mengajak membaca, belajar dan mengajar. Allah berfirman.

“Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah 
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling 
Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantraan kalam. Apa yang tidak 
diketahuinya” [Al-‘Alaq : 1 -5]

Ayat-ayat permulaan ini tidak mengajak nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
memecahkan wadah khamer, menghancurkan patung, ataupun yang lain. Akan tetapi 
mengajak kepada ilmu. Allah telah mengajar manusia apa yang belum ia ketahui. 
Mengeluarkan manusia dari perut ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apapun. 
Lalu memberikan kalian pendengaran, penglihatan dan hati. Setiap kali manusia 
itu belajar dan memahami agamanya, dia akan semakin dekat kepada Rabbnya.. 
Setiap kali mereka mengetahui tipu daya syaithan, manusia dan jin, maka semakin 
mengenal kebenaran dan mengikutinya, mengenal keburukan dan menjauhinya.

Demikianlah seharusnya, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
mengirim para da’i dan tenaga pengajar, beliau mengirim Mush’ab bin Umair ke 
Madinah. Mengutusnya dalam keadaan mengerti tugas sebagai pengajar dan mengerti 
materi yang diserukan. Demikian juga Rasulullah mengirim Abu Musa Al-Asy’ari 
dan Mu’adz bin Jabal ke Yaman. Mereka itu mengerti apa yang akan didakwahkan. 
Ketika Rasulullah mengutus Muadz ke Yaman, beliau berkata :

“Sesungguhnya Engkau akan mendatangi satu kaum dari ahli kitab, maka hendaklah 
yang pertama kali kau dakwahkan adalah ‘Syahadatu an Laailaha Ila Allah wa anna 
Muhammadan Rasulullah’ –persaksian bahwa tiada tuhan yang berhak di sembah 
kecuali Allah dan persaksian bahwa Muhammad Rasulullahj- jika mereka mentaatimu 
maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka 
shalat lima waktu…”

Rasul tidak pernah mengirim orang awam atau orang bodoh untuk mengajak manusia 
kepada agama ini. Akan tetapi mengutus para da’i dan ulama. Dari sini kita 
dapat mengetahui bahaya dan mudlaratnya sebagian jama’ah-jama’ah dakwah yang 
mengumpulkan orang dari pasar, lalu mengarahkan mereka dan mengutus mereka 
sebagai khatib dan pemberi peringatan. Mereka menasehati dan mengingatkan 
manusia, sementara mereka tidak memiliki ilmu. Sehingga mereka mengangap jelek 
sesuatu yang baik dan menganggap benar sesuatu yang salah.

Mereka menyebarkan hadits-hadits palsu dan cerita-cerita bohong mengenai 
Rasulullah. Mereka menyangka telah berbuat baik padahal tidak. Oleh karena itu, 
seorang da’i harus mengetahui keadaan obyek dakwah, subyek dan materi dakwahnya 
serta memiliki kemampuan mematahkan hujjah dengan hujjah, dalil dengan dalil. 
Demikian juga mampu mengalahkan kebathilan dengan kebenaran.. Sebagaimana 
firman Allah.

“Artinya : Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang bathil lalu yang 
hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang bathil itu lenyap. Dan 
kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang 
tak layak bagiNya)” [Al-Anbiyaa : 18]

Oleh karena itu berdakwah kepada Allah harus berdasarkan ilmu, bukan 
berdasarkan kebodohan ataupun kebutaan. Seorang da’i harus mempersenjatai diri 
dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Dia mesti menumpahkan perhatian 
kepada ilmu dan membuat program pengajaran untuk semua orang dan juga membuat 
program praktek lapangan dakwah kepada Allah. Adapun dakwah yang tegak diatas 
kebodohan dan taqlid (ikut-ikutan), memusuhi ilmu dan ulama, maka itu bukan 
dakwah para Nabi dan tidak berada diatas manhaj para Nabi sedikitpun.

[3]. Termasuk Manhaj Dakwah Para Nabi Adalah Mendahulukan Yang Terpenting, 
Kemudian Yang Penting (Membuat Skala Prioritas).
Berdasarkan hal ini, kita melihat para nabi memulai dakwah mereka dengan 
tauhid. Mereka memulai dengan hal-hal yang mendasar, tidak memulai dari atap, 
karena orang yang memulai membangun dari atap sebelum fondasi, maka atap itu 
akan menjatuhi mereka.

Semua para Nabi mengucapkan perkataan seorang Nabi,

“Artinya : Wahai kaumku, sembahlah Allah, kalian tidak memiliki tuhan selain 
Dia” [Al-A’raf : 64]

Dalam hadits Mu’adz yang telah lewat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
mengajarai Mu’adz agar memulai dari yang terpenting. Jika seandainya ada 
seorang dokter yang hendak mengobati orang sakit dari penyakit yang sangat 
berbahaya, kemudian mengetahui penyakit lain pada diri si pasien, seperti pilek 
atau penyakit ringan yang lain, lalu si dokter sibuk menangani penyakit ringan 
tersebut, sebelum menangani penyakit yang berbahaya, jadilah dokter tersebut 
menipu pasien. Dokter tersebut membantu proses kematian pasien. Jika ada pasein 
menderita kekurangan darah, kemudian dokter memulai dengan mengobati luka yang 
ada pada jari jemari kaki pasien, maka jadilah dokter ini orang jahat dan 
berperan dalam kematian si pasien, jika sampai pasien itu mati. Karena 
kewajiban seorang dokter mengobati penyakit yang paling berbahaya serta 
mengancam kehidupan si pasien.

Orang-orang yang sibuk dengan perkara cabang sebelum perkara tauhid (perkara 
mendasar yang lain) ibarat dokter yang ingin mengobati orang mati. Atau ibarat 
orang yang ingin menghidupkan orang mati, atau seperti orang yang membangun 
atap sebelum pondasai. Alangkah gampangnya ata itu menimpa kepala mereka.

Bagaimanapun lamanya seorang da’i yang menyeru kepada tauhid, tidak boleh 
merasa bosan dan lelah. Tidak boleh merubah dan mengganti manhajnya, sehingga 
orang khusus dan awam meridhainya. Akan tetapi wajib baginya untuk tetap 
konsisten diatas aqidah tauhid dan berdakwah kepada tauhid diatas ilmu dan 
komitmen padanya sampai mati.

Lihatlah Nabi Nuh selama 950 tahun hanya berdakwah kepada tauhid, menasehati 
dengan tauhid dan hanya memperingatkan umatnya dari kesyirikan. Selama 950 
tahun dan tidak menegakkan panji, tidak merasa lelah dan bosan, hingga 
sedemikian rupa, tidak beriman kepadanya kecuali sedikit. Demikian juga para 
Nabi lainnya. Mereka menyeru kepada tauhid bertahun-tahun dan berhari-hari. 
Tidak mengikuti mereka kecuali seorang atau dua orang. Sebagian mereka datang 
tanpa seorang pengikutpun. Apakah mereka meninggalkan dakwah tauhid ? Jawabanya 
: “Tidak”.

Lihatlah Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam selama 23 tahun 
menyeru : “Wahai manusia katakanlah la ilaha ilaa Allah niscaya kalian 
beruntung”. Sedangkan sebagian da’i berputus asa dan berkata : “Kami telah 
berdakwah kepada mereka berkali-kali dan mereka tidak mau menerimanya. Kita 
mesti menyeru mereka kepada politik, demonstrasi dan unjuk rasa”. Lalu 
meninggalkan manhaj para Nabi dalam berdakwah kepada Allah, sehingga mereka 
tidak menuai kecuali penyesalan dan penghancuran umat. Mereka menyibukkan umat 
dalam perkara yang bukan bidangnya. Menyibukkan dengan perkara yang khusus 
dimiliki para raja dan penguasa, menyibukkan pada selain tujuan penciptaan 
mereka. Allah berfirman tentang tujuan penciptaan manusia :

“Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka 
menyembah-Ku” [Adz-Dzaariyaat : 56]

Mereka telah menyibukkan manusia dengan politik internasional yang kotor dan 
tidak menegakkan peribadatan mereka. Tidak menjadikan mereka sebagai hamba 
Rabb, tidak mengajarkan mereka tauhid, sholat dengan rukun, kewajiban, khusus 
dan sunnahnya. Tidak mengajarkan manusia sesuatu yang berguna bagi mereka dalam 
agama dan dunianya.

[4]. Seorang Da’i Harus Mejadi Contoh Teladan Yang Baik Bagi Obyek Dakwahnya 
Dan Menjadi Teladan Pada Dirinya, Karena Jika Tidak Demikian Maka Dakwahnya 
Akan Menjadi Bencana Baginya Dan Tidak Mendapatkan Orang Yang Mau Mendengarnya.

Jika mereka melihatnya memerintah manusia untuk ikhlas, didapati ia seorang 
yang berbuat riya’. Jika menyeru manusia untuk tawadlu, didapati dia seorang 
yang sombong sekali. Jika menyeru manusia untuk sederhana, didapati dia seorang 
yang paling kikir. Jika menyeru orang untuk berpegang teguh kepada syari’at 
Islam, tidak memakan riba dan meninggalkan kemaksiatan, mereka melihatnya 
selalu bermaksiat. Menyeru orang untuk memberikan penutup aurat istri mereka 
dan memaksa anak-anaknya berjilbab, lalu mereka melihat anak, saudara perempuan 
dan istrinya berpakaian minim. Bagaimana orang akan berbaik sangka dengan 
dakwahnya ? Bagaimana mereka mau mendengarkan dan melihat serta mengambil ilmu 
darinya ? Oleh karena itu teladan yang baik harus dimiliki seorang da’i dalam 
dakwahnya, jika tidak terdapat hal ini, maka dia tidak akan memiliki pengaruh 
pada para mad’u, bahkan mereka akan lari dan meninggalkannya.

Dari sini Allah menjadikan para Nabi orang yang paling baik nasab, akhlak dan 
bentuk tubuhnya. Allah menyelamatkan tubuh mereka dari penyakit yang tidak 
disukai manusia, seperti penyakit kusta, dan yang lainnya dari penyakit yang 
menular. Demikian juga Allah memberikan mereka akhlak yang mulia dan memberikan 
penutup mereka nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam akhlak yang 
paling mulia, Allah khabarkan dalam firmanNya.

“Artinya : Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” 
[Al-Qalam : 4]

Ditanya Ummul Mukminin Aisyah tentang akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam, lalu menjawab kepada penanya : “Wahai anak saudaraku, apakah kamu telah 
membaca Al-Qur’an ?” dia jawab : “Ya”. Lalu beliau berkata : “Akhlaknya 
Rasulullah Al-Qur’an”.

Perkataan Aisyah disini telah mencakup semua sifat dan sejarah hidup Rasulllah.

Telah disusun satu kitab tentang kemuliaan akhlak Rasulullah Shallallahu 
‘alaihi wa sallam berjumlah 12 jilid dengan judul Nadhratun Na’iim Fi Makaarim 
Akhlaqir Rasulil Kariim, (telah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa). Akan 
tetapi inipun masih sedikit dari semestinya. Demikian juga seorang penulis 
barat menulis sebuah buku yang diberi nama : “Seratus Tokoh Dunia Yang Telah 
Merubah Sejarah”. Dia menjadikan Rasulullah sebagai orang pertama dalam buku 
tersebut. Sungguh ini adalah persaksian yang benar dari musuh Islam, walaupun 
sedikit sekali mereka berbuat adil. Akan tetapi dua telah berbuat adil dalam 
bukunya, karena Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam orang yang berjalan 
dimuka bumi ini dan makhluk terbaik yang Allah ciptakan. Allah mengutusnya 
untuk menyempurnakan akhlak manusia sebagaimana sabda beliau.

“Artinya : Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak manusia”.

Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para da’i 
agar menjadi teladan yang baik bagi manusia, Allah berfirman.

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak 
kamu perbuat ? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa 
yang tiada kamu kerjakan” [Ash-Shaff : 2-3]

Sekarang kalian duduk dalam ceramah ini, lalu datang penceramah dan mengatakan 
: “rokok haram dan makruh, berbahaya, dapat mengakibatkan penyakit ini dan 
itu”. Kalin serius sekali mendengarkannya. Ketika kalian mendengarkannya dengan 
sangat serius, tiba-tiba dia mengeluarkan rokok kreteknya di depan kalian dan 
mengisapnya. Apa yang akan kalian katakan ? Apakah kalian akan mendengarkan dan 
memperhatikannya setelah itu ? Niscaya kalian akan mengatakan : “orang ini 
lebih butuh nasehat dari kita”.

Berapa banyak kemudharatan dakwah mereka ini. Mereka menyeru kepada sunnah, 
padahal mereka orang yang paling jauh, bahkan melakukan kebid’ahan. Menyeru 
untuk taat, padahal mereka setiap hari bermaksiat. Merekalah orang yang menyeru 
kepada sunnah, sekaligus menyembelihnya.

Adapun pakaian mereka, pakaian ala Eropa mengenakan pantaloon yang sempit yang 
menampakkan auratnya. Kemudian melaknat Amerika dan mengatakan : “Kami 
memboikot Amerika”, sedangkan kalian mengenakan dasi dan memasang satelit 
(parabola) di rumah kalian.

Kalau begitu, wahai saudara-saudaraku…
Seorang da’i harus menjadi teladan dalam dakwahnya, Rasulullah Shallallahu 
‘alaihi wa sallam telah mendidik generasi terbaik, generasi contoh dan teladan. 
Beliau mendidik para sahabat di atas akhlak yang mulia sehingga mereka lulus 
dari madrasah kenabian dan bertebaran dipermukaan bumi.

Bangsa Arab tidak masuk negeri kalian ini dengan peperangan, akan tetapi dengan 
perdagangan.. Datang ke negeri ini para sahabat dan tabi’in sebagai pedagang 
yang membawa akhlak mulia, muamalah yang baik, amanah dan kejujuran. Sehingga 
penduduk Indonesia ini terpengaruh dan masuk ke dalam agama Islam. Maka sangat 
perlunya seorang da’i ila Allah untuk menjadi teladan.

“Artinya : Seorang dibawa pada hari kiamat dan dilemparkan ke neraka lalu 
terburai ususnya di neraka, lalu dia berkeliling seperti keledai, berkeliling 
pada batu penggilingan, lalu berkumpullah ahli neraka mengelilinginya dan 
berkata : ‘Wahai fulan, kenapa kamu demikian ? Bukankah kamu memerintahkan kamu 
kepada kema’rufan dan mencegah kami dari kemungkaran’. Dia menjawab : Memang 
saya dulu memerintahkan kalian kepada kebaikan, saya tidak melaksanakannya dan 
melarang kalian dari kemungkaran dan saya melaksanakannya” [Hadits Riwayat 
Bukhari]

[5]. Berdakwah Kepada Allah Dengan Hikmah, Nasehat Yang Baik Dan Lemah Lembut 
Kepada Manusia, Karena Kekasaran, Kekerasan Dan Sikap Arogan Dapat Menjauhkan 
Manusia Dari Dakwah.

Oleh karena itu para Nabi adalah orang yang paling kasih kepada makhluk dan 
yang paling mengetahui kebenaran. Sifat ini berpindah kepada Ahlu Sunnah wal 
Jama’ah pemilik manhaj yang benar. Sebagaimana yang disampaikan Syaikhul Islam 
Ibnu Taimiyah dalam ucapannya : “Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang 
paling kasih kepada makhluk dan paling mengetahui kebenaran”.

Allah telah menyampaikan kepada Nabi-Nya. Nabi yang dicintai sahabat dan 
umatnya sampai mereka menyerahkan kepadanya jiwa, harta dan anak-anak mereka.

“Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut 
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah 
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, 
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan 
itu. Kemudian apabila kamu telah mebulatkan tekad, maka bertakwallah kepada 
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya” 
[Ali-Imran : 159]

Beliaulah yang memerintahkan untuk berlemah lembut dan melarang kekerasan, 
dalam sabdanya.

“Artinya : Kelemah lembutan tidaklah ada pada sesuatu, kecuali menghiasinya dan 
tidak hilang dari sesuatu kecuali merusaknya” [Hadits Riwayat Muslim]

Dan sabda beliau.

“Artinya : Siapa yang tidak memiliki kelembutan maka tidak mendapat kebaikan” 
[Hadits Riwayat Muslim]

Beliaupun berkata kepada salah seorang sahabatnya.

“Artinya : Sesungguhnya terdapat padamu dua sifat yang Allah dan RasulNya 
cintai; lemah lembut dan tidak tergesa-gesa” [Hadits Riwayat Muslim]

Demikian juga beliau memperingtakan kekerasan dalam sabdanya.

“Artinya : Sesungguhnya sejelek-jeleknya pengembala adalah yang kasr. 
Berhati-hatilah jangan sekali-kali kamu menjadi golongan mereka”.

“Artinya : Sebaik-baiknya pemimpin adalah yang kalian mendo’akan kebaikan 
padanya dan mereka mendo’akan kebaikan kepadamu. Dan sejelek-jeleknya pemimpin 
adalah yang kalian melaknatnya dan mereka melaknat kalian”.

Seorang da’i sepatutnya menjadi orang yang memiliki kasih sayang kepada obyek 
dakwahnya, berlemah lembut dan mengharapkan hihdayah mereka dan tidak 
mengharapkan kesulitannya.

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun VI/1423H/2002M Rubrik Liputan 
Khusus yang diangkat dari ceramah Syaikh Muhammad bin Musa Alu Nashr Tanggal 
3-6 Muharram 1423H di Ma’had Ali Al-Irsyad Surabaya]


Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Reply via email to