Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh,
   
  Sepertinya sekarang ini sudah tidak jamannya memusuhi orang yang tidak 
sepaham dengan acara " tahlilan / yasinan " karena sudah semakin banyaknya 
informasi akan kebid'ahan acara tersebu , asal hubungan kita ( muamalah ) 
diluar acara tersebut masih dapat dijaga dengan baik  .
  Tapi bilamana anti merasa kawatir akan dimusuhi , maka anti bisa beralasan 
ada acara yang lebih penting sehingga harus keluar rumah/daerah , dls dan insya 
Allah , lama-lama mereka akan tau pendirian anti.
  Satu hal , kita jangan takut dalam kebenaran meskipun kita menjadi tersendiri 
karenanya, dan kita hanya menghendaki keridhoan Allah dan Rasul-Nya semata.
  BarakallaHufiyk  
  
fadhillah fadhl <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  From: EMY 
Sent: Monday, November 12, 2007 12:09:45 PM
Saya baru mengetahui bahwa hukum menghadiri Tahlilan demikian berat, meskipun 
saya tidak ikut mbaca Yasin.
Yang jadi masalah, kalau saya tidak menghadirinya bisa2 saya dimusuhi keluarga 
(keluarga suami lagi), jadi apa yang harus dilakukan?
Mohon saran
Terimakasih
Emmy
=========
assalamu'alaikum 
Coba anti cari kesibukan yang bertepatan pada saat hari diadakan tahlilan 
tersebut, seperti anti ajak suami anti untuk jiarah/berkunjung kerumah orang 
tua anti antau kerumah saudara dan sebagainya jika anti bisa beri keterangan 
bahwa tahlilan seperti itu tidak ada dalam agama islam, tentu dengan referensi 
buku yang mendukung argumen anti, tapi tentunya hal ini tidak akan mudah 
biasanya tahlilan seperti ini sudah mendara daging bagi masyarakat kita, Jika 
tidak bisa bersabarlah dan terus berdo'a agar diberi kemudahan oleh Allah, 
Allah akan memberi kemudahan kepada kita dan tidak membebankan kita melainkan 
dengan kesangupan kita, 

coba cari refrensi di buku-buku tentang tahlil atau kunjungi 
http://www.almanhaj.or.id insyaAllah manfaat, wallahu a'lam
Fadhillah Alfadhl

TAHLILAN (SELAMATAN KEMATIAN ) ADALAH BID’AH MUNKAR DENGAN IJMA’ PARA SHAHABAT 
DAN SELURUH ULAMA ISLAM

Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
http://www.almanhaj.or.id/content/2272/slash/0

"Artinya : Dari Jarir bin Abdullah Al Bajaliy, ia berkata : " Kami (yakni para 
shahabat semuanya) memandang/menganggap (yakni menurut madzhab kami para 
shahabat) bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan membuatkan makanan 
sesudah ditanamnya mayit termasuk dari bagian meratap"

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini atau atsar di atas dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah (No. 1612 dan 
ini adalah lafadzhnya) dan Imam Ahmad di musnadnya (2/204 dan riwayat yang 
kedua bersama tambahannya keduanya adalah dari riwayat beliau), dari jalan 
Ismail bin Abi Khalid dari Qais bin Abi Hazim dari Jarir sebagaimana tersebut 
di atas.

Saya berkata : Sanad Hadits ini shahih dan rawi-rawinya semuanya tsiqat (dapat 
dipercaya ) atas syarat Bukhari dan Muslim.

Dan hadits atau atsar ini telah dishahihkan oleh jama’ah para Ulama yakni para 
Ulama Islam telah ijma/sepakat tentang hadits atau atsar di atas dalam beberapa 
hal.

Pertama : Mereka ijma' atas keshahihan hadits tersebut dan tidak ada seorang 
pun Ulama -sepanjang yang diketahui penulis- wallahu a’lam yang mendloifkan 
hadits ini. Dan ini disebabkan seluruh rawi yang ada di sanad hadits ini 
–sebagaimana saya katakan dimuka- tsiqoh dan termasuk rawi-rawi yang dipakai 
oleh Imam Bukhari dan Muslim.

Kedua : Mereka ijma' dalam menerima hadits atau atsar dari ijma' para shahabat 
yang diterangkan oleh Jarir bin Abdullah. Yakni tidak ada seorangpun Ulama yang 
menolak atsar ini. Yang saya maksud dengan penerimaan (qobul) para Ulama ini 
ialah mereka menetapkan adanya ijma’ para shahabat dalam masalah ini dan tidak 
ada seorangpun di antara mereka yang menyalahinya.

Ketiga : Mereka ijma' dalam mengamalkan hadits atau atsar diatas. Mereka dari 
zaman shahabat sampai zaman kita sekarang ini senantiasa melarang dan 
mengharamkan apa yang telah di ijma'kan oleh para shahabat yaitu 
berkumpul-kumpul ditempat atau rumah ahli mayit yang biasa kita kenal di negeri 
kita ini dengan nama " Selamatan Kematian atau Tahlilan".

LUGHOTUL HADITS
[1]. Kunnaa na’uddu/Kunna naroo = Kami memandang/menganggap.
Maknanya : Menurut madzhab kami para shahabat semuanya bahwa berkumpul-kumpul 
di rumah ahli mayit dan membuatkan makanan termasuk dari bagian meratap.

Ini menunjukkan telah terjadi ijma’/kesepakatan para shahabat dalam masalah 
ini. Sedangkan ijma’ para shahabat menjadi dasar hukum Islam yang ketiga 
setelah Al-Qur’an dan Sunnah dengan kesepakatan para Ulama Islam seluruhnya.

[2]. Al-ijtimaa’a ila ahlil mayyiti wa shon’atath-tho’ami = Berkumpul-kumpul di 
tempat atau di rumah ahli mayit dan membuatkan makanan yang kemudian mereka 
makan bersama-sama

[3]. Ba’da dafnihi = Sesudah mayit itu ditanam/dikubur. Lafadz ini adalah 
tambahan dari riwayat Imam Ahmad.

Keterangan di atas tidak menunjukkan bolehnya makan-makan di rumah ahli mayit 
“sebelum dikubur”!?. Akan tetapi yang dimaksud ialah ingin menjelaskan 
kebiasaan yang terjadi mereka makan-makan di rumah ahli mayit sesudah mayit itu 
dikubur.

[4]. Minan niyaahati = Termasuk dari meratapi mayit
Ini menunjukkan bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit atau yang kita 
kenal di sini dengan nama “selamatan kematian/tahlilan” adalah hukumnya haram 
berdasarkan madzhab dan ijma’ para sahabat karena mereka telah memasukkan ke 
dalam bagian meratap sedangkan merapat adalah dosa besar.

SYARAH HADITS
Hadits ini atau atsar di atas memberikan hukum dan pelajaran yang tinggi kepada 
kita bahwa : Berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan makan-makan di situ (ini 
yang biasa terjadi) termasuk bid’ah munkar (haram hukumnya). Dan akan bertambah 
lagi bid’ahnya apabila di situ diadakan upacara yang biasa kita kenal di sini 
dengan nama “selamatan kematian/tahlilan pada hari pertama dan seterusnya”.

Hukum diatas berdasarkan ijma’ para shahabat yang telah memasukkan perbuatan 
tersebut kedalam bagian meratap. Sedangkan meratapi mayit hukumnya haram (dosa) 
bahkan dosa besar dan termasuk salah satu adat jahiliyyah.

FATWA PARA ULAMA ISLAM DAN IJMA’ MEREKA DALAM MASALAH INI
Apabil para shahabat telah ijma’ tentang sesuatu masalah seperti masalah yang 
sedang kita bahas ini, maka para tabi’in dan tabi’ut-tabi’in dan termasuk di 
dalamnya Imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi’iy dan Ahmad) dan seluruh 
Ulama Islam dari zaman ke zamanpun mengikuti ijma’nya para sahabat yaitu 
berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan makan-makan di situ adalah haram dan 
termasuk dari adat/kebiasaan jahiliyyah.

Oleh karena itu, agar supaya para pembaca yang terhormat mengetahui atas dasar 
ilmu dan hujjah yang kuat, maka di bawah ini saya turunkan sejumlah fatwa para 
Ulama Islam dan Ijma’ mereka dalam masalah “selamatan kematian”.

[1]. Telah berkata Imamnya para Ulama, mujtahid mutlak, lautan ilmu, pembela 
Sunnah. Al-Imam Asy-Syafi’iy di ktabnya ‘Al-Um” (I/318).

“Aku benci al ma'tam yaitu berkumpul-kumpul dirumah ahli mayit meskipun tidak 
ada tangisan, karena sesungguhnya yang demikian itu akan memperbaharui 
kesedihan"[1]


Perkataan imam kita diatas jelas sekali yang tidak bisa dita'wil atau 
ditafsirkan kepada arti dan makna lain kecuali bahwa beliau dengan tegas 
mengharamkan berkumpul-kumpul dirumah keluarga/ahli mayit. Ini baru berkumpul 
saja, bagaimana kalau disertai dengan apa yang kita namakan disini sebagai 
Tahlilan ?"

[2]. Telah berkata Imam Ibnu Qudamah, di kitabnya Al Mughni (Juz 3 halaman 
496-497 cetakan baru ditahqiq oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Muhsin At Turki ) :

“Adapun ahli mayit membuatkan makanan untuk orang banyak maka itu satu hal yang 
dibenci ( haram ). Karena akan menambah kesusahan diatas musibah mereka dan 
menyibukkan mereka diatas kesibukan mereka [2] dan menyerupai perbuatan 
orang-orang jahiliyyah. 

Dan telah diriwayatkan bahwasannya Jarir pernah bertamu kepada Umar. Lalu Umar 
bertanya,.Apakah mayit kamu diratapi ?" Jawab Jarir, " Tidak !" Umar bertanya 
lagi, " Apakah mereka berkumpul di rumah ahli mayit dan mereka membuat makanan 
? Jawab Jarir, " Ya !" Berkata Umar, " Itulah ratapan !"

[3]. Telah berkata Syaikh Ahmad Abdurrahman Al Banna, di kitabnya : 
Fathurrabbani tartib musnad Imam Ahmad bin Hambal ( 8/95-96) :

"Telah sepakat imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan Ahmad) atas 
tidak disukainya ahli mayit membuat makanan untuk orang banyak yang mana mereka 
berkumpul disitu berdalil dengan hadits Jarir bin Abdullah. Dan zhahirnya 
adalah HARAM karena meratapi mayit hukumnya haram, sedangkan para Shahabat 
telah memasukkannya (yakni berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit) bagian dari 
meratap dan dia itu (jelas) haram. 

Dan diantara faedah hadits Jarir ialah tidak diperbolehkannya berkumpul-kumpul 
dirumah ahli mayit dengan alasan ta'ziyah /melayat sebagaimana dikerjakan orang 
sekarang ini. 

Telah berkata An Nawawi rahimahullah : Adapun duduk-duduk (dirumah ahli mayit ) 
dengan alasan untuk ta'ziyah telah dijelaskan oleh Imam Syafi'i dan pengarang 
kitab Al Muhadzdzab dan kawan-kawan semadzhab atas dibencinya (perbuatan 
tersebut)........ 

Kemudian Nawawi menjelaskan lagi, " Telah berkata pengarang kitab Al Muhadzdzab 
: “Dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit ) dengan alasan untuk ta'ziyah. 
Karena sesungguhnya yang demikian itu adalah muhdats (hal yang baru yang tidak 
ada keterangan dari Agama), sedang muhdats adalah " Bid'ah."

Kemudian Syaikh Ahmad Abdurrahman Al-Banna di akhir syarahnya atas hadits Jarir 
menegaskan : “Maka, apa yang biasa dikerjakan oleh kebanyakan orang sekarang 
ini yaitu berkumpul-kupmul (di tempat ahli mayit) dengan alasan ta’ziyah dan 
mengadakan penyembelihan, menyediakan makanan, memasang tenda dan permadani dan 
lain-lain dari pemborosan harta yang banyak dalam seluruh urusan yang bid’ah 
ini mereka tidak maksudkan kecuali untuk bermegah-megah dan pamer supaya 
orang-orang memujinya bahwa si fulan telah mengerjakan ini dan itu dan 
menginfakkan hartanya untuk tahlilan bapak-nya. Semuanya itu adalah HARAM 
menyalahi petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Salafush shalih dari 
para shahabat dan tabi’in dan tidak pernah diucapkan oleh seorangpun juga dari 
Imam-imam Agama (kita).

Kita memohon kepada Allah keselamatan !”

[4]. Al Imam An Nawawi, dikitabnya Al Majmu' Syarah Muhadzdzab (5/319-320) 
telah menjelaskan tentang bid'ahnya berkumpul-kumpul dan makan-makan dirumah 
ahli mayit dengan membawakan perkataan penulis kitab Asy -Syaamil dan lain-lain 
Ulama dan beliau menyetujuinya berdalil dengan hadits Jarir yang beliau 
tegaskan sanadnya shahih. Dan hal inipun beliau tegaskan di kitab beliau 
“Raudlotuth Tholibin (2/145).

[5]. Telah berkata Al Imam Asy Syairoziy, dikitabnya Muhadzdzab yang kemudian 
disyarahkan oleh Imam Nawawi dengan nama Al Majmu' Syarah Muhadzdzab : "Tidak 
disukai /dibenci duduk-duduk (ditempat ahli mayit) dengan alasan untuk Ta'ziyah 
karena sesungguhnya yang demikian itu muhdats sedangkan muhdats adalah " Bid'ah 
".

Dan Imam Nawawi menyetujuinya bahwa perbatan tersebut bid’ah. [Baca ; Al-Majmu’ 
syarah muhadzdzab juz. 5 halaman 305-306]

[6]. Al Imam Ibnul Humam Al Hanafi, di kitabnya Fathul Qadir (2/142) dengan 
tegas dan terang menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah " Bid'ah Yang 
Jelek". Beliau berdalil dengan hadits Jarir yang beliau katakan shahih.

[7]. Al Imam Ibnul Qayyim, di kitabnya Zaadul Ma'aad (I/527-528) menegaskan 
bahwa berkumpul-kumpul (dirumah ahli mayit) dengan alasan untuk ta'ziyah dan 
membacakan Qur'an untuk mayit adalah " Bid'ah " yang tidak ada petunjuknya dari 
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

[8]. Al Imam Asy Syaukani, dikitabnya Nailul Authar (4/148) menegaskan bahwa 
hal tersebut Menyalahi Sunnah.

[9]. Berkata penulis kitab ‘Al-Fiqhul Islamiy” (2/549) : “Adapaun ahli mayit 
membuat makanan untuk orang banyak maka hal tersebut dibenci dan Bid’ah yang 
tidak ada asalnya. Karena akan menambah musibah mereka dan menyibukkan mereka 
diatas kesibukan mereka dan menyerupai (tasyabbuh) perbuatan orang-orang 
jahiliyyah”.

[10]. Al Imam Ahmad bin Hambal, ketika ditanya tentang masalah ini beliau 
menjawab : " Dibuatkan makanan untuk mereka (ahli mayit ) dan tidaklah mereka 
(ahli mayit ) membuatkan makanan untuk para penta'ziyah." [Masaa-il Imam Ahmad 
bin Hambal oleh Imam Abu Dawud hal. 139]

[11]. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, " Disukai membuatkan makanan untuk 
ahli mayit dan mengirimnya kepada mereka. Akan tetapi tidak disukai mereka 
membuat makanan untuk para penta'ziyah. Demikian menurut madzhab Ahmad dan 
lain-lain." [Al Ikhtiyaaraat Fiqhiyyah hal.93]

[12]. Berkata Al Imam Al Ghazali, dikitabnya Al Wajiz Fighi Al Imam Asy Syafi'i 
( I/79), " Disukai membuatkan makanan untuk ahli mayit."

KESIMPULAN.
Pertama : Bahwa berkumpul-kumpul ditempat ahli mayit hukumnya adalah BID'AH 
dengan kesepakatan para Shahabat dan seluruh imam dan ulama' termasuk 
didalamnya imam empat.

Kedua : Akan bertambah bid'ahnya apabila ahli mayit membuatkan makanan untuk 
para penta'ziyah.

Ketiga : Akan lebih bertambah lagi bid'ahnya apabila disitu diadakan tahlilan 
pada hari pertama dan seterusnya.

Keempat : Perbuatan yang mulia dan terpuji menurut SUNNAH NABI Shallallahu 
‘alaihi wa sallam kaum kerabat /sanak famili dan para jiran/tetangga memberikan 
makanan untuk ahli mayit yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka untuk mereka 
makan sehari semalam. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
ketika Ja'far bin Abi Thalib wafat.

"Buatlah makanan untuk keluarga Ja'far ! Karena sesungguhnya telah datang 
kepada mereka apa yang menyibukakan mereka (yakni musibah kematian)." [Hadits 
Shahih, riwayat Imam Asy Syafi'i ( I/317), Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan 
Ahmad (I/205)]

Hal inilah yang disukai oleh para ulama kita seperti Syafi’iy dan lain-lain 
(bacalah keterangan mereka di kitab-kitab yang kami turunkan di atas).

Berkata Imam Syafi’iy : “Aku menyukai bagi para tetangga mayit dan sanak 
familinya membuat makanan untuk ahli mayit pada hari kematiannya dan malam 
harinya yang sekiranya dapat mengenyangkan mereka, karena sesungguhnya yang 
demikian adalah (mengikuti) SUNNAH (Nabi).... “ [Al-Um I/317]

Kemudian beliau membawakan hadits Ja’far di atas.

[Disalin dari buku Hukum Tahlilan (Selamatan Kematian) Menurut Empat Madzhab 
dan Hukum Membaca Al-Qur’an Untuk Mayit Bersama Imam Syafi’iy, Penulis Abdul 
Hakim bin Amir Abdat (Abu Unaisah), Penerbit Tasjilat Al-Ikhlas, Cetakan 
Pertama 1422/2001M]
__________
Foote Note
[1]. Ini yang biasa terjadi dan Imam Syafi'i menerangkan menurut kebiasaan 
yaitu akan memperbaharui kesedihan. Ini tidak berarti kalau tidak sedih boleh 
dilakukan. Sama sekali tidak ! Perkataan Imam Syafi'i diatas tidak menerima 
pemahaman terbalik atau mafhum mukhalafah.
[2]. Perkataan ini seperti di atas yaitu menuruti kebiasaannya selamatan 
kematian itu menyusahkan dan menyibukkan. Tidak berarti boleh apabila tidak 
menyusahkan dan tidak menyibukkan ! Ambillah connoth firman Allah did alam 
surat An-Nur ayat 33 :”Janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk 
melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu 
hendak mencari keuntungan duniawi”. Apakah boleh kita menyuruh budak perempuan 
kita untuk melacur apabila mereka menginginkannya?! Tentu tidak! 


Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke