From:  Pramono Sidik
Sent: Saturday, December 22, 2007 9:49 AM
Assalamu 'alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh
Bolehkah kita memanfaatkan barang hilang, sementara untuk mengetahui
siapa pemiliknya sangat sukar. Sedangkan kalau diumumkan dikuatirkan
banyak yang mengakui sebagai pemilik ? Mohon penjelasan dari rekan-rekan
dengan dalil.
Jazakaulloh Khoiron
Wassalamu 'alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh
====

LUQATHAH Dikutip dari Buku Ensiklopedi Islam, Minhajul Muslim Syaikh ABu
Bakar Jabir Al Jazairi LUQATHAH Luqathah ialah sesuatu yang tercecer di
tempat yang tidak dimiliki siapapun, contohnya seorang Muslim menemukan
beberapa uang dirham di salah satu jalan, atau menemukan pakaian di
jalanan. Ia khawatir barang-barang tersebut mengalami kerusakan, oleh
karena itu, ia memungutnya. 

HUKUM LUQATHAH Memungut luqathah diperbolehkan karena Rosulullah
Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Umumkan tempatnya beserta apa
yang ada di dalamnya, dan talinya, kemudian umumkan selama setahun. Jika
pemiliknya datang, berikan kepadanya. Dan jika pemiliknya tidak datang,
maka terserah kepadamu." [Diriwayatkan AL Bukhori] 

Rosulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya tentang kambing
yang hilang, kemudian beliau bersabda: "Ambilllah, karena menjadi
milikmu, atau milik saudaramu, atau milik serigala." [Muttafaq 'Alaih] 

Dari Miqdam bin Ma'di Karib Al-Kindi Radhiyallahu 'anhu berkata :
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Ketahuilah,
sesungguhnya aku telah mendapatkan wahyu kitab (Al-Qur'an) dan
semisalnya (Hadits). Ketahuillah, hampir saja akan ada seseorang duduk
seraya bersandar di atas ranjang hiasnya dalam keadaan kenyang, sedang
dia mengatakan : "Berpeganglah kalian dengan Al-Qur'an. Apa yang kalian
jumpai di dalamnya berupa perkara haram, maka haramkanlah", Ketahuilah
tidaklah dihalalkan untuk kalian keledai jinak dan setiap binatang buas
yang mempunyai kuku tajam. Demikian pula luqathah (barang temuan)
melainkan apabila pemiliknya telah merelakannya. Dan barang siapa
singgah bertamu kepada suatu kaum, hendaklah mereka menjamunya. Jika
tidak, boleh baginya (tamu) mengambil haknya". [HADITS SHAHIH.
Diriwayatkan Abu Dawud 4604, Ahmad 4/130-131, Ibnu Abdil Barr dalam
At-Tamhid 1/149-150, Al-Kahthib Al-Baghdadi dalam Al-Faqih wal
Mutafaqqih 1/79 dan Al-Kifayah hal.8, Ibnu Nashr Al-Marwazi dalam
As-Sunnah hal. 116, Al-Ajurri dalam Asy-Syari'ah hal. 51, Baihaqi dalam
Dalail Nubuwwah 6/549 dari jalan Hariz bin Utsman Ar-Rahabi dari
Abdullah bin Abu Auf Al-Jursyi dari Miqdam bin Ma'di Karib Radhiyallahu
'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam]

Hanya saja memungut luqathah itu hukumnya sunnah bagi orang yakin akan
kejujuran dirinya dan makruh bagi orang yang tidak yakin akan kejujuran
dirinya, karena menyebabkan kerusakan pada harta kaum muslimin itu tidak
diperbolehkan. Di antaranya hukum-hukum luqathah adalah sebagai berikut:

1. Jika luqathah berbentuk sesuatu yang tidak ada harganya dalam
arti tidak begitu diminati manusia, misalnya sebutir kurma, atau sebutir
biji gandum, atau kain usang atau cambuk, atau cemeti, maka orang Muslim
diperbolehkan memungutnya dan memanfaatkannya sejak saat itu juga. Ia
tak wajib mengumumkannya kepada khalayak ramai dan tidak juga harus
menjaganya, karena Jabir Rodhiyallahu 'Anhu berkata, "Rosulullah
shallallahu 'alaihi wasallam memberi keringanan kepada kita tentang
tongkat, cemeti, tali dan sejenisnya. Itu semua boleh dipungut dan
memanfaatkannya." [Diriwayatkan Ahmad dan Abu Dawud. Sanad hadits ini
cacat, namun jumhur ulama mengamalkannya] 

2. Jika luqathah berbentuk sesuatu yang berharga dan diminati
kebanyakan orang, maka multaqith (pemungut) harus mengumumkannya selama
setahun penuh. Dalam jangka waktu setahun tersebut, ia umumkan di
pintu-pintu masjid, atau di tempat-tempat umum atau di koran atau di
radio. Jika pemiliknya datang kepadanya kemudian menyebutkan tempatnya
beserta isinya, atau jumlahnya, atau ciri -cirinya, ia harus
memberikannya kepada orang tersebut. Jika pemiliknya tidak datang
kepadanya setelah setahun, ia boleh memanfaatkannya, atau bersedekah
dengannya, namun dengan niat menggantinya jika pada suatu hari
pemiliknya datang untuk memintanya. 

3. Luqathah di Makkah tidak boleh diambil kecuali jika
dikhawatirkan mengalami kerusakan. Jadi barangsiapa memungut luqathah di
Makkah, ia wajib mengumumkannya selama ia berada di Makkah. Jika ia
hendak keluar dari Makkah, ia harus menyerahkannya kepada penguasa
setempat dan tidak boleh memilikinya, karena Rosulullah bersabda:
"Sesungguhnya negeri ini (Makkah) adalah tanah haram. Tumbuh
-tumbuhannya tidak boleh dipotong, rumputnya tidak boleh dipotong, hewan
buruannya tidak boleh diusir dan luqathahnya tidak boleh dipungut
kecuali bagi orang yang ingin mengumumkannya." [HR Bukhari] 

4. Luqathah hewan jika berbentuk kambing di padang pasir boleh
dipungut dan pemanfaatnya sejak saat pemungutan, karena Rosulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ambillah, karena menjadi
milikmu, atau milik saudaramu atau milik serigala" [Muttafaq 'Alaih]
Jika luqathah berbentuk unta, maka tidak boleh dipungut apa pun
alasannya, karena Rosulllah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Engkau tidak berhak terhadapnya. Unta tersebut berhak atas sepatunya
dan tempat minumnya. Ia bebas pergi ke air dan memakan daun di pohon
hingga pemiliknya datang kemudian mengambilnya." [Muttafaq 'Alaih] Hewan
yang seperti unta ialah keledai, bighal (peranakan kuda dengan keledai)
dan kuda. Semua hewan tersebut tidak boleh dipungut. 

[Dikutip dari buku: Ensiklopedi Islam, Minhajul Muslim; Syaikh AbuBakar
Jabir Al Jazairi hal 553-555. Penerjemah: Fadhli Bahri, Lc. Penerbit:
Darul Falah, cetakan I.]

LUQATHAH, HARTA YANG HILANG DARI TANGAN PEMILIKNYA

Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam
http://www.almanhaj.or.id/content/2144/slash/0

Luqathah ialah harta yang hilang dari tangan pemilikinya, yang kemudian 
ditemukan orang lain. 

Barang yang tercecer ada tiga jenis.

[1]. Jenis pertama barang yang tidak terlalu menarik minat manusia, seperti 
cambuk dan serpihan roti atau sejenisnya. Jenis temuan ini dapat langsung 
dipungut dan dimiliki tanpa harus mengumumkannya.

[2]. Barang yang tercecer yang tidak boleh dipungut, karena dapat menjaga 
dirinya, seperti anak binatang buas semacam biawak, atau yang kuat seperti unta 
dan lembu. Barang temuan jenis ini tidak boleh dipungut dan dimiliki.

[3]. Selain jenis di atas, yaitu yang disyaratkan dipungut yang tujuannya untuk 
menjaganya untuk kepentingan pemiliknya. Dalam hal ini ada beberapa hukum 
seperti yang disebutkan dalam hadits berikut.

“Artinya : Dari Zaid bin Khalid Al-Juhanny Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, 
‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang menemukan emas 
atau perak yang tercecer. Maka beliau menjawab, ‘Umumkanlah beserta wadah dan 
talinya, kemudian umumkanlah selama setahun. Jika tidak ada yang mengambilnya, 
maka gunakanlah ia dan hendaklah dianggap sebagai barang titipan. Jika pada 
saat tertentu orang yang mencarinya datang, maka serahkanlah ia kepadanya’. 
Beliau juga ditanya tentang unta yang tersesat. Maka beliau bertanya, ‘Apa 
urusanmu dengan unta itu? Biarkan ia, karena ia mempunyai sepatu dan kantong 
air, ia dapat menghampiri sumber air dan memakan pepohonan, hingga pemiliknya 
menemukannya’. Beliau juga ditanya tentang kambing. Maka beliau menjawab, 
‘Ambillah ia, karena ia menjadi milikmu atau milik saudaramu atau milik 
srigala”.

MAKNA GLOBAL
Seseorang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hukum 
harta yang tercecer dari pemiliknya, berupa emas, perak, unta dan kambing. Maka 
beliau menjelaskan hukum untuk masing-masing barang ini, agar dapat menjadi 
contoh bagi barang-barang lain yang semisal dan yang hilang atau tercecer, 
sehingga dapat diambil hukumnya.

Beliau bersabda tentang emas dan perak.”Umumkan tali yang digunakan untuk 
mengikatnya dan juga wadah yang menjadi tempat emas atau perak itu, sehingga 
dapat di cek antara orang yang datang sebagai pemilik dan orang yang datang 
hanya mengaku-ngaku, karena toh engkau sudah mengetahui isinya. Jika dia 
menyebutkan ciri-cirinya secara tepat maka engkau dapat memberikannya 
kepadanya. Jika ciri-ciri yang disebutkannya tidak tepat, berarti dia hanya 
mengaku-ngaku”.

Beliau juga memerintahkan orang yang menemukan emas atau perak yang tercecer 
itu untuk mengumumkannya selama setahun penuh semenjak ia ditemukan. Pengumuman 
ini disampaikan di tempat-tempat umum, seperti di masjid, di pintu masjid dan 
tempat-tempat pertemuan umum dan juga di tempat barang ditemukan.

Setelah diumumkan selama setahun namun pemiliknya tidak menampakkan diri, maka 
emas atau perak itu boleh digunakan. Jika pada saat tertentu pemiliknya datang, 
maka ia harus diberikan kepadanya.

Adapun untuk unta dan sejenisnya, yang dapat menjaga hidupnya sendiri, maka 
tidak boleh dipungut, karena ia tidak perlu dipelihara. Dengan tabiatnya ia 
dapat menjaga diri, karena di dalam tubuhnya terdapat kekuatan untuk mejaga 
dirinya sendiri, termasuk pula anak binatang buas. Kaki unta memungkinkannya 
menempuh padang, dengan lehernya yang panjang ia dapat memakan pepohonan dan 
mengambil air. Di dalam tubuhnya terdapat cadangan makanan, sehingga dia dapat 
menjaga dirinya hingga pemiliknya menemukannya, yang dapat dia cari di sekitar 
tempat hilangnya.

Adapun kambing yang tersesat atau sejenisnya dari binatang-binatang yang kecil 
tubuhnya, maka beliau memerintahkan untuk mengambilnya, agar tidak mati dan 
tidak dimangsa binatang buas. Setelah memungutnya dia dapat mengantarnya ke 
pemiliknya atau dia dapat membawanya di tempat-tempat pengumuman, sehingga 
dapat diketahui pemiliknya.

KESIMPULAN HADITS
[1]. Siapa yang mendapatkan harta yang hilang atau tercecer dari pemiliknya, 
dianjurkan untuk mengambilnya dengan tujuan untuk menjaganya dari kerusakan dan 
kematian, apalagi untuk barang yang tidak mampu memelihara dirinya. Anjuran ini 
merupakan pendapat yang paling kuat.

[2]. Orang yang menemukan harus mengumumkan tali, wadah atau jenisnya, untuk 
membedakan pemilik yang sesungguhnya dengan orang yang mengaku-ngaku. Caranya 
ialah dengan mengecek ciri-ciri yang harus disebutkan oleh pemiliknya. Hal ini 
dimaksudkan agar barang yang tercecer itu benar-benar kembali kepada pemilik 
sesungguhnya.

[3]. Mengumumkannya selama setahun penuh di tempat-tempat ramai, di pintu-pintu 
masjid, di pasar di tempat-tempat pertemuan atau di tempat ditemukan, karena 
itu merupakan tempat pertama yang akan dukunjungi pemiliknya, atau 
menyampaikannya kepada instansi-instansi terkait, seperti kantor polisi. Untuk 
zaman sekarang, dapat diumumkan di surat kabar, radio dan televisi, jika 
merupakan barang temuan yang sangat penting.

[4]. Jika tetap tidak dikenali pemiliknya selama setahun, barang dapat 
dipergunakan tapi tetap harus siap diberikan kepada pemiliknya, dengan ganti 
rugi yang serupa atau senilai, kalau memang dapat dinilai.

[5]. Jika setahun sudah berlalu namun tidak dikenali siapa pemiliknya, maka 
orang yang menemukannya dapat memilikinya dengan suatu kepemilikan karena tidak 
ada pilihan lain dan tidak boleh diperlakukan sekehendak hatinya seperti 
diwariskan. Jika pemiliknya datang, maka harus diberikan ganti ruginya, atau 
diserahkan apa adanya kalau memang barangnya masih ada dan masih utuh.

[6]. Jika pemiliknya datang meskipun setelah berlalu sekian lama dan dia dapat 
menyebutkan ciri-cirinya secara cermat, maka barang yang tercecer itu tetap 
harus dikembalikan kepadanya. Untuk pengembaliannya, pemilik dapat menyebutkan 
ciri-cirinya dan tidak perlu saksi, karena ciri-ciri yang disebutkannya sudah 
cukup sebagai bukti keterangan, dan bukti keterangan inilah yang paling 
menjelaskan kebenaran dan yang paling nyata. Penyebutan ciri-cirinya sudah 
cukup untuk hal ini. Ini merupakan kaidah yang bersifat umum dalam segala 
keadaan. Tak seorangpun ulama yang menentang hal ini.

[7]. Unta yang tersesat dan lepas, yang dengan kekuatannya ia dapat menjaga 
kelangsungan hidupnya, atau binatang apapun yang dapat berjalan, berlari atau 
terbang, maka tidak boleh dipungut, karena dengan tabiat yang dijadikan Allah 
pada dirinya, dapat menjaga dirinya dan kelangsungan hidupnya. Tapi jika unta 
berada di tempat yang sekiranya membahayakan dirinya, maka ia dapat 
diselamatkan dan tidak dimaksudkan untuk memungutnya.

[8]. Adapun untuk kambing, yang lebih baik setelah mengambilnya ialah 
memberinya makanan yang dibutuhkannya, atau menjualnnya dan menyimpan hasil 
penjualannya, atau tetap menahannya selama masa pengumumannya. Meninggalkannya 
tanpa memungutnya, sama dengan membiarkannya binasa. Jika pemiliknya datang, 
maka kambing itu dapat diserahkan kepadanya atau nilai penjualannya kalau 
memang sudah dijual. Jika pemiliknya tidak datang, maka ia mejadi milik orang 
yang menemukannya.

[Disalin dari kitab Taisirul Allam Syarh Umdatul Ahkam, Pengarang Abdullah bin 
Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam, edisi Indonesia Syarah Hadits Pilihan 
Bukhari-Muslim, Penerjemah Kathur Suhardi, Penerbit Darul Falah] 


Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke