PENGERTIAN ILMU YANG BERMANFAAT

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
http://www.almanhaj.or.id/content/2309/slash/0

Di dalam Al-Qur-an terkadang Allah Ta�ala menyebutkan ilmu pada kedudukan yang 
terpuji, yaitu ilmu yang bermanfaat. Dan terkadang Dia menyebutkan ilmu pada 
kedudukan yang tercela, yaitu ilmu yang tidak bermanfaat.

Adapun yang pertama, seperti firman Allah Ta�ala,

�... Katakanlah: �Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang 
yang tidak mengetahui?�...� [Az-Zumar: 9]

Firman Allah Ta�ala,

�Allah menyatakan bahwasanya tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan 
benar) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang 
yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada ilah (yang berhak 
diibadahi dengan benar) melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.� 
[Ali �Imran: 18]

Firman Allah Ta�ala.

�... Dan katakanlah: �Ya Rabb-ku, tambahkanlah ilmu kepadaku.�� [Thaahaa: 114]

Firman Allah Ta�ala.

�... Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama.� 
[Faathir: 28]

Firman Allah Ta�ala tentang kisah Adam dan pelajaran yang didapatkannya dari 
Allah tentang nama-nama segala sesuatu, dan memberitahukannya kepada para 
Malaikat. Para Malaikat pun berkata,

"Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau 
ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui lagi 
Mahabijaksana.�� [Al-Baqarah: 32]

Dan firman Allah Ta�ala mengenai kisah Nabi Musa dengan Nabi Khidhir. Nabi Musa 
berkata kepadanya,

"Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di 
antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?�� [Al-Kahfi: 66]

Ini semua adalah ilmu yang bermanfaat.

Dan terkadang Allah Ta�ala mengabarkan keadaan suatu kaum yang diberikan ilmu, 
namun ilmu yang ada pada mereka tidak bermanfaat. Ini adalah ilmu yang 
bermanfaat pada hakikatnya, namun pemiliknya tidak mengambil manfaat dari 
ilmunya itu. Allah Ta�ala berfirman,

"Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat, kemudian mereka 
tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa 
kitab-kitab yang tebal. Sangatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan 
ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang 
zalim.� [Al-Jumu�ah: 5]

Adapun ilmu yang Allah Ta�ala sebutkan pada kedudukan tercela, yaitu ilmu sihir 
seperti firman-Nya,

"... Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan dan tidak memberi manfaat. 
Dan sungguh mereka sudah tahu barangsiapa membeli (menggunakan sihir) itu, 
niscaya tidak mendapat keuntungan di akhirat. Sungguh sangat buruk perbuatan 
mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka mengetahui.� 
[Al-Baqarah: 102]

Dan firman Allah Ta�ala,

"Mereka hanya mengetahui yang lahir (tampak) dari kehidupan dunia; sedangkan 
terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai.� [Ar-Ruum: 7]

Karena itulah As-Sunnah membagi ilmu menjadi ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang 
tidak bermanfaat, juga menganjurkan untuk berlindung dari ilmu yang tidak 
bermanfaat dan memohon kepada Allah Ta�ala ilmu yang bermanfaat. [1]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H) rahimahullaah mengatakan, �Ilmu 
adalah apa yang dibangun di atas dalil, dan ilmu yang bermanfaat adalah ilmu 
yang dibawa oleh Rasulullah shallallaahu �alaihi wa sallam. Terkadang ada ilmu 
yang tidak berasal dari Rasulullah shallallaahu �alaihi wa sallam, tetapi dalam 
urusan duniawi, seperti ilmu kedokteran, ilmu hitung, ilmu pertanian, dan ilmu 
perdagangan.� [2]

Imam Ibnu Rajab (wafat th. 795 H) rahimahullaah mengatakan, �Ilmu yang 
bermanfaat menunjukkan pada dua hal. 

Pertama, mengenal Allah Ta�ala dan segala apa yang menjadi hak-Nya berupa 
nama-nama yang indah, sifat-sifat yang mulia, dan perbuatan-perbuatan yang 
agung. Hal ini mengharuskan adanya pengagungan, rasa takut, cinta, harap, dan 
tawakkal kepada Allah serta ridha terhadap takdir dan sabar atas segala musibah 
yang Allah Ta�ala berikan. 

Kedua, mengetahui segala apa yang diridhai dan dicintai Allah �Azza wa Jalla 
dan menjauhi segala apa yang dibenci dan dimurkai-Nya berupa keyakinan, 
perbuatan yang lahir dan bathin serta ucapan. Hal ini mengharuskan orang yang 
mengetahuinya untuk bersegera melakukan segala apa yang dicintai dan diridhai 
Allah Ta�ala dan menjauhi segala apa yang dibenci dan dimurkai-Nya. Apabila 
ilmu itu menghasilkan hal ini bagi pemiliknya, maka inilah ilmu yang 
bermanfaat. Kapan saja ilmu itu bermanfaat dan menancap di dalam hati, maka 
sungguh, hati itu akan merasa khusyu�, takut, tunduk, mencintai dan 
mengagungkan Allah �Azza wa Jalla, jiwa merasa cukup dan puas dengan sedikit 
yang halal dari dunia dan merasa kenyang dengannya sehingga hal itu 
menjadikannya qana�ah dan zuhud di dunia.� [3]

Imam Mujahid bin Jabr (wafat th. 104 H) rahimahullaah mengatakan, �Orang yang 
faqih adalah orang yang takut kepada Allah Ta�ala meskipun ilmunya sedikit. Dan 
orang yang bodoh adalah orang yang berbuat durhaka kepada Allah Ta�ala meskipun 
ilmunya banyak.� [4]

Perkataan beliau rahimahullaah menunjukkan bahwa ada orang yang menuntut ilmu 
dan mengajarkannya, namun ilmu tersebut tidak bermanfaat bagi orang tersebut 
karena tidak membawanya kepada ketaatan kepada Allah Ta�ala.

Imam Ibnu Rajab (wafat th. 795 H) rahimahullaah mengatakan, �Ilmu yang paling 
utama adalah ilmu tafsir Al-Qur-an, penjelasan makna hadits-hadits Nabi 
shallallaahu �alaihi wa sallam, dan pembahasan tentang masalah halal dan haram 
yang diriwayatkan dari para Shahabat, Tabi�in, Tabi�ut Tabi�in, dan para imam 
terkemuka yang mengikuti jejak mereka...� [5]

Imam al-Auza�i (wafat th. 157 H) rahimahullaah berkata, �Ilmu itu apa yang 
dibawa dari para Shahabat Nabi Muhammad shallallaahu �alaihi wa sallam, adapun 
yang datang dari selain mereka bukanlah ilmu.� [6]

Beliau juga mengatakan, �Ilmu yang paling utama adalah ilmu tafsir Al-Qur-an, 
penjelasan makna hadits-hadits Nabi shallallaahu �alaihi wa sallam, dan 
pembahasan tentang masalah halal dan haram yang diriwayatkan dari para 
Shahabat, Tabi�in, Tabi�ut Tabi�in, dan para imam terkemuka yang mengikuti 
jejak mereka...� [7]

Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi�i rahimahullaah mengatakan,

Seluruh ilmu selain Al-Qur-an hanyalah menyibukkan,
kecuali ilmu hadits dan fiqih dalam rangka mendalami ilmu agama.

Ilmu adalah yang tercantum di dalamnya: �Qaalaa, had-datsanaa (telah 
menyampaikan hadits kepada kami)�.

Adapun selain itu hanyalah waswas (bisikan) syaitan. [8]

Rasulullah shallallaahu �alaihi wa sallam memberikan perumpamaan kepada kita 
mengenai orang yang faham tentang agama Allah Ta�ala, ia memperoleh manfaat 
dari ilmunya dan memberikan manfaat kepada orang lain. Rasulullah shallallaahu 
�alaihi wa sallam juga memberikan perumpamaan orang yang tidak menaruh 
perhatian pada ilmu agama, dengan kelalaiannya itu mereka menjadi orang yang 
merugi dan bangkrut.

Rasulullah shallallaahu �alaihi wa sallam bersabda,

"Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya laksana hujan 
deras yang menimpa tanah. Di antara tanah itu ada yang subur. Ia menerima air 
lalu menumbuhkan tanaman dan rerumputan yang banyak. Di antaranya juga ada 
tanah kering yang menyimpan air. Lalu Allah memberi manusia manfaat darinya 
sehingga mereka meminumnya, mengairi tanaman, dan berladang dengannya. Hujan 
itu juga mengenai jenis (tanah yang) lain yaitu yang tandus, yang tidak 
menyimpan air, tidak pula menumbuhkan tanaman. Itulah perumpamaan orang yang 
memahami agama Allah, lalu ia mendapat manfaat dari apa yang Allah mengutus aku 
dengannya. Juga perumpamaan atas orang yang tidak menaruh perhatian 
terhadapnya. Ia tidak menerima petunjuk Allah yang dengannya aku diutus.� [9]

Rasulullah shallallaahu �alaihi wa sallam ketika datang membawa ajaran agama 
Islam, beliau mengumpamakannya dengan hujan yang dibutuhkan manusia. Kondisi 
manusia sebelum diutusnya Rasulullah shallallaahu �alaihi wa sallam seperti 
tanah yang kering, gersang dan tandus. Kemudian kedatangan beliau shallallaahu 
�alaihi wa sallam membawa ilmu yang bermanfaat menghidupkan hati-hati yang mati 
sebagaimana hujan menghidupkan tanah-tanah yang mati. 

Kemudian beliau mengumpamakan orang yang mendengarkan ilmu agama dengan 
berbagai tanah yang terkena air hujan, di antara mereka adalah orang alim yang 
mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya. Orang ini seperti tanah subur yang 
menyerap air sehingga dapat memberi manfaat bagi dirinya, kemudian tanah 
tersebut dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan sehingga dapat memberi manfaat bagi 
yang lain.

Di antara mereka ada juga orang yang menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu 
namun dia tidak mengamalkannya, akan tetapi dia mengajarkannya untuk orang 
lain. Maka, dia bagaikan tanah yang tergenangi air sehingga manusia dapat 
memanfaatkannya. Orang inilah yang disebut dalam sabda beliau, �Allah 
memperindah seseorang yang mendengar perkataan-perkataanku dan dia 
mengajarkannya seperti yang dia dengar.� Di antara mereka ada juga yang 
mendengar ilmu namun tidak menghafal/menjaganya serta tidak menyampaikannya 
kepada orang lain, maka perumpamaannya seperti tanah yang berair atau tanah 
yang gersang yang tidak dapat menerima air sehingga merusak tanah yang ada di 
sekelilingnya.

Dikumpulkannya perumpamaan bagian pertama dan kedua disebabkan keduanya 
sama-sama bermanfaat. Sedangkan dipisahkannya bagian ketiga disebabkan tercela 
dan tidak bermanfaat.

Jadi, perumpamaan hadits di atas terdiri dari 2 (dua) kelompok. Perumpamaan 
pertama telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan perumpamaan kedua, bagian 
pertamanya adalah orang yang masuk agama Islam namun tidak mengamalkan dan 
tidak mengajarkannya. Kelompok ini diumpamakan dengan tanah tandus sebagaimana 
yang diisyaratkan oleh Nabi shallallaahu �alaihi wa sallam dalam sabdanya, 
�Orang yang tidak menaruh perhatian terhadapnya.� Atau dia berpaling dari ilmu 
sehingga dia tidak bisa memanfaatkannya dan tidak pula dapat memberi manfaat 
kepada orang lain.

Adapun bagian kedua adalah orang yang sama sekali tidak memeluk agama, bahkan 
telah disampaikan kepadanya pengetahuan tentang agama Islam, tetapi ia 
mengingkari dan kufur kepadanya. Kelompok ini diumpamakan dengan tanah datar 
yang keras, dimana air mengalir di atasnya, tetapi tidak dapat memanfaatkannya.

Hal ini diisyaratkan dengan sabda beliau shallallaahu �alaihi wa sallam:

"Dan tidak peduli dengan petunjuk Allah yang aku diutus dengannya.�

Ath-Thibi berkata, �Manusia terbagi menjadi dua".

Pertama, manusia yang memanfaatkan ilmu untuk dirinya namun tidak 
mengajarkannya kepada orang lain.

Kedua, manusia yang tidak memanfaatkan ilmu bagi dirinya, namun ia mengajarkan 
kepada orang lain.�

Menurut Ibnu Hajar al-�Asqalani, kategori pertama masuk dalam kelompok pertama. 
Sebab, secara umum manfaatnya ada walaupun tingkatannya berbeda. Begitu juga 
dengan tanaman yang tumbuh, di antaranya ada yang subur dan memberi manfaat 
kepada manusia dan ada juga yang kering. Adapun kategori kedua walaupun dia 
mengerjakan hal-hal yang wajib dan meninggalkan yang sunnah, sebenarnya dia 
termasuk kelompok kedua seperti yang telah kami jelaskan; dan seandainya dia 
meninggalkan hal-hal wajib, maka dia adalah orang fasik dan kita tidak boleh 
mengambil ilmu darinya.

Orang semacam ini termasuk dalam sabda Nabi shallallaahu �alaihi wa sallam:

�Orang yang tidak menaruh perhatian terhadapnya.� [10]

[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga �Panduan Menuntut Ilmu�, 
Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 � 
Bogor 16001 Jawa Barat � Indonesia, Cetakan Pertama Rabi�uts Tsani 1428H/April 
2007M]
___________
Foote Notes
[1]. Disarikan dari kitab Fadhlu �Ilmi Salaf �alal Khalaf (hal. 11-13), karya 
Imam Ibnu Rajab rahimahullaah, ta�liq dan takhrij Syaikh �Ali bin Hasan bin 
�Ali Abdul Hamid, cet. I, Daar �Ammar, th. 1406 H.
[2]. Majmuu� al-Fataawaa (VI/388, XIII/136) dan Madaarijus Saalikiin (II/488)
[3]. Fadhlu �Ilmi Salaf �alal Khalaf (hal. 47).
[4]. Al-Bidaayah wan Nihaayah (V/237).
[5]. Fadhlu �Ilmi Salaf �alal Khalaf (hal. 41).
[6]. Jaami� Bayaanil �Ilmi wa Fadhlih (I/769, no. 1421) dan Fadhlu �Ilmi Salaf 
�alal Khalaf (hal. 42).
[7]. Fadhlu �Ilmi Salaf �alal Khalaf (hal. 41).
[8]. Diiwaan Imam asy-Syafi�i (hal. 388, no. 206), dikumpulkan dan disyarah 
oleh Muhammad �Abdurrahim, cet. Daarul Fikr, th. 1415 H.
[9]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 79) dan Muslim (no. 
2282), dari Shahabat Abu Musa al-Asy�ari radhiyallaahu �anhu. Lafazh hadits ini 
milik al-Bukhari.
[10]. Lihat Fathul Baari (I/177). 


Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke