DIANTARA HUKUM BULAN MUHARRAM

Oleh
Ummu Abdurrahman bintu Muhammad Arfat
http://www.almanhaj.or.id/content/2035/slash/0

Maka berbahagialah bagi seseorang yang dapat mengisi waktunya dengan sesuatu 
yang dapat mendekatkan dirinya dengan Allah, bebahagialah bagi seseorang yang 
menyibukkan dirinya dengan ketaatan dan menghindari maksiat. Berbahagialah bagi 
seseorang yang meyakini adanya hikmah-hikmah Allah yang agung dan 
rahasia-rahasia-Nya (yang Dia ketahui), dengan melihat kepada silih bergantinya 
perkara-perkara dan keadaan-keadaan.

�Artinya : Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang 
demikian itu, terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai 
penglihatan� [An-Nur : 44]

Wahai sekalian manusia, sesungguhnya pada hari ini kamu berpisah dengan tahun 
yang telah lalu, yang menjadi saksi. Dan kamu akan menyambut tahun yang akan 
datang, tahun yang baru, maka apakah yang telah kamu tinggalkan untuk tahun 
kemarin ? Dan dengan apa kamu akan menyambut tahun yang baru ini ?

Maka seseorang yang berakal hendaklah menginstropeksi dirinya, dan melihat 
urusannya. Jika sekiranya dia telah meninggalkan suatu kewajiban, maka 
segeralah bertaubat dan segeralah untuk memperbaiki apa yang ditinggalkannya. 
Dan jika dia telah mendhalimi dirinya sendiri dengan melakukan 
kemaksiatan-kemaksiatan dan hal-hal yang haram segeralah ia meninggalkannya 
sebelum datangnya kematian.

Dan jika dia termasuk orang yang diberi keistiqomahan oleh Allah, maka mintalah 
untuk tetap istiqomah sampai akhir hidupnya. [Dari kitab Dhiya�ul Lami Minal 
Khutabil Jawami� I/313-314 secara bebas, karya Syaikh Utsaimin]

Awal bulan telah membawa kita ketahun baru Hijriyah, bulan itu ialah bulan 
Allah Al-Muharam. Hal ini bukanlah sesuatu yang asing lagi bagimu. Tetapi �.! 
Apakah bulan ini memiliki hukum-hukum yang harus diketahui oleh thalibul ilmi, 
thalibul haq dan thalibul akhirah (penuntut ilmu, pencari kebenaran dan orang 
yang menginginkan akhirat)? Yaa � di bulan ini ada amalan-amalan yang harus 
diperhatikan, sebagai upaya untuk menghidupkan sunnah Rasulullah Shallallahu 
�alaihi wa sallam dan upaya untuk memperoleh pahala serta kebaikan bagi orang 
yang mengajak kepada petunjuk agama.

�Artinya : Siapa yang mengajak kepada suatu petunjuk maka ia akan memperoleh 
pahala seperti pahala orang yang mengikutinya dan tidaklah mengurangi 
sedikitpun dari pahala mereka� [Hadits Riwayat Muslim]

Pemuda sejati, demi Allah ialah yang memiliki ilmu dan ketaqwaan
Tidaklah dikatakan pemuda sejati kalau tidak memiliki keduanya.

DIANTARA HUKUM-HUKUM BULAN MUHARRAM
Pertama : Dilarang Berbuat Dhalim Di Bulan Itu.
Allah Subhanahu wa Ta�ala berfirman.

�Artinya : Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, 
dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya 
empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah 
menganiaya diri dalam bulan yang empat itu� [At-Taubah : 36]

Sesungguhnya Allah tidak menulis di dalam Lauhul Makhfud yaitu pada hari 
penciptaan langit dan bumi, bahwa jumlah bulan di sisi Allah ialah dua belas 
bulan. Empat bulan di antaranya ialah haram (mulia) : Tiga beriringan, yaitu 
Dzulqa�dah, Dzulhijjah dan Muharram, serta Rajab Mudhar yang ada antara Jumada 
dan Sya�ban,

�Allah memiliki hikmah yang sempurna, yaitu ketika Dia memilih utusan-utusan 
dari kalangan malaikat (seperti Jibril untuk menyampaikan wahyu, -red), begitu 
juga dari kalangan manusia (yakni para rasul yang diutus Allah,-red). Dan Allah 
juga mengutamakan beberapa waktu dibanding dengan waktu yang lainnya, beberapa 
tempat dibanding dengan tempat-tempat lainnya. Dan mengutamakan sebagian bulan 
dengan sebagian lainnya, sebagian hari dengan sebagian lainnya� [Dhiya�ul Lami 
2/704]

Adapun tentang larangan berbuat dhalim pada ayat diatas, ulama Salaf berbeda 
pendapat. Sebagian mereka ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud kedhaliman 
adalah peperangan secara mutlak. Sebagian mereka berkata �dan ini yang lebih 
rajih- bahwa maksud dari kedhaliman dalam ayat diatas ialah dilarangnya memulai 
peperangan. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan 
kedhaliman di dalam ayat ialah berbuat dosa dan kemaksiatan.

Maka �wahai saudara-saudara seagama Islam-, hendaklah kita berhati-hati dari 
kedhaliman, baik mendhalimi diri kita sendiri atau mendhalimi orang lain. 
Hendaklah kita mengingat wasiat kekal Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam 
dalam sabdanya.

�Artinya : Tahukah kalian dengan kedhaliman, karena sesungguhnya kedhaliman itu 
merupakan kegelapan-kegelapan pada hari kiamat� [Hadits Riwayat Muslim dan 
lainnya. Shahih al-Jami no 102]

Dan hendaklah kita menjaga diri dari do�anya orang-orang yang didhalimi, 
walaupun ia kafir atau fajir (jahat), karena sesungguhnya do�anya dikabulkan 
oleh Allah (karena tidak ada penghalang antara dia dengan Allah).

Ingatlah kita kepada sabda Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam

�Artinya : Tidak ada dari satu dosapun yang lebih pantas untuk dicepatkan 
siksanya bagi pelaku dosa itu baik di dunia maupun di akhirat daripada melewati 
batas (kedhaliman) dan memutus silaturahim� [Ash-Shahihah no 915]

Di dalam syair dikatakan.

Apakah orang yang sangat dhalim itu akan selamat.
Padahal di belakangnya terdapat panah do�a yang siap menancap dari orang negeri 
Qas yang sedang ruku.

Maka hendaklah orang-orang yang terdhalimi bergembira dengan diijabahi do�a 
mereka oleh Allah yang Maha Mendengar dan Mengetahui, walaupun selang beberapa 
waktu.

Hendaklah mereka senang dan tenang, yaitu bahwa orang-orang yang dhalim itu 
akan celaka di dunia dan akhirat. Dan bahwasanya Allah tidaklah menyelisihi 
janjiNya, �akan tetapi kalian itu kaum yang tergesa-gesa�.

Adapun orang yang membantu orang-orang yang dhalim di dalam kedhaliman dan 
kesesatan mereka, apapun kedudukan orang-orang yang dhalim itu, baik penguasa 
ataupun rakyat, maka ingatlah bahwa adzab yang pediah pasti akan menunggu 
mereka. Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam bersabda.

�Artinya : Siapa membantu orang yang dhalim, untuk menolak kebenaran dengan 
kebhatilannya, maka sesungguhnya jaminan Allah dan RasulNya telah terlepas 
darinya� [Hadits Riwayat Hakim. Shahihul Jami� no 6048]

Hadits yang mulia diatas cukuplah menjadi peringatan dari kedhaliman, baik 
kecil maupun besar, bagi orang yang berakal, atau orang yang mau mendengarkan, 
sedangkan dia menyaksikan.

Kedua : Disunahkan Puasa Secara Mutlak Khususnya 9 dan 10 Muharram

Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam bersabda.

�Artinya : Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada 
bulan Muharram� [Hadits Riwayat Muslim dari Abu Hurairah]

Adapun puasa 9 Muharram, maka itu disunnahkan. Ibnu Abbas Radhiyallahu �anhu 
meriwayatkan.

�Artinya : Ketika Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam berpuasa pada hari 
Asyura dan memerintahkan (para sahabat) supaya berpuasa. Para sahabat berkata : 
�Wahai Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam, sesungguhnya hari itu adalah 
hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani�, Maka Rasulullah Shallallahu 
�alaihi wa sallam bersabda : �Pada tahun depan insya Allah kita puasa tanggal 
9�. Tetapi beliau wafat sebelum datangnya tahun berikutnya� [Hadits Riwayat 
Muslim]

Di dalam hadits lain.

�Artinya : Seandainya aku mendapati tahun depan, maka aku akan puasa tanggal 9. 
Tetapi beliau meninggal sebelum itu� [Hadits Riwayat Muslim]

Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam telah menganjurkan kepada umatnya 
supaya berpuasa Asyura (tanggal 10 Muharram), ketika ditanya tentang puasa 
Asyura, dengan sabdanya ;

�Artinya : Puasa Asyura menghapus kesalahan setahun yang telah lalu� [Hadits 
Riwayat Muslim]

Beliau juga senantiasa melakukan puasa Asyura berdasarkan hadits Ibnu Abbas 
Radhiyallahu �anhu, beliau berkata.

�Artinya : Tidaklah aku melihat Rasulullah lebih menjaga puasa pada hari yang 
diutamakannya dari hari lain kecuali hari ini, yaitu Asyura� [Shahih At-Targhib 
wa Tarhib]

Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam bersabda.

�Artinya : Sesungguhnya Asyura merupakan hari diantara hari-hari Allah� [Hadits 
Riwayat Muslim]

Benarlah bahwa Asyura merupakan hari-hari Allah, yang pada hari itu al-haq 
mendapatkan kemenangan atas kebatilan. Orang-orang mukmin yang sedikit 
mendapatkan kemenangan atas orang-orang kafir yang banyak. Pada hari itu pula 
Allah menyelamatkan Nabi Musa �Alaihis sallam dan kaumnya dari kejaran 
Fair�aun. Maka berpuasalah Nabi Musa �Alaihis sallam sebagai wujud syukur 
kepada Allah. Tatkala Rasulullah datang di Madinah dan mengetahui bahwa orang 
Yahudi puasa pada hari itu, beliau Shallallahu �alaihi wa sallam bertanya 
tentang sebabnya. Maka orang-orang Yahudi menjawab bahwa mereka mengagungkan 
hari itu, karena pada hari itu Nabi Musa �Alaihis sallam dan kaumnya 
diselamatkan oleh Allah dari kejaran Fir�aun. Maka Rasulullah Shallallahu 
�alaihi wa sallam bersabda.

�Artinya : Maka aku lebih berhak terhadap Musa daripada kamu. Maka beliaupun 
berpuasa dan memerintahkan umatnya supaya berpuasa pada hari itu� [Hadits 
Riwayat Bukhari]

Pada mulanya puasa Asyura diwajibkan, tetapi setelah Allah mewajibkan puasa 
pada bulan Ramadhan, Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam bersabda.

�Artinya : Barangsiapa berkehendak, silahkan berpuasa, dan barangsiapa 
berkehendak, silahkan meninggalkan (tidak berpuasa)�.

Mungkin ada orang yang berkata : �Bagaimana Rasulullah Shallallahu �alaihi wa 
sallam berpuasa pada hari Asyura, mengikuti orang-orang Yahudi, padahal kita 
diperintahkan untuk menyelisihi mereka, yaitu orang-orang yang di murkai oleh 
Allah�.

Jawabannya adalah : Bahwa Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam telah 
berpuasa Asyura pada zaman jahiliyah, bahkan orang Quraisy pun berpuasa pada 
hari itu. Jadi Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam berpuasa Asyura itu 
sebelum beliau datang ke Madinah (yang disana bertemu dengan orang-orang 
Yahudi,-red). Kemudian Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam membenarkan 
khabar orang-orang Yahudi, bahwa nabi Musa �Alaihis sallam berpuasa pada hari 
itu sebagai wujud syukur, karena Allah telah menyelamatkan dari Fir�aun. Maka 
orang-orang Yahudi pun mengagungkan hari itu. Al-Mazari berpendapat bahwa 
pembenaran Nabi kepada Yahudi mungkin setelah Nabi diberi wahyu tentang 
kebenaran mereka, dan kabar itu telah sangat masyhur pada beliau. Atau mungkin 
orang Yahudi yang telah masuk Islam, seperti Ibnu Salam, telah mengabarkan 
kepada Nabi tentang kebenaran kabar tersebut, Kesimpulannya, bahwa Nabi 
melakukan puasa Asyura bukanlah karena mengikuti orang Yahudi, karena 
Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam telah berpuasa sebelum Rasulullah 
pergi ke Madinah. Dan waktu itu menyamai Ahli Kitab dalam perkara yang tidak 
dilarang secara syar�i.

KAIDAH MUWAFAQAH (MENYAAMAI) MEWUJUDKAN ADANYA TASYABUH (MENYERUPAI).
Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam tidaklah menyamai Yahudi dalam 
mengagungkan hari Asyura dengan cara mereka. Bahkan Rasulullah Shallallahu 
�alaihi wa sallam menyelisihi mereka, yaitu dengan (niat) melakukan puasa satu 
hari sebelum Asyura yaitu tanggal 9 Muharram

Adapun puasa setelahnya yaitu 11 Muharram , ini berdasarkan hadits Rasulullah 
Shallallahu �alaihi wa sallam.

�Artinya : Berpuasalah pada hari Asyura dan selisihilah orang Yahudi, puasalah 
sehari sebelumnya atau sehari setelahnya�

Hadits ini disebutkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam ta�liq (komentar) nya 
terhadap Shahih Ibnu Khuzaimah juz 3 no. 290, bahwa sanadnya dha�if, karena 
kejelakan hafalan Abu Laila, dan Atha� serta yang lain menyelisihinya juga. 
Bahkan Ath-Thahawi dan Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Abbas secara mauquf (dari 
perkataan Ibnu Abbas) dan sanadnya shahih.

Sekarang jelaslah tentang kelemahan orang yang menyatakan bahwa puasa Asyura 
itu bertingkat-tingkat. Yang paling tinggi tingkatannya adalah puasa sebelum 
ataupun sesudahnya. Dalam hal ini perkataan Ibnu Abbas menjadi penguat puasa 
pada tanggal 9 Muharram dan 10 Muharram dalam rangka untuk menyelisihi orang 
Yahudi. Inilah pendapat yang dipilih Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di dalam 
Fatawa juz 25 hal. 313. Wallahu a�lam

PERINGATAN TENTANG HADITS DHAIF YANG BERKAITAN DENGAN KEUTAMAAN ASYURA

�Artinya : Siapa yang memberikan kelonggaran (nafkah) kepada orang yang menjadi 
tanggungannya pada hari Asyura, maka Allah akan memberikan kelonggaran 
kepadanya selama setahun penuh�.

Hadits dhaif sebagaimana disebutkan di dalam Kitab Tamamul Minnah oleh Syaikh 
Al-Albani hal. 412

�Artinya : Siapa yang bercelak dengan itsmid pada hari Asyura, dia tidak akan 
terkena penyakit mata selamanya�

Hadits maudhu (palsu) sebagaimana di dalam kiat Adh-Dhaifah no. 224

Maka sikap Ahlu Sunnah wal Jama�ah di dalam menghadapi hari Asyura adalah bahwa 
Asyura bukanlah hari untuk senda gurau ataupun untuk mencela. Akan tetapi yang 
sunnah ialah melakukan puasa, sebagaimana Rasulullah Shallallahu �alaihi wa 
sallam berpuasa pada hari itu, bahkan menganjurkannya. Dan terkutulah ahli 
bid�ah (yang membikin berbagai bid�ah pada hari yang mulia ini)

�Artinya : Rasulullah Shallallahu �alaihi wa sallam biasa mengagungkan hari itu 
dan memanggil bayi-bayi yan menyusui milik beliau dan Fathimah, kemudian beliau 
meludah di mulut mereka dan memerintahkan ibu mereka agar tidak menyusuinya 
sampai malam�

Hadits dhaif, sebagaimana disebutkan di dalam kitab Shahih Ibnu Khuzaimah no. 
2089

Akhirnya, inilah yang bisa kami ketengahkan tentang pembahasan penting yang 
berhubungan dengan bulan Muharram. Jika pembaca menginginkan pembasahan yang 
lebih luas bisa melihat kitab-kitab fikih induk dan kitab-kitab aqidah yang 
membantah ahli bid�ah dan kitab-kitab lain yang membahas masalah ini. Dan juga 
hendaknya melihat kitab Ra�sul Husain karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, kitab 
Istisyhadul Husain karya Ibnu Katsir, dan kitab Al-Awashim Minal Qawashim karya 
Ibnul Arabi Al-Maliki. Sehingga bisa mengetahui hakikat peristiwa musibah 
Husain bin Ali menurut pandangan Ahlus Sunnah wal Jama�ah. Dan juga mengetahui 
seberapa besar bid�ah-bid�ah dan kemungkaran-kemungkaran yang dilakukan oleh 
orang-orang Syi�ah Rafidhah, yang mengatas namakan kecintaan kepada Ahlul Bait 
dan pembelaan kepada mereka dengan merusak sejarah Islam. Dan agar mengetahui 
berdasarkan ilmu, tentang sejarah Husain Radhiyalahu �anhu dan riwayat-riwayat 
yang menceritakan tentang musibah yang besar itu. Yang hingga kini terus 
menerus umat harus membayar harga musibah tersebut. Semua itu mereka lakukan 
dengan mengatas namakan Ahlul Bait dan penghapusan dosa terbunuhnya Husain 
dengan cara membunuh Ahlu Sunnah wal Jama�ah, mengadakan propaganda-propaganda 
untuk melawan Ahlus Sunnah, dan menanamkan rasa takut di hati mereka. Maka 
semoga Allah membinasakan ahli bid�ah dan ahli ahwa, yang mereka itu membunuhi 
umat Islam tetapi membiarkan para penyembah berhala.

Kita memohon kepada Allah semoga Dia menyelamatkan kita dari bid�ah-bid�ah dan 
dari perkara-perkara yang diadakan di dalam agama.

[Diterjemahkan oleh Abu Aminah Ady Abdul Jabbar dari majalah Al-Ashalah, 
hal.67-73, No. 11, 15 Dzulhijjah 1414h]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun V/1421H-2001M. Penerbit Yayasan 
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 
57183]


Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id
Website audio: http://assunnah.mine.nu
Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/mlbios.php/aturanmilis/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke