----- Original Message ----- 
From: emmy_atmahadi 
To: assunnah@yahoogroups.com 
Sent: Thursday, January 31, 2008 4:10 PM
Subject: [assunnah] Tanya : Zakat Profesi Sesuai Hukum Islam?

Assalamu'alaikum

Saya mau tanya tentang hukum zakat Profesi.
Setiap bulan penghasilan saya dipotong sebesar 2.5 %nya tanpa 
memperhitungkan bahwa saya harus membayar cicilan rumah dll ( jadi 
dari 97.5 % itu yang saya pakai utk membayar hutang2 cicilan dll)untuk 
pembayaran zakat profesi, apakah ini sudah sesuai dengan hukum islam?

mohon penjelasannya.

Emmy Atmahadi

Wa'alaikumussalaam warohmatullahi wabarokaatuh
 
Adakah Zakat Profesi ?
Oleh : Abu Hasan Budi Aribowo

Jika yang dimaksud dengan zakat profesi adalah zakat yang diwajibkan bagi kaum 
muslimin untuk mengeluarkan harta mereka, pada saat mereka menerima upah setiap 
waktunya, apakah itu harian, mingguan atau bulana n dan lainnya akibat profesi 
yang mereka kerjakan, maka hal tersebut tidak terlepas dari dua hal, yang 
pertama hal tersebut merupakan suatu perkara yang diada-adakan dalam agama.  
Dan yang kedua hal tersebut bertentangan dengan nash-nash shahih yang telah 
berdiri dengan kokoh.
Berkaitan dengan yang pertama, zakat profesi tidak pernah diperintahkan oleh 
Allah Ta'ala dan Rasul-Nya.  Sehingga dengan demikian konsekuensinya adalah 
amalan tersebut tertolak, sebagaimana sabda Rasulullah ShallallaHu 'alaiHi wa 
sallam,
"Man 'amila 'amalan laysa 'alaiHi amrunaa faHuwa raddu" yang artinya 
"Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak kami perintahkah maka ia 
tertolak" (HR. Muslim no. 1718 dan al Bukhari meriwayatkannya secara mu'allaq 
dalam Al Buyu' dan Al I'tisham)
Yang kedua, zakat profesi akan bertentangan dengan nash-nash yang shahih.  
Perhatikan sabda Rasulullah ShallallaHu 'alaiHi wa sallam berikut ini,
"Wa laysa fii maalin zakaatun hatta yahuula 'alaiHil haul" yang artinya "Tidak 
ada kewajiban zakat pada suatu harta sampai genap satu tahun" (HR. Abu Dawud 
no. 1573 dan al Baihaqi, secara ringkas no. 7273-7274, dari jalur 'Ali 
radhiyallaHu 'anHu)
Maka barangsiapa yang mewajibkan zakat atas harta kaum muslimin sebelum 1 
putaran haul atau lewat dari satu tahun hijriyah maka ia telah bertentangan 
dengan nash.  Demikian pula jika zakat profesi telah mewajibkan bagi kaum 
muslimin untuk mengeluarkan harta mereka untuk membayar zakatnya sebelum satu 
putaran haul maka ia telah terkalahkan dengan nash tersebut.
Kita lihat sabda Rasulullah ShallallaHu 'alaiHi wa sallam yang lain,
"Wa laysa 'alaika syai-un ya'nii fidz dzaHabi hatta yakuuna laka 'isyruuna 
diinaaran" yang artinya "Dan tidak ada kewajiban atasmu sedikitpun, yaitu emas, 
hingga engkau memiliki dua puluh dinar" (HR. Abu Dawud no. 1558, at Tirmidzi 
no. 616, an Nasai V/37, Ibnu Majah no. 1790 dan Ahmad I/121, dari jalur 'Ali 
radhiyallaHu 'anHu, dihasankan oleh al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari dan 
dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud no. 1391)
Imam Malik rahimahullah mengatakan di dalam Kitabnya al Muwatha', "Sunnah yang 
tidak diperselisihkan diantara kami, bahwa zakat tidak wajib dikeluarkan 
kecuali setelah mencapai dua puluh dinar"
Imam asy Syaukani mengatakan ketika mensyarah hadits di atas mengatakan, "Sabda 
beliau, 'Hingga engkau memiliki dua puluh dinar', menunjukkan bahwa nishab emas 
adalah dua puluh dinar.  Demikian ini merupakan pendapat mayoritas ulama" 
(Ringkasan Nailul Authar Jilid 2, hal. 278).
Diketahui satu dinar setara dengan 4,25 gram emas, sehingga nishabnya adalah 20 
dinar dikali dengan 4,25 gram emas menjadi 85 gram emas (Lihat al Fiqh al 
Islami wa Adillatuh I/146).  Dan emas yang dimaksud adalah emas 24 karat (Lihat 
Shahih Fiqh Sunnah Jilid 3, hal. 22)
Kemudian apakah dinar ataupum dirham bisa dikonversikan ke dala m uang kertas 
atau uang logam sebagaimana yang digunakan kaum muslimin pada saat ini untuk 
bermuamalah ?  Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menegaskan, harga atau 
nilai tukar itu tidak terbatas pada emas dan perak.  Rujukan dalam masalah ini 
adalah kebiasaan dan peristilahan.  Ia mengatakan,
"Adapun dinar dan dirham, maka tidak diketahui batasan aslinya dan syar'inya, 
tetapi rujukannya adalah kepada kebiasaan dan istilah yang disepakati.  Karena 
pada dasarnya yang menjadi tujuan bukanlah uang itu, tetapi tujuannya adalah 
sebagai standar dalam bermuamalah dengannya" (Majmu' al Fatawa IXX/251)
Syaikh Abu Malik Kamal bin as Sayyid Salim mengatakan mengomentari pendapat 
Syaikhul Islam di atas,  "Barangkali pendapat yang terakhir inilah, yaitu uang 
kertas adalah alat tukar yang berlaku padanya hukum-hukum alat tukar lainnya 
(seperti emas dan perak), adalah pendapat yang benar.  Dan dengannya, tersistem 
berbagai bentuk transaksi keuangan" (Shahih Fiqih Sunnah Jilid 3, hal 27)
Artinya fungsi dinar dan dirham adalah sama dengan uang kertas atau logam pada 
saat ini yaitu sebagai alat tukar untuk bermuamalah.
Maka jika pada hari ini harga emas per 1 gram adalah Rp. 100.000,-, maka 
nishabnya adalah Rp. 8.500.000,-, dan zakat yang harus dikeluarkan setelah 
disimpan selama satu tahun hijriyah adalah 2,5% (setengah dinar dibagi 20 
dinar) dari nilai tersebut yaitu Rp. 212.500,- sebagaimana sabda Rasulullah 
ShallallaHu 'alaiHi wa sallam,
"Fa-idzaa kaanat laka 'isyruuna diinaaran wa haala 'alaiHal haulu fafiiHaa 
nishfu diinaarin" yang artinya "Jika engkau memiliki dua puluh dinar dan telah 
berlalu satu haul, maka zakatnya adalah setengah dinar" (HR. Abu Dawud no. 
1558, at Tirmidzi no. 616, an Nasai V/37, Ibnu Majah no. 1790 dan Ahmad I/121, 
dari jalur 'Ali radhiyallaHu 'anHu, dihasankan oleh al Hafizh Ibnu Hajar dalam 
Fathul Baari dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud 
no. 1391)
Lalu bagaimana tidak bertentangan dengan nash yang shahih, jika ada manusia 
yang mewajibkan karyawan yang bergaji satu juta atau dua juta rupiah per bulan 
untuk mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% ketika ia mendapatkan upah atau 
gajinya, padahal hartanya belum sampai kepada nishabnya !? 
Apakah memang demikian zakat profesi itu ?  
Maraji' :
Panduan Zakat, Syaikh as Sayyid Sabiq, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor, Cetakan 
Pertama, Ramadhan 1426 H/Oktober 2005 M.
Ringkasan Nailul Authar Jilid 2, Syaikh Faishal bin Abdul Aziz Alu Mubarak, 
Pustaka Azzam, Jakarta, Cetakan Pertama, Agustus 2006 M.
Shahih Fiqih Sunnah Jilid 3, Syaikh Abu Malik Kamal bin as Sayyid Salim, 
Pustaka at Tazkia, Jakarta, Cetakan Pertama, Shafar 1428 H/Maret 2007 M.
Semoga Bermanfaat.

Kirim email ke