Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh
Berikut sebagian dari penjelasan Syaikh Albani mengenai hadits pengharaman alat-alat musik (Ash-Shahihah jilid 1 hadits no. 91): * * *"Benar-benar akan ada kelompok umatku yang menghendaki halalnya seks (zina), sutera, khamer dan alat-alat musik" *Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab *Shahih*-nya (4/30) Diharamkannya alat-alat musik dalam hadits ini menunjukkan hal tersebut dari beberapa segi: a. Kalimat *yastahilluna* [mereka menghendaki dihalalkannya (alat-alat musik itu)]. Kalimat itu jelas menunjukkan bahwa alat-alat musik itu sebenarnya menurut *syara'* diharamkan. Sedang mereka menghendaki dihalalkan. b. Kata yang menunjukkan alat-alat musik itu disertakan dengan hal lain yang diharamkan, yaitu zina dan khamer. Seandainya alat-alat itu tidak diharamkan, maka kemungkinan tidak akan disebut bersamanya. Banyak hadits-hasits yang menjelaskan haramnya alat-alat musik tersebut yang saat ini banyak di kenal, seperti drum, biola, piano, dan lain-lain. Sebagian hadits-hadits itu bernilai shahih serta tidak ada hadits lain yang berlawanan dan menyempitkan maknanya, kecuali rebana yang dipakai pada saat pernikahan atau hari raya. Alat yang disebut terakhir ini halal dengan alasan terperinci yang banyak dipaparkan dalam buku-buku fiqh. Saya juga telah menjelaskannya pada saat saya menyanggah pendapat Ibnu Hazem. Oleh karena itu semua imam pemilik mazhab sepakat mengharamkan semua jenis alat musik. Ada di antara mereka yang mengecualikan kendang (Drum Band) yang dipakai pada saat perang, seperti yang sekarang dikenal di dunia militer. Namun pendapat itu tidak bisa dipakai sama sekali, karena beberapa alasan : 1. Hal itu merupakan pengkhususan (penyempitan) terhadap makna hadits di atas, padahal tidak *mukhashish*-nya (yang mengkhususkan), kecuali hanya pendapat rasio semata, yakni *istihsan*. Hal ini jelas tidak bisa dipakai. 2. Bahwa yang diwajibkan bagi kaum musimin pada saat berperang adalah selalu mengingat Allah (berkonsentrasi penuh kepada-Nya) dan senantiasa memohon kemenangan dari-Nya. Sebab hal ini lebih mendukung konsentrasi mereka dan lebih meneguhkan hati. Padahal pemakaian alat musik justeru akan membuyarkan perhatian mereka, sebagaimana firman Allah: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (الانفل : ٤٥) *"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung." *(QS Al-Anfal : 45)** 3. Pemakaian alat-alat itu adalah tradisi orang-orang non muslim (yang tidak beriman kepada Allah sama sekali, tidak percaya adanya hari akhir, tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan tidak memegangi agama yang benar). Oleh karena itu kita tidak boleh meniru mereka, apalagi pada hal yang jelas diharamkan oleh Allah secara umum, seperti alat-alat musik tersebut. Pembaca jangan terpengaruh dengan pendapat sementara pakar hukum Islam yang menghalalkan alat-alat musik. Sebenarnya orang itu hanya mengikuti saja apa yang didengarnya dari orang lain, sebab hadits di atas menurutnya dha'if. Padahal seperti anda ketahui bahwa hadits itu adalah shahih. Ibnu Hazem sendiri memang kurang mendalam dan kurang hati-hati dalam menilai suatu hadits. Dan menurut saya orang yang berani mengemukakan bahwa alat-alat musik itu halal adalah orang yang tidak mengikuti pendapat salah satu dari empat imam mazhab. Seandainya orang itu berdalih bahwa pendapatnya itu merupakan penyelesaian suatu masalah hukum secara ilmiah, maka tidak bisa dibernarkan. Sebab yang dimaksud menyelesaikan masalah secara ilmiah dalam persoalan ini adalah meneliti hadits-hadits tentang masalah yang dibahasnya, kemudian diputuskan shahih tidaknya. JIka telah terbukti shahih, maka dipelajari lebih lanjut kandungan hukum yang sebenarnya dengan melihat hadits lain, yang mempersempit maknanya, atau mendukungnya, atau justeru berlawanan. Inilah yang sesuai dengan kaidah (prinsip-prinsip) menentukan hukum Islam. Jika orang itu mau menempuh cara-cara itu, maka tentu sulit bagi orang lain untuk mengkritiknya dari segi apapun. Tetapi orang itu tidak melakukan apapun di antara langkah-langkah tersebut. Jika mereka mempunyai suatu masalah, mereka hanya melihat pendapat ulama dan hanya mencari hukum yang paling ringan dan paling mudah dilakukan. Seharusnya mereka meneliti lebih jauh lagi, sesuai atau tidak dengan Al-Qur'an maupun hadits. Oleh karena itu seorang muslim hendaknya mengetahui agamanya benar-benar dari Al-Qur'an dan Al-Hadits, bukan dari pendapat seseorang semata. Sebab kebenaran tidak mengenal tokoh, akan tetapi dengan melihat kebenaran yang diketahui, maka kapasitas seorang tokoh dapat diketahui. _________ Dicopy dari terjemahan Ash-Shahihah jilid 1 penerbit: CV Pustaka Mantiq On 2/3/08, Dhanny Kosasih <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Wa'alaykumusalaam warahmatullah, > Beberapa artikel dan audio tentang hukum musik: > > http://www.almanhaj.or.id/content/1429/slash/0 > http://www.almanhaj.or.id/content/1714/slash/0 > http://www.almanhaj.or.id/content/1827/slash/0 > http://www.almanhaj.or.id/content/1735/slash/0 > http://www.almanhaj.or.id/content/1668/slash/0 > http://www.almanhaj.or.id/content/676/slash/0 > > Ada buku kecil yang bagus mengenai masalah hukum musik dan sekitarnya > ini yang ditulis oleh Ustadz Yazid Abdul Qadir Jawwas, judulnya kalau > tidak salah Hukum Musik dan Nasyid berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. > > Barakallahufik. > > Ibnu Shynniy Dhanny Kosasih bin Gunawan Kosasih bin Koo Giong Hoa > (l. 1402 H/ 1982 M) > > > -----Original Message----- > From: Rio Setiawan > Sent: 02 Februari 2008 22:46 > To: assunnah@yahoogroups.com <assunnah%40yahoogroups.com> > Subject: [assunnah] Tanya : Hukum Mendengarkan, main alat musik > Assalamua'laikum > apa hukumnya mendengarkan musik serta menggunakan alat musik > beserta dalilnya > syukran atas jawabannya... > > -Rio Setiawan al Kampary- > >