Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Bahwa Ali radliyallaahu'anhu berkata dalam khutbahnya :

Rasulullah shalallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,

" Janganlah kalian berbohong dengan mengatasnamakan diriku.Karena
sesungguhnya barangsiapa yang berbohong dengan mengatasnamakan aku,maka
dia akan masuk neraka"
(HR Imam Muslim)

Hadits di atas terdapat dalam kitab Shahih Muslim.Disebutkan pula oleh
Al Bukhari (I/106) dan juga oleh At-Turmudzi,An-Nasa'i serta Ibnu Majah.

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan maksud hadits di atas dengan
menyampaikan juga riwayat yang lain :

"Sesungguhnya melakukan tindak kebohongan dengan mengatas namakan
diriku,maka hal itu tidak sama jika dibandingkan kebohongan dengan 
mengatasnamakan orang lain.Karena orang yang berbohong dengan
mengatas-namakan diriku dengan sengaja,maka hendaklah dia bersiap-siap
tempat duduknya berasal dari api neraka".

Menurut Imam Nawawi matan hadits ini (tentang ancaman dan larangan
berbohong atas nama beliau) tergolong sangat shahih dan memiliki
kualitas tinggi.Bahkan ada yang mengatakan hadits seperti ini derajatnya
mutawatir.
Beberapa ulama mengatakan sahabat yang meriwayatkan hadist-hadits ini
jumlahnya ada 40 sahabat.Ada yang mengatakan 87 sahabat.Bahkan ada yang
mengatakan 92 sahabat.

Bahkan diantara sahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah 10 sahabat
yang telah dikabarkan masuk surga.

Sedang yang dimaksud dusta atau bohong oleh Ahlussunnah adalah
menyampaikan sebuah informasi yang yang bertentangan dengan realita
nyata,baik secara sengaja maupun secara lalai.
Namun bagi yang terlupa atau yang tidak sengaja tidaklah dianggap
dosa.Dan yang melakukan tindakan berbohong atas nama Rasulullah
shalallahu 'alaihi wa sallam pelakunya akan mendapat dosa besar,namun
tidak menjadi kafir menurut mayoritas Ulama.
Demikian keterangan dari Imam Nawawi rahimahullah.

Mengenai orang yang sengaja melakukan kebohongan atas nama Nabi dengan
cara membuat hadits palsu maka dia menjadi fasik.Dan seluruh riwayat
dari pembohong tersebut tertolak.

Imam Nawawi juga menerangkan bahwasannya tidak ada bedanya antara upaya
berdusta dengan mengatasnamakan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam
dalam hal yang mengandung hukum ataupun selainnya,termasuk dalam masalah
targhiib (anjuran untuk berbuat baik),tarhiib (ancaman bila melakukan
hal yang tercela),mau'idhah (nasehat dan saran) atau yang
lainnya.Semuanya tergolong dosa besar,bahkan kaum muslimin telah
berijma' untuk menggolongkan perbuatan itu sebagai perbuatan paling
tercela.
Penjelasan ini berbeda dengan sekte Karamiyyah dan aliran-aliran ahli
bid'ah yang membolehkan meriwayatkan hadits palsu untuk targhiib wa
tarhiib.
Demikian Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan dalam syarahnya.

Beliau Imam Nawawi menambahkan :

" Dengan demikian ada sekelompok masyarakat yang beranggapan bahwa
larangan berdusta dengan mencatut nama Rasullah hanya berlaku bila
dipergunakan untuk tujuan yang buruk saja.
Sedangkan berdusta untuk tujuan yang baik dengan mencatut nama beliau
maka hukumnya diperbolehkan.
Padahal anggapan seperti ini sama sekali tidak benar dan menunjukkan
kebodohan yang sangat parah".

Imam Nawawi juga berpendapat bahwa haram hukumnya meriwayatkan hadits
yang maudhu' (palsu) bagi mereka yang telah mengetahuinya atau bagi yang
telah memiliki firasat kalau hadits itu maudhu'.
Barang siapa yang tetap saja meriwayatkan sebuah hadits maudhu'
(palsu),sementara dia telah mengetahui atau telah curiga sebelumnya,
lantas dia tidak menjelaskan kepada orang yang mendengar bahwa hadits
yang disampaikan adalah maudhu' maka dia termasuk dalam ancaman hadits
ini.


Hamba Allah yang dloif
Abu musa,Fathony

*disarikan dari Terjemah Syarah Shahiih Muslim oleh Imam Nawawi
(Penerbit Mustaqiim)







Kirim email ke