ETIKA HIDUP BERTETANGGA

Oleh Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz
Senin, 19 Juni 2007 - 14:24:52
Hit: 1576

1. Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap 
mereka. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, 
sebagaimana di dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu 
anhu, “....Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari 
Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya”. Dan di 
dalam riwayat lain disebutkan, “Hendaklah ia berprilaku 
baik terhadap tetangganya”. (Muttafaq’alaih).
2. Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu tetangga 
kita, tidak membuat mereka tertutup dari sinar matahari 
atau udara, dan kita tidak boleh melampaui batasnya, 
apakah merusak atau mengubah miliknya, karena hal tersebut 
menyakiti perasaannya.
3. Hendaknya Kita memelihara hak-haknya di saat mereka 
tidak di rumah. Kita jaga harta dan kehormatan mereka dari 
tangan-tangan orang jahil, dan hendaknya kita ulurkan 
tangan bantuan dan pertolongan kepada mereka yang 
membutuhkan, serta memalingkan mata kita dari wanita 
mereka dan merahasiakan aib mereka.
4. Tidak melakukan suatu kegaduhan yang mengganggu mereka, 
atau mengganggu mereka dengan melempari halaman mereka 
dengan kotoran, atau menutup jalan bagi mereka. Rasulullah 
Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda, “Demi Allah, 
tidak beriman; demi Allah, tidak beriman; demi Allah, 
tidak beriman! Nabi ditanya: Siapa, wahai Rasulullah? Nabi 
menjawab: “Adalah orang yang tetangganya tidak merasa 
tentram karena perbuatannya”. (Muttafaq’alaih).
5. Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran kepada 
mereka, dan seharusnya kita ajak mereka berbuat yang 
ma`ruf dan mencegah yang munkar dengan bijaksana (hikmah) 
dan nasihat baik tanpa maksud menjatuhkan atau 
menjelek-jelekkan mereka.
6. Hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada 
tetangga kita. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam 
bersabda kepada Abu Dzarr, “Wahai Abu Dzarr, apabila kamu 
memasak sayur (daging kuah), maka perbanyaklah airnya dan 
berilah tetanggamu”. (HR. Muslim).
7. Hendaknya kita turut bersuka cita di dalam kebahagiaan 
mereka dan berduka cita di dalam duka mereka; kita jenguk 
bila ia sakit, kita tanyakan apabila ia tidak ada, 
bersikap baik bila menjumpainya; dan hendaknya kita undang 
untuk datang ke rumah. Hal-hal seperti itu mudah membuat 
hati mereka jinak dan sayang kepada kita.
8. Hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan/kekeliruan 
mereka dan jangan pula bahagia bila mereka keliru, bahkan 
seharusnya kita tidak memandang kekeliruan dan kealpaan 
mereka.
9. Hendaknya kita sabar atas prilaku kurang baik mereka 
terhadap kita. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam 
bersabda, “Ada tiga kelompok manusia yang dicintai 
Allah.... –Disebutkan di antaranya- :Seseorang yang 
mempunyai tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh 
tetangganya, namun ia sabar atas gangguannya itu hingga 
keduanya dipisah oleh kematian atau keberangkatannya”. 
(HR. Ahmad)

Etika Saat Bertamu

Untuk orang yang mengundang
1. Hendaknya mengundang orang-orang yang bertaqwa, bukan 
orang yang fasiq. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam 
bersabda, “Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan 
seorang mukmin, dan jangan memakan makananmu kecuali orang 
yang bertaqwa”. (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh 
Al-Albani).
2. Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan 
dengan mengabaikan orang-orang fakir. Rasulullah 
Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Seburuk-buruk 
makanan adalah makanan pengantinan (walimah), karena yang 
diundang hanya orang-orang kaya tanpa orang-orang faqir.” 
(Muttafaq’ alaih).
3. Undangan jamuan hendaknya tidak diniatkan 
berbangga-bangga dan berfoya-foya, akan tetapi niat untuk 
mengikuti sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam 
dan membahagiakan teman-teman sahabat.
4. Tidak memaksa-maksakan diri untuk mengundang tamu. Di 
dalam hadits Anas Radhiallaahu anhu ia menuturkan, “Pada 
suatu ketika kami ada di sisi Umar, maka ia berkata: “Kami 
dilarang memaksa diri” (membuat diri sendiri repot).” (HR. 
Al-Bukhari)
5. Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal 
ini bertentangan dengan kewibawaan.
6. Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, 
tetapi tampakkanlah kegembiraan dengan kahadirannya, 
bermuka manis dan berbicara ramah.
7. Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, 
karena yang demikian itu berarti menghormatinya.
8. Jangan tergesa-gesa untuk mengangkat makanan (hidangan) 
sebelum tamu selesai menikmati jamuan.
9. Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. 
Ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh 
perhatian.

Bagi tamu
1. Hendaknya memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya 
kecuali ada udzur, karena hadits Nabi Shallallaahu alaihi 
wa Salam mengatakan, “Barangsiapa yang diundang kepada 
walimah atau yang serupa, hendaklah ia memenuhinya”. (HR. 
Muslim).
2. Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir 
dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi 
undangan orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk) 
terhadap perasaannya.
3. Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, 
tetapi hadirlah pada waktunya, karena hadits yang 
bersumber dari Jabir Radhiallaahu anhu menyebutkan 
bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah 
bersabda,”Barangsiapa yang diundang untuk jamuan sedangkan 
ia berpuasa, maka hendaklah ia menghadirinya. Jika ia suka 
makanlah dan jika tidak, tidaklah mengapa. (HR. Ibnu Majah 
dan dishahihkan oleh Al-Albani).
4. Jangan terlalu lama menunggu di saat bertamu karena ini 
memberatkan yang punya rumah juga jangan tergesa-gesa 
datang karena membuat yang punya rumah kaget sebelum 
semuanya siap.
5. Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau 
tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu.
6. Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan 
kekurang apa saja yang terjadi pada tuan rumah.
7. Hendaknya mendo`akan untuk orang yang mengundangnya 
seusai menyantap hidangannya. Dan di antara do`a yang 
ma’tsur adalah,
“Orang yang berpuasa telah berbuka puasa padamu. dan 
orang-orang yang baik telah memakan makananmu dan para 
malaikat telah bershalawat untukmu”. (HR. Abu Daud, 
dishahihkan Al-Albani).
“Allahummagh firlahum fiima rozaqtahum wagh firlahum, 
warhamhum”
"Ya Allah, berikan keberkahan (kebaikan yang 
terus-menerus) untuk mereka (tuan rumah) pada apa-apa yang 
Engkau rizkikan untuk mereka. Ampunilah dan sayangilah 
mereka.” (HR. Muslim 3/1615)

Etika dalam Bercanda

1. Hendaknya percandaan tidak mengandung nama Allah, 
ayat-ayat-Nya, Sunnah rasul-Nya atau syiar-syiar Islam. 
Karena Allah telah berfirman tentang orang-orang yang 
memperolok-olokan shahabat Nabi Shallallaahu alaihi wa 
Salam, yang ahli baca al-Qur`an yang artinya, “Dan jika 
kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka 
lakukan), tentulah mereka menjawab: “Sesungguhnya kami 
hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. 
Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan 
Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu 
minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman”. 
(QS.At-Taubah: 65-66).
2. Hendaknya percandaan itu adalah benar tidak mengandung 
dusta. Dan hendaknya pecanda tidak mengada-ada 
cerita-cerita khayalan supaya orang lain tertawa. 
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, 
“Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta supaya 
dengannya orang banyak jadi tertawa. Celakalah baginya dan 
celakalah”. (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
3. Hendaknya percandaan tidak mengandung unsur menyakiti 
perasaan salah seorang di antara manusia. Rasulullah 
Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Janganlah seorang 
di antara kamu mengambil barang temannya apakah itu hanya 
canda atau sungguh-sungguh; dan jika ia telah mengambil 
tongkat temannya, maka ia harus mengembalikannya 
kepadanya”. (HR. Ahmad dan Abu Daud; dinilai hasan oleh 
Al-Albani).
4. Bercanda tidak boleh dilakukan terhadap orang yang 
lebih tua darimu, atau terhadap orang yang tidak bisa 
bercanda atau tidak dapat menerimanya, atau terhadap 
perempuan yang bukan mahrammu.
5. Hendaknya anda tidak memperbanyak canda hingga menjadi 
tabiatmu, dan jatuhlah wibawamu dan akibatnya kamu mudah 
dipermainkan oleh orang lain.

Etika Menjenguk Orang Sakit

•Untuk orang yang berkunjung (menjenguk)
1. Hendaknya tidak lama di dalam berkunjung, dan mencari 
waktu yang tepat untuk berkunjung, dan hendaknya tidak 
menyusahkan si sakit, bahkan berupaya untuk menghibur dan 
membahagiakannya.
2. Hendaknya mendekat kepada si sakit dan menanyakan 
keadaan dan penyakit yang dirasakannya, seperti 
mengatakan: “Bagaimana kamu rasakan keadaanmu?”. 
Sebagaimana pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu 
alaihi wa Salam.
3. Mendoakan semoga cepat sembuh, dibelaskasihi Allah, 
selamat dan disehatkan. Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu telah 
meriwayatkan bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam 
apabila beliau menjenguk orang sakit, ia mengucapkan, 
“Tidak apa-apa. Sehat (bersih) insya Allah”. (HR. 
Al-Bukhari). Dan berdo`a tiga kali sebagaimana dilakukan 
oleh Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam.
4. Mengusap si sakit dengan tangan kanannya, dan berdoa:
“Adzhibilba'sa robban naasi, isyfi antasy-syafi la syifa'a 
illa syifa'uka, syifa'an la yughadiru saqamaa.” Artinya, 
“Hilangkanlah kesengsaraan (penyakitnya) wahai Rabb bagi 
manusia, sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh, tiada 
kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang 
tidak meninggalkan penyakit”. (Muttafaq’alaih).
5. Mengingatkan si sakit untuk bersabar atas taqdir Allah 
Subhannahu wa Ta'ala dan jangan mengatakan “tidak akan 
cepat sembuh”, dan hendaknya tidak mengharapkan 
kematiannya sekalipun penyakitnya sudah kronis.
6. Hendaknya mentalkinkan kalimat Syahadat bila ajalnya 
akan tiba, memejamkan kedua matanya dan mendoakan-nya. 
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda, 
“Talkinlah orang yang akan meninggal di antara kamu “La 
ilaha illallah”. (HR. Muslim).

Untuk orang yang sakit
1. Hendaknya segera bertobat dan bersungguh-sungguh 
beramal shalih.
2. Berbaik sangka kepada Allah, dan selalu mengingat bahwa 
kita sesungguhnya adalah makhluk yang lemah di antara 
makhluk Allah lainnya, dan bahwa sesungguhnya Allah 
Subhannahu wa Ta'ala tidak membutuhkan untuk menyiksanya 
dan tidak membutuhkan ketaatannya
3. Hendaknya cepat meminta kehalalan atas 
kezhaliman-kezhaliman yang dilakukan olehnya, dan segera 
membayar/menunaikan hak-hak dan kewajiban kepada 
pemiliknya, dan menyampaikan amanat kepada yang berhak 
menerimanya.
4. Memperbanyak zikir kepada Allah, membaca Al Qur’an dan 
beristighfar (minta ampun).
5. Mengharap pahala dari Allah dari musibah (penyakit) 
yang dideritanya, karena dengan demikian ia pasti diberi 
pahala. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, 
“Apa saja yang menimpa seorang mu’min baik berupa 
kesedihan, kesusahan, keletihan dan penyakit, hingga duri 
yang menusuknya, melainkan Allah meninggikan karenanya 
satu derajat baginya dan mengampuni kesalahannya 
karenanya”. (Muttafaq’alaih).
6. Berserah diri dan tawakkal kepada Allah Subhannahu wa 
Ta'ala dan berkeyakinan bahwa kesembuhan itu dari Allah, 
dengan tidak melupakan usaha-usaha syar`i untuk 
kesembuhannya, seperti berobat dari penyakitnya.

Etika Jenazah dan Ta'ziyah

1. Segera merawat jenazah dan mengebumikannya untuk 
meringankan beban keluarganya dan sebagai rasa belas kasih 
terhadap mereka. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu di dalam 
haditsnya menyebutkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 
alaihi wa Salam telah bersabda, “Segeralah (di dalam 
mengurus) jenazah, sebab jika amal-amalnya shalih, maka 
kebaikanlah yang kamu berikan kepadanya; dan jika 
sebaliknya, maka keburukanlah yang kamu lepaskan dari 
pundak kamu”. (Muttafaq alaih).
2. Tidak menangis dengan suara keras, tidak meratapinya 
dan tidak merobek-robek baju. Karena Rasulullah 
Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda, “Bukan 
golongan kami orang yang memukul-mukul pipinya dan 
merobek-robek bajunya, dan menyerukan kepada seruan 
jahiliyah”. (HR. Al Bukhari).
3. Disunahkan mengantar jenazah hingga dikubur. Rasulullah 
Shallallaahu alaihi wa Salam bersada, “Barangsiapa yang 
menghadiri jenazah hingga menshalatkannya, maka baginya 
(pahala) sebesar qirath; dan barangsiapa yang 
menghadirinya hingga dikuburkan maka baginya dua qirath”. 
Nabi ditanya: “Apa yang disebut dua qirath itu?”. Nabi 
menjawab: “Seperti dua gunung yang sangat besar”. 
(Muttafaq’alaih).
4. Memuji si mayit (jenazah) dengan mengingat dan menyebut 
kebaikan-kebaikannya dan tidak mencoba untuk 
menjelek-jelekkannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa 
Salam bersabda, ”Janganlah kamu mencaci-maki orang-orang 
yang telah mati, karena mereka telah sampai kepada apa 
yang telah mereka perbuat”. (HR. Al Bukhari).
5. Memohonkan ampun untuk jenazah setelah dikuburkan. Ibnu 
Umar Radhiyallaahu anhu pernah berkata, “Adalah Rasulullah 
Shallallaahu alaihi wa Salam apabila selesai mengubur 
jenazah, maka berdiri di atasnya dan bersabda:”Mohonkan 
ampunan untuk saudaramu ini, dan mintakan kepada Allah 
agar ia diberi keteguhan, karena dia sekarang akan 
ditanya”. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Albani).
6. Disunahkan menghibur keluarga yang berduka dan 
memberikan makanan untuk mereka. Rasulullah Shallallaahu 
alaihi wa Salam telah bersabda, “Buatkanlah makanan untuk 
keluarga Ja`far, karena mereka sedang ditimpa sesuatu yang 
membuat mereka sibuk”. (HR. Abu Daud dan dinilai hasan 
oleh Al-Albani).
7. Disunnahkan berta`ziah kepada keluarga korban dan 
menyarankan mereka untuk tetap sabar, dan mengatakan 
kepada mereka: “Sesungguhnya milik Allahlah apa yang telah 
Dia ambil dan milik-Nya jualah apa yang Dia berikan; dan 
segala sesuatu disisi-Nya sudah ditetapkan ajalnya. Maka 
hendaklah kamu bersabar dan mengharap pahala.”

Etika Di Pasar

1. Hendaknya berdzikir kepada Allah di saat masuk ke 
pasar, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam 
bersabda, “Barangsiapa yang masuk ke pasar lalu membaca:
Artinya, “(Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah 
semata, tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nyalah kerajaan, dan 
kepunyaan-Nyalah segala pujian, Dia yang menghidupkan dan 
yang mematikan, dan Dia Maha Hidup tidak akan mati; di 
tangan-Nyalah segala kebaikan, dan Dia Maha Kuasa atas 
segala sesuatu), maka Allah mencatat sejuta kebajikan 
baginya, dan menghapus sejuta dosa darinya, dan Dia 
tinggikan baginya sejuta derajat dan Dia bangunkan satu 
istana baginya di dalam surga”. (HR. Ahmad dan 
At-Tirmidzi, di nilai hasan oleh Al-Albani).
2. Tidak menyaringkan suara dengan berbagai pertengkaran 
dan perdebatan. Di antara sifat kepribadian Nabi 
Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah bahwasanya beliau 
bukanlah seorang yang keras kepala atau keras hati dan 
bukan pula orang yang suka teriak-teriak di pasar dan juga 
bukan orang yang membalas keburukan dengan keburukan, akan 
tetapi ia memaafkan dan mengampuni’.
3. Menjaga kebersihan pasar. Pasar tidak boleh dicemari 
dengan kotoran dan sampah, karena hal tersebut dapat 
melumpuhkan arus jalanan dan menjadi sumber bau busuk yang 
mengganggu.
4. Menjaga agar selalu memenuhi akad dan janji serta 
kesepakatan-kesepakatan di antara dua belah pihak (pembeli 
dan penjual). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang 
artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah 
akad-akad itu”. (QS.Al Ma’idah : 1)
5. Mengukuhkan jual beli dengan persaksian atau catatan 
(dokumentasi), karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah 
berfirman yang artinya, “Dan persaksikanlah apabila kamu 
berjual beli”. (QS.Al Baqarah: 282).
6. Bersikap ramah dan memberikan kemudahan di dalam proses 
jual beli. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam 
bersabda, “Allah akan belas kasih kepada seorang hamba 
yang ramah apabila menjual, ramah apabila membeli dan 
ramah apabila memberikan keputusan”. (HR. Al Bukhari).
7. Jujur, terbuka dan tidak menyembunyikan cacat barang 
jualan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, 
“Seorang muslim itu adalah saudara muslim lainnya, maka 
tidak halal bagi seorang muslim membeli dari saudaranya 
suatu pembelian yang ada cacatnya kecuali telah 
dijelaskannya terlebih dahulu”. (HR. Ahmad dan dishahihkan 
oleh Al-Albani).
8. Jangan mudah mengobral sumpah di dalam berjual beli. 
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, 
“Hindarilah banyak bersumpah di dalam berjual-beli, karena 
sumpah itu dapat menghabiskan (barang) kemudian 
membatalkan (barakahnya)”. (HR. Muslim).
9. Menghindari penipuan, kecurangan dan pengkaburan serta 
berlebih-lebihan di dalam menarik keuntungan. Telah 
diriwayatkan bahwa sesungguhnya Nabi Shallallaahu alaihi 
wa Sallam pernah menjumpai setumpuk makanan, maka Nabi 
memasukkan tangannya ke dalam tumpukan tersebut, maka 
jari-jemarinya basah. Maka beliau bersabda, “Apa ini, 
wahai si pemilik makanan?” Pemilik makanan menjawab 
:Terkena hujan, wahai Rasulullah. Maka Nabi bersabda: 
“Kenapa bagian yang basah tidak kamu letakkan di paling 
atas agar dilihat oleh manusia? Barangsiapa yang curang 
terhadap kami, maka ia bukan dari golongan kami”. (HR. 
Muslim).
10. Menghindari perbuatan curang di dalam menakar atau 
menimbang barang dan tidak menguranginya. Allah berfirman 
yang artinya: “Celakalah bagi orang-orang yang curang, 
yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang 
lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar 
atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”. 
(QS.Al Muthaffifin: 1-3).
11. Menghindari riba, penimbunan barang dan segala 
perbuatan yang dapat merugikan orang banyak. Rasulullah 
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, “Allah mengutuk 
(melaknat) pemakan riba, pemberinya, saksi dan 
penulisnya”. (HR. Ahmad, dan dishahihkan oleh Al-Albani). 
Dan Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak 
akan menimbun barang kecuali orang yang salah “. (HR. 
Muslim).
12. Membersihkan pasar dari segala barang yang haram 
diperjual-belikan.
13. Menghindari promosi-promosi palsu yang bertujuan 
menarik perhatian pembeli dan mendorongnya untuk membeli, 
karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah 
melarang najasy. (Muttafaq’alaih). Najasy adalah semacam 
promosi palsu.
14. Hindarilah penjualan barang rampasan (hasil ghashab) 
dan curian. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang 
artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu 
saling memakan harta sesama kamu dengan jalan yang batil, 
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka 
sama suka di antara kamu”. (QS.An-Nisa: 29).
15. Menundukkan pandangan mata dari wanita dan menghindar 
dari percampurbauran dan berdesak-desakan dengan mereka. 
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya, 
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah 
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; 
yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, 
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka 
perbuat.’ Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: 
’Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara 
kemaluannya” (An-Nur: 30-31).
16. Selalu menjaga syiar-syiar agama (shalat berjama`ah, 
dll.), tidak melalaikan shalat berjama`ah karena 
berjual-beli. Maka sebaik-baik manusia adalah orang yang 
keduniaannya tidak membuatnya lalai terhadap 
masalah-masalah akhiratnya atau sebaliknya. Allah 
berfirman yang artinya, “Laki-laki yang tidak dilalaikan 
oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari 
mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) 
menunaikan zakat”. (QS.An-Nur: 37).

(Dikutip dari Judul Asli Al Qismu Al Ilmi, penerbit Dar 
Al-Wathan, penulis Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz, 
versi Indonesia Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari)


------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Nikmati akses TelkomNet Instan Week End Net hanya Rp 1.000/jam. Berlaku untuk 
Sabtu-Minggu, khusus Jawa Tengah
dan DIY s/d 31 Desember 2008

------------------------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ikuti Speedy Blogging Competition 2008, ajang kompetisi Blog yang terbuka bagi 
semua Blogger dengan tema:
Seperti Apa Konten Hebat Menurutmu? Dapatkan hadiah utama 1 Buah Notebook 
Mininote. Informasi lebih lanjut kunjungi http://lomba.blog.telkomspeedy.com

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/

INFO:
Saat ini domain assunnah.mine.nu telah diambil alih (direbut) oleh pihak yang 
tidak diketahui. Isi dan kandungannya tidak ada hubungannya dengan pengelola 
sebelumnya.
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke