Uang Tips, Uang
Khianat<http://rumaysho.wordpress.com/2009/01/21/uang-tips-uang-khianat/>


*Disusun oleh Muhammad Abduh Tuasikal, ST*

Ada cerita: *Seorang pekerja yang bekerja di sebuah tempat servis motor.
Setiap bulan memang dia sudah mendapat gaji dari majikannya. Dan mungkin ada
beberapa tunjangan lagi yang dia peroleh. Namun suatu saat menservis motor,
pelanggan seperti biasa membayar biaya servis kepada majikannya. Kemudian
pelanggan tadi menemui pekerja tadi dan memberinya uang tambahan (alias uang
tips). *

Demikian ceritanya. Apakah memang uang tambahan atau uang tips seperti ini
boleh diambil? Apakah termasuk uang halal? Atau malah uang khianat?
Itulah yang akan kami bahas pada posting kali ini. Semoga Allah selalu
memudahkan urusan hamba-Nya dalam kebaikan.

*Meninjau dalam Kitab Induk Hadits*

Awalnya marilah kita melihat dalam kitab induk hadits. Di dalam Shohih
Bukhari yang sudah kita kenal, dibawakan bab 'Hadayal 'Ummal'. Begitu pula
dalam Shohih Muslim, An Nawawi rahimahullah membawakan bab 'Tahrimu hadayal
'ummal (diharamkannya hadayal 'ummal)'. Hadaya berarti hadiah, bentuk plural
dari kata hadiyah. Sedangkan 'Ummal berarti pekerja, bentuk plural (jamak)
dari kata 'aamil.

*Hadits Hadayal 'Ummal*

Dalam bab tadi dibawakan hadits berikut dan ini adalah lafazh dari Bukhari
yang sengaja kami ringkas. Perhatikanlah hadits tersebut.

Dari Abu Humaid As Sa'idiy, beliau berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam mempekerjakan seorang pria dari Bani Asad yang bernama Ibnul
Utabiyyah untuk mengurus sedekah (maksudnya: zakat). Ketika laki-laki tadi
datang dari mengurus zakat, dia lantas mengatakan,
هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِىَ لِى
"*Ini bagian untuk kalian dan ini hadiah untukku*."
Lalu setelah itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berceramah di atas
mimbar (Sufyan juga mengatakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam naik
mimbar), kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam memuji Allah lalu
mengatakan,
مَا بَالُ الْعَامِلِ نَبْعَثُهُ ، فَيَأْتِى يَقُولُ هَذَا لَكَ وَهَذَا لِى .
فَهَلاَّ جَلَسَ فِى بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَيَنْظُرُ أَيُهْدَى لَهُ أَمْ
لاَ ، وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ يَأْتِى بِشَىْءٍ إِلاَّ جَاءَ بِهِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ ، إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ
رُغَاءٌ ، أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ ، أَوْ شَاةً تَيْعَرُ » . ثُمَّ رَفَعَ
يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَتَىْ إِبْطَيْهِ « أَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ »
ثَلاَثًا .
"*Mengapa ada pekerja yang kami utus, kemudian dia datang lalu mengatakan,
"Ini bagian untukmu dan ini hadiah untukku"?* Silakan dia duduk di rumah
ayah atau ibunya. Lalu lihatlah, apakah dia akan dihadiahi atau tidak? *Demi
yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidaklah seseorang datang dengan sesuatu
(maksudnya mengambil hadiah seperti pekerja tadi, pen) kecuali dia datang
dengannya pada hari kiamat, lalu dia akan memikul hadiah tadi di lehernya.
Jika yang dipikulnya adalah unta, maka akan keluar suara unta. Jika yang
dipikulnya adalah sapi betina, maka akan keluar suara sapi. Jika yang
dipikulnya adalah kambing, maka akan keluar suara kambing." Kemudian Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya sampai kami melihat
warna debu di ketiak beliau. Lalu beliau mengatakan, "Bukankah aku telah
sampaikan (Beliau menyebutnya sebanyak tiga kali)*." (HR. Bukhari no. 7174)

Inilah teguran keras Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap orang tadi.
Dia sebenarnya telah mendapatkan upah juga dari beliau shallallahu 'alaihi
wa sallam. Namun, di samping itu dia mendapatkan upah lagi dari orang lain
ketika dia memungut pajak yaitu ketika dia melakukan pekerjaannya. Inilah
upah yang beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tegur dan tidak suka. Bahkan
setelah itu beliau menyebutkan keadaan pekerja semacam ini di hari kiamat.

*Uang Tips adalah Uang Khianat*

Ada hadits pula dari Abu Humaid As Sa'idiy. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda,
هَدَايَا الْعُمَّالِ غُلُولٌ
"*Hadiah bagi pekerja adalah ghulul (khianat).*" (HR. Ahmad. Sebagian ulama
mengatakan bahwa sanad hadits ini dho'if semacam Ibnu Hajar di Fathul Bari.
Namun, Syaikh Al Albani menshohihkan hadits ini sebagaimana disebutkan dalam
Irwa'ul Gholil)
An Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim (6/304) mengatakan,

"Dalam hadits ini (hadits Abu Humaid yang pertama tadi) terdapat penjelasan
bahwa hadayal 'ummal (hadiah untuk pekerja) adalah haram dan ghulul
(khianat). Karena uang seperti ini termasuk pengkhianatan dalam pekerjaan
dan amanah. Oleh karena itu, dalam hadits di atas disebutkan mengenai
hukuman yaitu pekerja seperti ini akan memikul hadiah yang dia peroleh pada
hari kiamat nanti, sebagaimana hal ini juga disebutkan pada masalah orang
yang berkhianat.
Dan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri telah menjelaskan dalam
hadits tadi mengenai sebab diharamkannya hadiah seperti ini, yaitu karena
hadiah ini sebenarnya masih karena sebab pekerjaan, berbeda halnya dengan
hadiah tadi bagi selain pekerja (atau hadiah karena bukan sebab
pekerjaannya, pen). Hadiah yang kedua ini adalah hadiah yang dianjurkan
(mustahab). Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan mengenai hukum
pekerja yang diberi semacam ini dengan disebut hadiah. Pekerja tersebut
harus mengembalikan hadiah tadi kepada orang yang memberi. Jika tidak
mungkin, maka diserahkan ke Baitul Mal (kas negara)."

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah juga menjelaskan hal ini
dalam fatwanya. Beliau mengatakan,

"Hadiah bagi pekerja termasuk ghulul (pengkhianatan) yaitu jika seseorang
sebagai pegawai pemerintahan, dia diberi hadiah oleh seseorang yang
mempunyai kaitan dengan muamalahnya. Hadiah semacam ini termasuk
pengkhianatan (ghulul). Hadiah seperti ini tidak boleh diambil sedikitpun
walaupun dia menganggapnya baik."

Lalu beliau mengatakan lagi,

"Tidak boleh bagi seorang pegawai di wilayah pemerintahan menerima hadiah
berkaitan dengan pekerjaannya. Seandainya kita membolehkan hal ini, maka
akan terbukalah pintu riswah (suap/sogok). Uang sogok seperti ini amatlah
berbahaya dan termasuk dosa besar (karena ada hukuman yang disebutkan dalam
hadits tadi, pen). Oleh karena itu, wajib bagi setiap pegawai jika dia
diberi hadiah yang berkaitan dengan pekerjaannya, maka hendaklah dia
mengembalikan hadiah tersebut. Hadiah semacam ini tidak boleh dia terima.
Baik dinamakan hadiah, shodaqoh, dan zakat, tetap tidak boleh diterima.
Lebih-lebih lagi jika dia adalah orang yang mampu, zakat tidak boleh bagi
dirinya sebagaimana yang sudah kita ketahui bersama." (Majmu' Fatawa wa
Rosa'il Ibni Utsaimin, 18/232)

*****
Inilah penjelasan para ulama mengenai uang tips. Betapa banyak perilaku
semacam ini di tengah-tengah kita terutama –maaf- pada lingkungan
pemerintahan. Misalnya, kita hendak membuat KTP, kartu kuning untuk cari
kerja, pasti ada saja uang tips. Sebenarnya biaya untuk bayar KTP cuma
Rp.5000,-. Namun, karena pegawai pemerintahan tadi berisyarat atau memang
sudah kebiasaan seperti itu, akhirnya dia diberi uang Rp.5000,-, plus hadiah
Rp.5000,-. Bukankah perilaku semacam ini sama dengan pekerja yang Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam sebutkan?
Kita sebagai pegawai atau pekerja, hendaklah mengembalikan uang tersebut
kepada orang yang memberikan hadiah tadi. Lihatlah saran dari dua ulama di
atas.
Janganlah khawatir dengan masalah rizki. Mungkin ada yang mengatakan,

"Sayang sekali uang tips tersebut ditolak."

Saudaraku, cukup nasehat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berikut sebagai
wejangan bagimu.

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ
بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
"Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah
akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik bagimu." (HR. Ahmad. Syaikh
Syu'aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih)

Semoga pembahasan kali ini bisa menjadi nasehat bagi setiap pekerja dan
pegawai di setiap pekerjaannya. Semoga Allah memperbaiki kondisi kaum
muslimin. Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat, membuahkan
amal yang sholih dan semoga kita selalu diberkahi rizki yang thoyib.

*Pangukan, Sleman, 24 Muharram 1430 H
Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya
Muhammad Abduh Tuasikal, ST*

Kirim email ke