MENJAGA LISAN AGAR SELALU BERBICARA BAIK

Oleh
Syaikh Abdul Muhsin Bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr
http://www.almanhaj.or.id/content/709/slash/0

Allah berfirman :
“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian 
kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah 
memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa 
mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat 
kemenengan yang besar” [Al-Ahzab : 70-71]

Dalam ayat lain disebutkan.
“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan 
berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka itu 
adalah dosa. Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan 
janganlah kamu sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah
salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ?
Tentu kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. 
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [Al-Hujurat
 : 12]

Allah juga berfirman.
“Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan 
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat 
kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat 
mencatat amal perbuatannya, seorang duduk disebelah kanan dan yang lain 
duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan
di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadirs” [Qaf : 16-18]

Begitu juga firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan 
mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesunguhnya mereka 
telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” [Al-Ahzab : 58]

Dala kitab Shahih Muslim hadits no. 2589 disebutkan.
“Artinya : Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu 
‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian 
apa itu ghibah ?” Para sahabat menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih 
mengetahui. “Beliau berkata, “Ghibah ialah engkau menceritakan hal-hal 
tentang saudaramu yang tidak dia suka” Ada yang menyahut, “Bagaimana 
apabila yang saya bicarakan itu benar-benar ada padanya?” Beliau 
menjawab, “Bila demikian itu berarti kamu telah melakukan ghibah 
terhadapnya, sedangkan bila apa yang kamu katakan itu tidak ada padanya,
berarti kamu telah berdusta atas dirinya”

Allah Azza wa Jalla berfirman.
“Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan 
dimintai pertanggungjawaban” [Al-Israa : 36]

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya Allah meridhai kalian pada tiga perkara dan 
membenci kalian pada tiga pula. Allah meridhai kalian bila kalian hanya 
menyembah Allah semata dan tidak mempersekutukannya serta berpegang 
teguh pada tali (agama) Allah seluruhnya dan janganlah kalian berpecah 
belah. Dan Allah membenci kalian bila kalian suka qila wa qala (berkata 
tanpa berdasar), banyak bertanya (yang tidak berfaedah) serta 
menyia-nyiakan harta” [1] 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Setiap anak Adam telah mendapatkan bagian zina yang tidak 
akan bisa dielakkannya. Zina pada mata adalah melihat. Zina pada telinga
adalah mendengar. Zina lidah adalah berucap kata. Zina tangan adalah 
meraba. Zina kaki adalah melangkah. (Dalam hal ini), hati yang mempunyai
keinginan angan-angan, dan kemaluanlah yang membuktikan semua itu atau 
mengurungkannya” [2] 

Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no.10 dari 
Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam bersabda.

“Artinya : Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya 
selamat dari ganguan lisan dan tangannya”

Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Muslim no.64 dengan lafaz.
“Artinya : Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah orang muslim yang paling baik 
?’Beliau menjawab, “Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat 
dari gangguan lisan dan tangannya”.

Hadits diatas juga diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir hadits no. 65 
dengan lafaz seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin 
Umar.

Al-Hafizh (Ibnu Hajar Al-Asqalani) menjelaskan hadits tersebut. Beliau 
berkata, “Hadits ini bersifat umum bila dinisbatkan kepada lisan. Hal 
itu karena lisan memungkinkan berbicara tentang apa yang telah lalu, 
yang sedang terjadi sekarang dan juga yang akan terjadi saat mendatang. 
Berbeda dengan tangan. Pengaruh tangan tidak seluas pengaruh lisan. 
Walaupun begitu, tangan bisa juga mempunyai pengaruh yang luas 
sebagaimana lisan, yaitu melalui tulisan. Dan pengaruh tulisan juga 
tidak kalah hebatnya dengan pengaruh tulisan”.

Oleh karena itu, dalam sebuah sya’ir disebutkan :
Aku menulis dan aku yakin pada saat aku menulisnya
Tanganku kan lenyap, namun tulisan tangannku kan abadi
Bila tanganku menulis kebaikan, kan diganjar setimpal
Jika tanganku menulis kejelekan, tinggal menunggu balasan.

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no. 6474 dari 
Sahl bin Sa’id bahwa Rasulullah bersabda.

“Artinya : Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) 
apa yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan 
kepadanya jaminan masuk surga”

Yang dimaksud dengan apa yang ada di antara dua janggutnya adalah mulut,
sedangkan apa yang ada di antara kedua kakinya adalah kemaluan.

Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya no. 6475 dan Muslim dalam kitab 
Shahihnya no. 74 meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah 
bersabda.

“Artinya : Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka 
hendaknya dia berkata yang baik atau diam”

Imam Nawawi berkomentar tentang hadits ini ketika menjelaskan 
hadits-hadits Arba’in. Beliau menjelaskan, “Imam Syafi’i menjelaskan 
bahwa maksud hadits ini adalah apabila seseorang hendak berkata 
hendaklah ia berpikir terlebih dahulu. Jika diperkirakan perkataannya 
tidak akan membawa mudharat, maka silahkan dia berbicara. Akan tetapi, 
jika diperkirakan perkataannya itu akan membawa mudharat atau ragu 
apakah membawa mudharat atau tidak, maka hendaknya dia tidak usah 
berbicara”. Sebagian ulama berkata, “Seandainya kalian yang membelikan 
kertas untuk para malaikat yang mencatat amal kalian, niscaya kalian 
akan lebih banyak diam daripada berbicara”.

Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya Raudhah 
Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala hal. 45, “Orang yang berakal selayaknya 
lebih banyak diam daripada bicara. Hal itu karena betapa banyak orang 
yang menyesal karena bicara, dan sedikit yang menyesal karena diam. 
Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah
orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak 
mau jalan”.

Beliau berkata pula di hal. 47, “Orang yang berakal seharusnya lebih 
banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu 
menyadari bahwa dia diberi telinga dua buah, sedangkan diberi mulut 
hanya satu adalah supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. 
Seringkali orang menyesal di kemudian hari karena perkataan yang 
diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa penyesalan. 
Dan menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan adalah lebih mudah 
dari pada menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan. Hal itu 
karena biasanya apabila seseorang tengah berbicara maka 
perkataan-perkataannya akan menguasai dirinya. Sebaliknya, bila tidak 
sedang berbicara maka dia akan mampu mengontrol perkataan-perkataannya.

Beliau menambahkan di hal. 49, “Lisan seorang yang berakal berada di 
bawah kendali hatinya. Ketika dia hendak berbicara, maka dia akan 
bertanya terlebih dahulu kepada hatinya. Apabila perkataan tersebut 
bermanfaat bagi dirinya, maka dia akan bebicara, tetapi apabila tidak 
bermanfaat, maka dia akan diam. Adapun orang yang bodoh, hatinya berada 
di bawah kendali lisannya. Dia akan berbicara apa saja yang ingin 
diucapkan oleh lisannya. Seseorang yang tidak bisa menjaga lidahnya 
berarti tidak paham terhadap agamanya”.

Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 6477 dan
Muslim dalam kitab Shahihnya no. 2988 [3] dari Abu Hurairah bahwa 
Rasulullah bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya seorang hamba yang mengucapkan suatu perkataan 
yang tidak dipikirkan apa dampak-dampaknya akan membuatnya terjerumus ke
dalam neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat”

Masalah ini disebutkan pula di akhir hadits yang berisi wasiat Nabi 
kepada Muadz yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2616 yang sekaligus 
dia komentari sebagai hadits yang hasan shahih. Dalam hadits tersebut 
Rasulullah bersabda.

“Artinya : Bukankah tidak ada yang menjerumuskan orang ke dalam neraka 
selain buah lisannya ?”

Perkataan Nabi di atas adalah sebagai jawaban atas pertanyaan Mu’adz.

“Artinya : Wahai Nabi Allah, apakah kita kelak akan dihisab atas apa 
yang kita katakan ?”

Al-Hafidz Ibnu Rajab mengomentari hadits ini dalam kitab Jami’ Al-Ulum 
wa Al-Hikam (II/147), “Yang dimaksud dengan buah lisannya adalah balasan
dan siksaan dari perkataan-perkataannya yang haram. Sesungguhnya setiap
orang yang hidup di dunia sedang menanam kebaikan atau keburukan dengan
perkataan dan amal perbuatannya. Kemudian pada hari kiamat kelak dia 
akan menuai apa yang dia tanam. Barangsiapa yang menanam sesuatu yang 
baik dari ucapannya maupun perbuatan, maka dia akan menunai kemuliaan. 
Sebaliknya, barangsiapa yang menanam Sesuatu yang jelek dari ucapan 
maupun perbuatan maka kelak akan menuai penyesalan”.

Beliau juga berkata dalam kitab yang sama (hal.146), “Hal ini 
menunjukkan bahwa menjaga lisan dan senantiasa mengontrolnya merupakan 
pangkal segala kebaikan. Dan barangsiapa yang mampu menguasai lisannya 
maka sesungguhnya dia telah mampu menguasai, mengontrol dan mengatur 
semua urusannya”.

Kemudian pada hal. 149 beliau menukil perkataan Yunus bin Ubaid, “ 
Seseorang yang menganggap bahwa lisannya bisa membawa bencana sering 
saya dapati baik amalan-amalannya”.

Diriwayatkan bahwa Yahya bin Abi Katsir pernah berkata, “Seseorang yang 
baik perkataannya dapat aku lihat dari amal-amal perbuatannya, dan orang
yang jelek perkataannya pun dapat aku lihat dari amal-amal 
perbuatannya”.

Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 2581 dari 
Abu Hurairah Rasulullah bersabda.

“Artinya : Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut ? Para sahabat pun 
menjawab, ‘Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak memiliki uang 
dirham maupun harta benda. ‘Beliau menimpali, ‘Sesungguhnya orang yang 
bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat 
dengan membawa pahala shalat, puasa dan zakat, akan tetapi, ia juga 
datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta, 
menumpahkan darah dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya 
akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan kebaikannya 
sudah habis diberikan sementara belum selesai pembalasan tindak 
kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa yang terzalimi itu, lalu 
diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka”.

Muslim meriwayatkan sebuah hadits yang panjang dalam kitab Shahihnya no.
2564 dari Abu Hurairah, yang akhirnya berbunya.

“Artinya : Cukuplah seseorang dikatakan buruk jika sampai menghina 
saudaranya sesama muslim. Seorang muslim wajib manjaga darah, harta dan 
kehormatan orang muslim lainnya”

Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya hadits no. 
1739 ; begitu juga Muslim [4] dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah pernah 
berkhutbah pada hara nahar (Idul Adha). Dalam khutbah tersebut beliau 
bertanya kepada manusia yang hadir waktu itu, “Hari apakah ini?” Mereka 
menjawab, “Hari yang haram”. Beliau bertanya lagi, “Negeri apakah ini?” 
Mereka menjawab, “Negeri Haram”. Beliau bertanya lagi, “Bulan apakah ini
?” Mereka menjawab, “Bulan yang haram”. Selanjutnya beliau bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram bagi 
masing-masing kalian (merampasnya) sebagaimana haramnya ; hari, bulan 
dan negeri ini. Beliau mengulangi ucapan tersebut beberapa kali, lalu 
berkata, “Ya Allah bukankah aku telah menyampaikan (perintah-Mu)? Ya 
Allah, bukankah aku telah menyampaikan (perintah-Mu) ?”

Ibnu Abbas mengomentari perkataan Nabi di atas, “Demi Allah yang jiwaku 
berada di tanganNya, sesungguhnya ini adalah wasiat beliau untuk 
umatnya. Beliau berpesan kepada kita, ‘Oleh karena itu, hendaklah yang 
hadir memberitahukan kepada yang tidak hadir. Janganlah kalian kembali 
kepada kekafiran sepeninggalku nanti, yaitu kalian saling memenggal 
leher”.

Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 2674 dari 
Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda.

“Artinya : Barangsiapa yang menyeru kepada kebaikan maka dia mendapatkan
pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi 
pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang menyeru kepada 
kesesatan maka baginya dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya 
tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun”

Al-Hafidz Al-Mundziri dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib (I/65) 
mengomentari hadits.

“Artinya : Apabila seorang manusia wafat, maka terputuslah jalan amal 
kecuali dari tiga perkara …dst”

Beliau berkata, “Orang yang mebukukan ilmu-ilmu yang bermanfaat akan 
mendapatkan pahala dari perbuatannya sendiri dan pahala dari orang yang 
membaca, menulis dan mengamalkannya, berdaasrkan hadits ini dan hadits 
yang semisalnya. Begitu pula, orang-orang yang menulis hal-hal yang 
membuahkan dosa, maka dia akan mendapatkan dosa dari perbuatannya 
sendiri dan dosa dari orang-orang yang membaca, menulis atau 
mengamalkannya, berdasarkan hadits.

“Artinya : Barangsiapa yang merintis perbuatan yang baik atau buruk, 
maka ….”

Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 6505 
dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya Allah berfirman, “Barangsiapa yang memusuhi 
kekasih-Ku, maka kuizinkan ia untuk diperangi”

[Disalin dari buku Rifqon Ahlassunnah Bi Ahlissunnah Menyikapi Fenomena 
Tahdzir dan Hajr, Penulis Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al’Abbad Al-Badr,
Terbitan Titian Hidayah Ilahi]
________
Footnote.
[1]. Diriwayatkan oleh Muslim hadits no. 1715. Hadits tentang tiga 
perkara yang dibenci ini juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari 
Mughirah hadits no.2408 dan diriwayatkan juga oleh Muslim.
[2]. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no. 6612 dan
Muslim hadits no.2657. Lafaz di atas adalah yang terdapat dalam riwayat
Muslim
[3]. Tetapi lafaz hadits tersebut adalah yang terdapat dalam riwayat 
muslim
[4]. Tetapi lafaz yang tersebut terdapat dalam riwayat Bukhari                  
                                         


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke