MUDIK LEBARAN, DAN TRADISI YANG KELIRU

Oleh

Ustadz Abu Ahmad Zaenal Abidin

http://www.almanhaj.or.id/content/2830/slash/0


Wahai, manusia. Hiasilah hubungan dengan kerabatmu untuk mencari ridha 
Allah. Dengan bersilaturahmi, keberkahan umur dan rizki akan diraih dan 
derajat mulia akan tercapai di sisi Allah. Ketauhilah, silaturahmi 
dengan sanak kerabat dan famili merupakan salah satu bentuk ibadah 
kepada Allah. 



Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam 
bersabda:



مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي 
أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ



"Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan ditambah umurnya, maka 
hendaklah melakukan silaturrahmi".[1]  



Silaturrahmi yang hakiki bukanlah menyambung hubungan baik terhadap 
orang-orang yang telah berbuat baik terhadap kita. Namun, silaturrahmi 
yang sebenarnya ialah menyambung hubungan dengan orang-orang yang telah 
memutuskan tali silaturahmi dengan kita.



Dari Abdullah bin Amr dari Nabi bersabda: 



لَيْسَ الْوَاصِلَ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنَّ الْوَاصِلَ الَّذِي إِذَا 
قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا



"Sesungguhnya bukanlah orang yang menyambung silaturahmi adalah orang 
yang membalas kebaikan, namun orang yang menyambung silaturahmi adalah 
orang yang menyambung hubungan dengan orang yang telah memutuskan 
silaturahmi". [2]  



TRADISI MUDIK LEBARAN DALAM TINJUAN ISLAM

Sebagian besar kaum Muslimin di negeri kita mengira, bahwa mudik lebaran
 ada kaitannya dengan ajaran Islam, karena terkait dengan ibadah bulan 
Ramadhan. Sehingga banyak yang lebih antusias menyambut mudik lebaran 
daripada mengejar pahala puasa dan lailatul qadr. Dengan berbagai macam 
persiapan, baik tenaga, finansial, kendaraan, pakaian dan oleh-oleh 
perkotaan. Ditambah lagi dengan gengsi bercampur pamer, mewarnai gaya 
mudik. Kadang dengan terpaksa harus menguras kocek secara berlebihan, 
bahkan sampai harus berhutang. Pada hari lebaran, lembaga pegadaian 
menjadi sebuah tempat yang paling ramai dipadati pengunjung yang ingin 
berhutang.

 

Padahal yang benar mudik tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam karena 
tidak ada satu perintahpun baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah, setelah
 menjalankan ibadah Ramadhan harus melakukan acara silaturahmi untuk 
kangen-kangenan dan maaf-maafan, karena silaturahmi bisa dilakukan kapan
 saja sesuai kebutuhan dan kondisi.



Apabila yang dimaksud mudik lebaran sebagai bentuk kegiatan untuk 
memanfaatkan momentum dan kesempatan untuk menjernihkan suasana keruh 
dan hubungan yang retak sementara tidak ada kesempatan yang baik kecuali
 hanya waktu lebaran maka demikian itu boleh-boleh saja namun bila sudah
 menjadi suatu yang lazim dan dipaksakan serta diyakini sebagai bentuk 
kebiasaan yang memiliki kaitan dengan ajaran Islam atau disebut dengan 
istilah tradisi Islami maka demikian itu bisa menjadi bidah dan 
menciptakan tradisi yang batil dalam ajaran Islam. Sebab seluruh macam 
tradisi dan kebiasaan yang tidak bersandar pada petunjuk syareat 
merupakan perkara bidah dan tertolak sebagaimana sabda Nabi:



أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا 
حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا 
كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ 
الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ 
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ 
وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ



"Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, patuh dan taat
 walaupun dipimpin budak habasyi, karena siapa yang masih hidup dari 
kalian maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegang 
teguhlah kepada sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang memberi
 petunjuk, berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dengan gigi geraham
 kalian. Waspadalah terhadap perkara-perkara baru (bid’ah) karena setiap
 perkara yang baru adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat". 
[Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah].



SILATURAHMI YANG SESUAI DENGAN SUNNAH

Makna silaturahmi secara bahasa adalah dari lafadz rahmah yang berarti 
lembut dan kasih sayang. 



Abu Ishak berkata: "Dikatakan paling dekat rahimnya adalah orang yang 
paling dekat kasih sayangnya dan paling dekat hubungan kekerabatannya". 
[3

 

Imam Al Allamah Ar Raghib Al Asfahani berkata bahwa Ar Rahim  berasal 
dari rahmah yang berarti lembut yang memberi konsekwensi berbuat baik 
kepada orang yang disayangi.[4]

   

Oleh sebab itu salaturrahmi merupakan bentuk hubungan dekat antara bapak
 dan anaknya atau seseorang dengan kerabatnya dengan kasih saying yang 
dekat, sebagaimana firman Allah: "Dan bertakwalah kepada Allah, yang 
dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan 
peliharalah hubungan silaturahim". [an Nisa’:1]



Silaturahmi dan berbuat baik kepada orang tua dan sanak kerabat 
merupakan urusan yang sangat penting, kewajiban yang sangat agung, dan 
amal salih yang memiliki kedudukan mulia dalam agama Islam serta 
merupakan aktifitas ibadah yang sangat mulia dan berpahala besar 
sehingga banyak sekali nash baik dari Al-Qur’an dan Sunnah yang memberi 
motivasi untuk silaturahmi dan mengancam bagi siapa saja yang 
memutuskannya dengan ancaman berat.  



Allah berfirman : "(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah 
sesudah perjanjian itu teguh  dan memutuskan apa yang diperintahkan 
Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya  dan membuat kerusakan di 
muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi". [al Baqarah : 27]



Ayat di atas terdapat anjuran agar setiap muslim melakukan silaturrahmi 
dengan kerabat dan sanak famili. 



Abu Ja’far Ibnu Jarir At Thabary berkata:  "Pada ayat di atas Allah 
menganjurkan agar menyambung hubungan dengan sanak kerabat dan orang 
yang mempunyai hubungan rahim dan tidak memutuskannya".[5]

 

Oleh sebab itu, hendaknya setiap muslim hendaknya melakukan silaturrahmi
 dengan sanak kerabat baik dengan saudara laki-laki dan saudara 
perempuan baik sekandung maupun hanya saudara sebapak atau seibu, atau 
sepersusuan, semuanya hendaklah saling menyayangi, menghormati dan 
menyambung hubungan hubungan kerabat baik pada saat berdekatan maupun 
berjauhan.



Dari Aisyah bahwa Nabi bersabda: 



الرَّحِمُ شَجْنَةٌ مِنَ اللهِ مَنْ وَصَلَهَا وَصَلَهُ اللهُ وَمَنْ 
قَطَعَهَا قَطَعَهُ اللهُ      



"Rahim adalah syajnah (bagian dari limpahan rahmat) [6]  dari Allah, 
barangsiapa yang menyambungnya maka Allah akan menyambungnya dan 
barangsiapa yang memutuskannya maka Allah akan memutuskannya". [7]

  

Hubungan persaudaraan khususnya antara saudara laki-laki dan saudara 
perempuan memiliki sentuhan yang sangat unik yaitu sentuhan batin yang 
sangat lembut serta kesetiaan yang sangat dalam dan semakin hari semakin
 bertambah subur walaupun berjauhan jarak tempatnya.



Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda: 



إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الْخَلْقَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهُ قَامَتْ 
الرَّحِمُ قَالَتْ هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ مِنْ الْقَطِيعَةِ قَالَ 
نَعَمْ أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ 
قَطَعَكِ قَالَتْ بَلَى يَا رَبِّ قَالَ فَذَاكِ لَكِ 



"Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk dan setelah usai darinya maka 
rahim berdiri lalu berkata: Ini adalah tempat orang berlindung dari 
pemutusan silaturramhi. Maka Allah berfirman: Ya. Bukankah kamu merasa 
senang Aku akan menyambung hubungan dengan orang yang menyambungmu dan 
memutuskan hubungan dengan orang memutuskan denganmu? Ia menjawab: Ya. 
Allah berfirman: Demikian itu menjadi hakmu".[8]

  

Barangsiapa yang memutuskan hubungan silaturrahmi tanpa alasan syar’i 
maka berhak mendapatkan sanksi berat dan kutukan dari Allah serta 
diancam tidak masuk surga.



Allah berfirman: "Orang-orang yang merusak janji Allah setelah 
diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan 
supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi. Orang-orang itulah 
yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk 
(Jahannam)". [ar-Ra’d : 25].



Dari Jubair bin Muth’im bahwa Nabi Muhammad bersabda:



لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ 



"Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan kerabat.".[9]



KESALAHAN-KESALAHAN PADA SAAT LEBARAN

Hari raya adalah salah satu syiar kemuliaan kaum muslimin. Pada hari itu
 mereka berkumpul jiwa-jiwa menjadi bersih dan persatuan terbentuk serta
 pengaruh kejelekan dan kesengsaraan hilang, sehingga tidak tampak pada 
waktu itu kecuali kebahagiaan. Namun hal ini sering terjadi 
kekeliruan-kekeliruan dalam merayakannya. Diantaranya.



1. Meniru orang kafir dalam berpakaian. Kita mulai melihat sebagai 
fenomena aneh pada masyarakat kita khususnya pada hari raya. Mereka 
mengenakan pakaian yang aneh-aneh ala orang kafir. Seorang muslim dan 
muslimah seharusnya memiliki semangat untuk menjaga agama, kehormatan 
dan fitrahnya. Jangan tergoda untuk ikut-ikutan mereka meniru-niru 
kebiasaan orang-orang yang tidak menjaga kehormatan.



2. Sebagian orang menjadikan hari raya sebagai syiar melaksanakan 
kemaksiatan, sehingga secara terang-terangan ia melakukan  perbuatan 
yang diharamkan. Misalnya dengan mendengarkan musik dan memakan makanan 
yang diharamkan Allah. 



3. Dalam berziarah (kunjungan) tidak memperhatikan etika islami. 
Contohnya bercampurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, saling
 berjabat tangan  antara laki-laki yang bukan mahram



4. Berlebih-lebihan dalam membuat makanan dan minuman yang tidak 
berfaedah, sehingga banyak yang terbuang, padahal kaum muslimin yang 
membutuhkan.



5. Hari Raya merupakan kesempatan yang sangat baik untuk menyatukan hati
 kaum muslimin, baik yang ada hubungan kerabat atau tidak. Juga 
kesempatan untuk mensucikan jiwa dan menyatukan hati, namun pada 
kenyataannya, penyakit hati masih tetap saja bercokol. 

  

6. Menganggap bahwa silaturahmi hanya dikerjakan pada saat hari raya 
saja.



7. Menganggap bahwa pada hari raya sebagai saat yang tepat untuk ziarah 
kubur.



8. Saling berkunjung untuk saling maaf-memaafkan diantara para kerabat  
dan sanak famili dengan keyakinan saat itulah yang paling afdhal.[10]

  

SILATURAHMI YANG PALING UTAMA ADALAH BIRRUL WALIDAIN

Allah mewajibkan seorang anak untuk taat, berbuat baik dan berbakti 
kepada kedua orang tuannya. Bahkan Allah menghubungkan perintah 
beribadah kepadaNya dengan berbuat baik kepada kedua orang tua, 
sebagaimana firman Allah: 



وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ 
إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ 
كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَتَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا 
قَوْلاً كَرِيمًا {23}



"Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain 
Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan 
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya 
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah 
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”, dan janganlah kamu 
membentak mereka. Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia". 
[al Isra` : 23]



Birrul walidain adalah berbuat baik kepada kedua orang tua, baik berupa 
bantuan materi, doa, kunjungan, perhatian, kasih sayang, dan menjaga 
nama baik pada saat hidup atau setelah wafat. Orang tua merupakan 
kerabat terdekat, yang banyak mempunyai jasa dan kasih sayang yang besar
 sepanjang masa, sehingga tidak aneh kalau hak-haknya juga besar. Allah 
berfirman :



وَوَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى 
وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ 
إِلَىَّ الْمَصِيرُ 



"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu
 bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang 
bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu 
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKu-lah kembalimu". [Luqman
 : 14 ].



KEUTAMAAN BIRUL WALIDAIN

Di dalam Al Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam 
banyak disebutkan secara berulang-ulang, agar seorang anak berbuat baik 
kepada kedua orang tuanya. Kebaikan dan pengorbanan orang tua tidak 
terhitung jumlahnya, baik berupa jiwa raga dan kekuatan, tidak berkeluh 
kesah dan tidak meminta balasan dari anaknya. 



Adapun anak, ia harus selalu diberi wasiat dan diingatkan agar 
senantiasa mengingat terhadap jasa orang tua, yang selama ini telah 
mencurahkan jiwa dan raga serta seluruh hidupnya untuk membesarkan dan 
mendidiknya. 



Seorang ibu, selama mengandung mengalami banyak beban berat. Allah 
Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan, ibunya telah mengandungnya dalam 
keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Ibu
 lebih banyak menderita dalam membesarkan dan mengasuh anaknya. 
Penderitaan ketika hamil, tidak ada yang bisa merasakan payahnya, 
kecuali kaum ibu juga.



Imam Bukhari di dalam Adabul Mufrad, dari Abu Burdah, bahwa ia 
menyaksikan Ibnu Umar dan ada seorang laki-laki dari Yaman sedang 
melakukan thawaf -sambil menggendong ibunya di belakang punggungnya-, ia
 berkata: ‘Sesungguhnya saya menjadi tunggangannya yang tunduk, jikalau 
tunggangan lain terkadang susah dikendalikan, aku tidaklah demikian’. 
Lalu ia bertanya kepada Ibnu ‘Umar: 'Wahai Ibnu Umar, apakah dengan ini 
saya sudah membayar jasanya?.  Beliau menjawab:"Sama sekali belum, 
walaupun satu kali sengalan nafasnya (saat melahirkanmu)" [11]

 

Dari Al Miqdam bin Ma’dikarib, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi
 wa sallam bersabda : 



إِنَّ اللهَ يُوْصِيْكُمْ بِأُمَّهَاتِكُمْ ثم يُوْصِيْكُمْ 
بِأُمَّهَاتِكُمْ ثم  يُوْصِيْكُمْ بِآبَائِكُمْ ثُمَّ يُوْصِيْكُمْ 
بِاْلأَقْرَبِ فَالْأَقْرَبِ



"Sesungguhnya Allah berwasiat agar kalian berbuat baik kepada ibu-ibumu,
 lalu Allah berwasiat agar berbuat baik kepada ibu-ibumu, kemudian Allah
 berwasiat kepada bapak-bapakmu, dan kemudian Allah berwasiat kepada 
kalian agar berbuat baik kepada sanak kerabatmu".[12]  



Begitulah, anak adalah bagian hidup dan belahan hati orang tua. Kasih 
sayangnya mengalir di dalam darah daging keduanya. Seorang anak selalu 
merepotkan dan menyita perhatian kedua orang tuanya. Tatkala kedua orang
 tua tetap berbahagia dengan keadaan putra-putrinya, akan tetapi betapa 
cepatnya seorang anak melalaikan semua jasa orang tuanya, dan hanya 
sibuk mengurus isteri dan ana-anaknya. Padahal berbuat baik kepada kedua
 orang tua merupakan keputusan mutlak dari Allah, dan merupakan ibadah 
yang  menempati urutan ke dua setelah ibadah kepada Allah.



Mari kita segera mulai dengan berbuat baik, menghormati dan memuliakan 
mereka berdua. Karena birrul walidain memiliki keutamaan.  



[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07-08/Tahun IX/1426/2005M. 
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-7574821]

________

Footnote

[1]. Lihat sahih Abu Daud (1486), sahih Adabul Mufrad (56) Sahih Muslim 
bab Al Birru Wassilah hadits ke 20. 

[2]. Lihat SahihAdabul Mufrad (68) bab laisal wasil bil mukafi’ 

[3]. Lihat Lisanul Arab  (5/174) bab Dzal wa Ra’.

[4]. Lihat Mufradatul Qur;an Hal (346)

[5]. Lihat Tafsir Ath Thabary juz 1/144. dan  tafsir Ibnu Katsir Juz 1/ 
83

[6]. Lihat Syarah Adabul Mufrad karya Husain Ibnu Uwadah Al Awayasyah. 
Juz 1/72.

[7]. Lihat Silsilah hadits sahihah no (925) , Adabul Mufrad no (55) dan 
sahih Musdlim bab Al Birru wa Silah hadits ke 17. 

[8]. HR Imam Bukhari dalam sahihnya dalam kitabut tafsir (4830) dan Imam
 Muslim dalam kitabul Birri (6465).

[9]. HR Imam Bukhari dalam sahihnya dalam kitabul Adad bab Istmul Qathi’
 (5984), Muslim dalam sahihnya kitabul birry bab Silaturrahim (6467) dan
 Abu Daud Dalam sunannya (1696).

[10]. Lihat Ahkamul Idain wa Asyr Dzulhijjah karya DR. Abdullah bin 
Muhammad Ath Thayyar

[11]. Adabul Mufrad, hadits no. 11, Bab Jazaul Walidain. Dishahihkan 
oleh Syaikh Al Albani. 

[12]. Shahih Adabul Mufrad, 60; Sunan Ibnu Majah, 23, Kitabul Adab dan 
Shilisilah Hadits Shahihah, 1666.                       
                        
                                                                  

Reply via email to