Ilmu Bukan Sekedar Teori


Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, "Tidaklah sampai kepadaku suatu hadits 
dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melainkan aku pasti beramal 
dengannya."

Amr bin Qais al-Mala'i rahimahullah berkata, "Apabila sampai kepadamu hadits 
dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka beramallah dengannya 
meskipun hanya sekali agar kamu termasuk penganutnya." Syaikh Abdurrazzaq 
berkata, "Maksud ucapan beliau; beramallah dengannya meskipun hanya sekali, 
adalah dalam perkara sunnah dan amalan yang dianjurkan sedangkan dalam perkara 
wajib maka tidak cukup mengamalkannya sekali kemudian bisa disebut sebagai 
penganutnya." (lihat Tsamrat al-'Ilmi al-'Amal karya Syaikh Dr. Abdurrazzaq 
al-Badr, hal. 27)

Jangan tertipu dengan amalmu!

Allah ta'ala berfirman (yang artinya), "Dan ingatlah tatkala Ibrahim membangun 
pondasi Ka'bah dan juga Isma'il, mereka berdua berdoa; 'Wahai Rabb kami 
terimalah amal kami'." (QS. al-Baqarah: 127). Wuhaib bin al-Ward rahimahullah 
ketika membaca ayat ini maka ia pun menangis dan berkata, "Wahai kekasih 
ar-Rahman! Engkau bersusah payah mendirikan pondasi rumah ar-Rahman, meskipun 
demikian engkau merasa khawatir amalmu tidak diterima!" (lihat Tsamrat al-'Ilmi 
al-'Amal, hal. 17)

Jadilah contoh yang baik!

Malik bin Dinar rahimahullah berkata, "Sesungguhnya seorang alim/ahli ilmu 
apabila tidak mengamalkan ilmunya maka nasehatnya akan luntur dari hati 
sebagaimana aliran air hujan yang melintasi bongkahan batu." al-Ma'mun pernah 
berkata, "Kami lebih membutuhkan nasehat dengan perbuatan daripada nasehat 
dengan ucapan." Syaikh Abdurrazzaq menceritakan: Suatu saat aku mengunjungi 
salah seorang bapak yang rajin beribadah di suatu masjid yang dia biasa sholat 
di sana. Beliau adalah orang yang sangat rajin beribadah. Ketika itu dia sedang 
duduk di masjid -menunggu tibanya waktu sholat setelah sholat sebelumnya- maka 
akupun mengucapkan salam kepadanya dan berbincang-bincang dengannya. Aku pun 
berkata kepadanya, "Masya Allah, di daerah kalian ini banyak terdapat para 
penuntut ilmu." Dia berkata, "Daerah kami ini!". Kukatakan, "Iya benar, di 
daerah kalian ini masya Allah banyak penuntut ilmu." Dia berkata, "Daerah kami 
ini!". Dia mengulangi perkataannya kepadaku dengan nada mengingkari. "Daerah 
kami ini?!". Kukatakan, "Iya, benar." Maka dia berkata, "Wahai puteraku! Orang 
yang tidak menjaga sholat berjama'ah tidak layak disebut sebagai seorang 
penuntut ilmu." (lihat Tsamrat al-'Ilmi al-'Amal, hal. 36-37). Alangkah benar 
perkataan bapak tua tersebut, Ibnu Umar mengatakan, "Dahulu kami -para sahabat- 
apabila tidak menjumpai seseorang pada jama'ah sholat subuh dan isyak maka kami 
pun menaruh prasangka buruk kepadanya -jangan-jangan dia munafik, pent-." (HR. 
Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir dll, lihat Tsamrat al-'Ilmi al-'Amal, hal. 
37).

Bukankah tolabul ilmi amalan yang utama?

Abdullah bin al-Mu'taz rahimahullah berkata, "Ilmu seorang munafik itu terletak 
pada ucapannya, sedangkan ilmunya seorang mukmin terletak pada amalnya." Sufyan 
rahimahullah pernah ditanya, "Menuntut ilmu yang lebih kau sukai ataukah 
beramal?". Maka beliau menjawab, "Sesungguhnya ilmu itu dimaksudkan untuk 
beramal, maka jangan kau tinggalkan menuntut ilmu dengan alasan beramal, dan 
jangan kau tinggalkan amal dengan alasan menuntut ilmu." (lihat Tsamrat 
al-'Ilmi al-'Amal, hal. 44-45).

Ya Allah, jadikanlah ilmu kami hujjah untuk membela kami, bukan hujjah yang 
menjatuhkan kami..

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

Artikel www.muslim.or.id





http://www.radiorodja.com/

http://www.rodjatv.com/



Kirim email ke