HUKUM MENGOLOK-OLOK ULAMA DAN ORANG-ORANG SHALIH
Oleh
Ustadz Abu Ihsan Al Atsary
http://almanhaj.or.id/content/3016/slash/0

Sebelum membahas hukumnya, terlebih dahulu kita harus mengetahui
kedudukan para ulama dan orang-orang shalih di sisi Allah, serta
kewajiban kita terhadap mereka. Para ulama memiliki kedudukan yang
mulia dan agung di sisi Allah. Allah telah meninggikan derajat mereka
dan mengistimewakan mereka dari yang lainnya. Allah berfirman,

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا
الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. [Al
Mujadilah:11].

Dalam ayat lain Allah mengatakan:

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَيَعْلَمُونَ
إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُوا اْلأَلْبَابِ

Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui" Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran. ([Az Zumar:9].

Banyak nash-nash yang menyebutkan keutamaan dan keistimewaan Ahli
Ilmu. Konsekuensi dari nash-nash tersebut, adalah wajibnya menghormati
dan menjunjung tinggi kehormatan para ulama. Karena mereka merupakan
pewaris Nabi, penerus misi dakwah yang dibawa oleh Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat Beliau Radhiyallahu
'anhum.

Dalam sebuah atsar (riwayat) yang populer disebutkan, jadilah seorang
alim, atau seorang penuntut ilmu, atau seorang penyimak ilmu yang
baik, atau seorang yang mencintai Ahli Ilmu dan janganlah jadi yang
kelima, niscaya kalian binasa. [1]

Salah seorang ulama Salaf mengatakan: "Maha suci Allah, Dia telah
memberi jalan keluar bagi kaum muslimin. Yakni tidak akan keluar dari
keempat golongan manusia yang dipuji tadi, melainkan golongan yang
kelima, golongan yang binasa. Yaitu seorang yang bukan alim, bukan
penuntut ilmu, bukan penyimak yang baik dan bukan pula orang yang
mencintai Ahli Ilmu. Dialah orang yang binasa. Sebab, barangsiapa
membenci Ahli Ilmu, berarti ia pasti mengharapkan kebinasaan mereka.
Dan barangsiapa yang mengharapkan kebinasaan Ahli Ilmu, berarti ia
menyukai padamnya cahaya Allah di atas muka bumi. Sehingga kemaksiatan
dan kerusakan merajalela. Kalau sudah begitu keadaannya, dikhawatirkan
tidak akan ada amal yang terangkat. Demikianlah yang dikatakan oleh
Sufyan Ats Tsauri."

Menghormati ulama termasuk pengagungan kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Musa Al Asy'ari
Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ إِجْلَالِ اللَّهِ إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ
وَحَامِلِ الْقُرْآنِ غَيْرِ الْغَالِي فِيهِ وَالْجَافِي عَنْهُ
وَإِكْرَامَ ذِي السُّلْطَانِ الْمُقْسِطِ

Sesungguhnya termasuk pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala,
yaitu memuliakan orang tua yang muslim, orang yang hafal Al Qur'an
tanpa berlebih-lebihan atau berlonggar-longgar di dalamnya dan
memuliakan penguasa yang adil. [2]

Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ
صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ

Bukan termasuk ummatku, siapa yang tidak memuliakan orang yang lebih
tua, menyayangi orang yang lebih muda dan mengetahui hak-hak orang
alim.[3]

Thawus rahimahullah mengatakan: "Termasuk Sunnah, yaitu menghormati
orang alim." [4]

Berdasarkan nash-nash di atas, jelaslah bahwa kewajiban setiap muslim
terhadap para ulama dan orang-orang shalih adalah mencintai dan
menyukai mereka, menghormati dan memuliakan mereka, tanpa
berlebih-lebihan atau merendahkan sebagaimana yang telah dijelaskan di
atas. Mengolok-olok ulama dan orang-orang shalih, mengejek atau
melecehkan mereka, tentu saja bertentangan dengan perintah untuk
mencintai dan memuliakan mereka. Melecehkan ulama dan orang shalih,
sama artinya dengan menghina dan merendahkan mereka. [5]

Al Alusi mengatakan: "Istihza', artinya merendahkan dan mengolok-olok.
Al Ghazzali menyebutkan makna istihza', yaitu merendahkan, menghinakan
dan menyebutkan aib dan kekurangan, supaya orang lain mentertawainya;
bisa jadi dengan perkataan, dan bisa dengan perbuatan dan isyarat."
[6]

Mengolok-olok dan memandang rendah Ahli Ilmu dan orang shalih,
termasuk sifat orang kafir dan salah satu cabang kemunafikan.
Sebagaimana disebutkan dalam banyak ayat, diantaranya yaitu:

زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ مِنَ
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ وَاللهُ يَرْزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan
mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang
yang bertaqwa itu lebih mulia dari pada mereka di hari Kiamat. Dan
Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendakiNya tanpa
batas. [Al Baqarah:212]

Dalam ayat lain Allah mengatakan:

وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُوْلَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا
أَنفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ . تَلْفَحُ وُجُوهَهُمُ النَّارُ
وَهُمْ فِيهَا كَالِحُونَ . أَلَمْ تَكُنْ ءَايَاتِي تُتْلَى عَلَيْكُمْ
فَكُنتُم بِهَا تُكَذِّبُونَ . قَالُوا رَبَّنَا غَلَبَتْ عَلَيْنَا
شِقْوَتُنَا وَكُنَّا قَوْمًا ضَآلِّينَ . رَبَّنَآ أَخْرِجْنَا مِنْهَا
فَإِنْ عُدْنَا فَإِنَّا ظَالِمُونَ . قَالَ اخْسَئُوا فِيهَا
وَلاَتُكَلِّمُونِ . إِنَّهُ كَانَ فَرِيقٌ مِّنْ عِبَادِي يَقُولُونَ
رَبَّنَآ ءَامَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنتَ خَيْرُ
الرَّاحِمِينَ . فَاتَّخَذْتُمُوهُمْ سِخْرِيًّا حَتَّى أَنسَوْكُمْ
ذِكْرِي وَكُنتُم مِّنْهُمْ تَضْحَكُونَ . إِنِّي جَزَيْتُهُمُ الْيَوْمَ
بِمَاصَبَرُوا أَنَّهُمْ هُمُ الْفَآئِزُونَ

Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah
orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam naar
Jahannam. Muka mereka dibakar api naar, dan mereka di dalam naar itu
dalam keadaan cacat. Bukankah ayat-ayatKu telah dibacakan kepadamu
sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya? Mereka berkata: "Ya Rabb
kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami
orang-orang yang tersesat. Ya Rabb kami, keluarkanlah kami daripadanya
(dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada
kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zhalim". Allah
berfirman: "Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu
berbicara dengan Aku. Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hambaKu
berdo'a (di dunia): "Ya Rabb kami, kami telah beriman, maka ampunilah
kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang
Paling Baik. Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga
(kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku,
dan adalah kamu selalu mentertawakan mereka, Sesungguhnya Aku memberi
balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka;
sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang. [Al
Mu’minun:103-111].

Berkaitan dengan tafsir ayat ini, Ibnu Katsir menyatakan: Kemudian
Allah menyebutkan dosa mereka di dunia, yaitu mereka dahulu
mengolok-olok hamba-hamba Allah yang beriman dan para waliNya. Allah
mengatakan: "Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hambaKu berdo'a
(di dunia): Ya Rabb kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan
berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik.
Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan," yakni kalian malah
mengolok-olok dan mengejek do’a dan permohonan mereka kepadaKu. Sampai
pada firman Allah "sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka,
menjadikan kamu lupa mengingat Aku," yakni kebencian kalian kepada
mereka membuat kalian lupa kepadaKu. Firman Allah: "kamu selalu
mentertawakan mereka," yakni mentertawakan perbuatan dan amal ibadah
mereka. [7]

Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ ءَامَنُوا
يَضْحَكُونَ . وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ . وَإِذَا
انْقَلَبُوا إِلىَ أَهْلِهِمُ انقَلَبُوا فَاكِهِينَ . وَإِذَا
رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَآؤُلآَءِ لَضّآلُّونَ . وَمَآأُرْسِلُوا
عَلَيْهِمْ حَافِظِينَ

Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya
(di dunia) mentertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila
orang-orang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling
mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu
kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila
mereka melihat orang-orang mu'min, mereka mengatakan: "Sesungguhnya
mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat", padahal orang-orang
yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mu'min.
[Al Muthaffifin:29-33].

Ayat ini merupakan dalil, bahwa mengolok-olok itu ada kalanya dengan
isyarat. Dalam ayat ini Allah menggambarkan, bagaimana bentuk
olok-olokan orang-orang kafir terhadap orang-orang mukmin, yaitu
mereka saling mengedip-ngedipkan mata, dengan tujuan mengejek.

Dalam ayat lain, Allah menjelaskan tentang kebiasaan orang-orang munafik:

وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ ءَامَنُوا قَالُوا ءَامَنَّا وَإِذَا
خَلَوْإِلىَ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ
مُسْتَهْزِءُونَ . اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي
طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ

Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka
mengatakan: "Kami telah beriman". Dan bila mereka kembali kepada
syetan-syetan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami
sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok". Allah akan
(membalas) olokan-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing
dalam kesesatan mereka. [Al Baqaarah:14, 15].

Dalam ayat lain, Allah menjelaskan pula:

الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي
الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لاَيَجِدُونَ إِلاَّ جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ
مِنْهُمْ سَخِرَ اللهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

(orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang
mu'min yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang
yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar
kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah
akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka adzab yang
pedih. [At Taubah:79].

Musuh-musuh Islam, diantaranya orang-orang Yahudi dan Nasrani serta
orang-orang munafik yang mengikuti mereka, senantiasa berusaha
menjelek-jelekkan citra ulama Islam, berusaha meruntuhkan kepercayaan
umat kepada para ulama dengan sindiran-sindiran dan komentar-komentar
negatif tentang ulama. Hal ini perlu diwaspadai oleh kaum muslimin.
Mereka jangan sampai ikut-ikutan menjelek-jelekkan alim ulama.

Dalam Protokalat Yahudi, pada protokolar nomor 27 disebutkan sebagai
berikut: Kami telah berusaha sekuat tenaga untuk menjatuhkan martabat
tokoh-tokoh agama dari kalangan orang-orang non Yahudi dalam pandangan
manusia. Oleh karena itu, kami berhasil merusak agama mereka yang bisa
menjadi ganjalan bagi perjalanan kami. Sesungguhnya pengaruh
tokoh-tokoh agama terhadap manusia mulai melemah hari demi hari.[8]

Jadi jelaslah, setiap tindakan yang bertujuan mendiskreditkan para
ulama dan tokoh agama termasuk tindakan makar terhadap agama ini.
Pelakunya harus dihukum dan ditindak tegas. Pelecehan terhadap para
ulama dan orang shalih ada dua:

Pertama : Pelecehan terhadap pribadi ulama. Contohnya, misalnya orang
yang mengejek sifat-sifat tertentu yang dimiliki oleh ulama tersebut.
Demikian ini hukumnya haram, karena Allah telah berfirman:

يَاأّيُّهَا الّذِينَ ءَامَنُوا لاَيَسْخَرْ قَوْمُُ مِّن قَوْمٍ عَسَى
أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلاَنِسَآءُُ مِّن نِّسَآءٍ عَسَى أَن
يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ وَلاَتَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ
وَلاَتَنَابَزُوا بِاْلأَلْقَابِ بِئْسَ اْلإِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ
اْلإِيمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan
kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih
baik dari mereka (yang mengolok-olokkan), dan jangan pula
wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi
wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan
janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang
zhalim. [Al Hujurat:11].

Berkenaan dengan ayat ini, Ibnu Katsir menyatakan: "Allah Subhanahu wa
Ta'ala melarang mengolok-olok orang lain. Yaitu merendahkan dan
menghinakan mereka. Sebagaimana disebutkan sebuah hadits dari
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa Beliau bersabda:
Sombong itu adalah menolak kebenaran dan menghinakan orang lain." [9]

Kedua : Mengolok-olok ulama karena kedudukan mereka sebagai ulama,
karena ilmu syar'i yang mereka miliki. Demikian ini termasuk perbuatan
zindiq, karena termasuk melecehkan agama Allah. Demikian pula
mengolok-olok orang shalih, orang yang menjalankan Sunnah Nabi. Allah
telah menggolongkan pelecehan terhadap orang-orang yang beriman
sebagai pelecehan terhadapNya. Dalam surat At Taubah, Allah berfirman:

وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ
قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan
itu), tentu mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanya bersenda
gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah,
ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?" [At Taubah:65].

Ayat ini turun berkenaan dengan perkataan orang-orang munafik terhadap
para qari' "Belum pernah kami melihat orang seperti para qari' kita
ini, mereka hanyalah orang-orang yang paling rakus makannya, paling
dusta perkataannya dan paling penakut di medan perang." Maka Allah
menurunkan ayat tersebut.

Syaikh Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdil Wahhab mengatakan:
"Ayat ini berisi penjelasan, bahwa seseorang bisa jatuh ke kufur
karena perkataan yang diucapkannya, atau karena perbuatan yang
dilakukannya."

Kemudian beliau melanjutkan: "Termasuk dalam bab ini, yaitu
mengolok-olok ilmu syar'i dan Ahli Ilmu, dan tidak menghormati mereka
karena ilmu yang mereka miliki." [10]

Dalam Fatwa Lajnah Daimah disebutkan: "Mencela Islam, mengolok-olok Al
Qur'an dan As Sunnah, serta mengolok-olok orang-orang yang berpegang
teguh dengannya karena ajaran agama yang mereka amalkan, seperti
memelihara jenggot dan berhijab bagi wanita muslimah, maka perbuatan
seperti itu termasuk kufur, bila dilakukan oleh seorang mukallaf
((orang baligh yang berakal sehat) dan harus dijelaskan kepadanya,
bahwa perbuatan itu kufur. Jika ia tetap melakukannya setelah
mengetahuinya, maka ia bisa jatuh kafir, karena Allah mengatakan:

قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ

Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu
selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir
sesudah beriman. [At Taubah:65].

Ibnu Nujaim menyatakan,"Mengolok-olok ilmu dan ulama adalah kufur." [11]

Mala Ali Al Qari, ketika menjelaskan tentang orang yang melecehkan
ulama dengan sindiran "Betapa buruk penampilannya, memotong kumis dan
melipat sorban di bawah dagu" (maka) beliau mengatakan,”Perkataan itu
termasuk kufur, karena isinya melecehkan ulama. Yang sama artinya
melecehkan para nabi. Karena para ulama adalah pewaris para Nabi.
Memotong kumis adalah salah satu Sunnah para nabi. Menganggapnya buruk
adalah kufur, tanpa ada perselisihan pendapat diantara ulama."

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ditanya tentang perbuatan
sebagian orang yang mengolok-olok orang-orang yang melaksanakan ajaran
agama dan mengejek mereka, apakah hukumnya? Beliau menjawab:
"Orang-orang yang mengolok-olok para multazimin (orang yang
melaksanakan ajaran agama) yang melaksanakan perintah Allah pada
mereka terdapat benih kemunafikan. Karena Allah telah menyebutkan
sifat orang-orang munafik:

الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي
الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لاَيَجِدُونَ إِلاَّ جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ
مِنْهُمْ سَخِرَ اللهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

(orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang
mu'min yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang
yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar
kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah
akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka adzab yang
pedih. [At Taubah:79].

Kemudian, apabila mereka mengolok-olok karena ajaran syari’at yang
mereka amalkan, yang demikian itu termasuk juga mengolok-olok
syari’at. Dan mengolok-olok syari’at termasuk kufur. Adapun bila
olok-olokan itu tertuju kepada pribadi orang itu atau penampilannya,
bukan tertuju kepada Sunnah yang diamalkannya, maka tidaklah kafir
karenanya. Karena adakalanya ejekan tersebut tertuju kepada pribadi
seseorang, bukan kepada amal atau perbuatan yang dilakukannya.
Perbuatan semacam itu sangatlah berbahaya." [13]

Demikian pula ulama Salaf terdahulu, bersikap keras terhadap
orang-orang yang melecehkan ulama dan Ahli Hadits.

Abu Utsman Ash Shabuni dalam I'tiqad Ashabul Hadits, nomor 164, Al
Khathib Al Baghdaadi dalam Syaraf Ashabul Hadits (halaman 74)
menyebutkan, bahwa Ahmad bin Al Hasan berkata kepada Imam Ahmad:
"Wahai, Abu Abdillah. Orang-orang menceritakan tentang Ibnu Abi
Qutailah di Makkah yang mengejek Ashabul Hadits. Ia mengatakan bahwa
Ashabul Hadits itu adalah orang-orang yang buruk." Maka Imam Ahmad
bangkit seraya menepis bajunya dan berkata: "Dia itu zindiq, dia itu
zindiq!" hingga beliau masuk ke dalam rumah.

Dalam kitab Al Kifayah, halaman 48, Al Khathib Al Baghdadi
menyebutkan, bahwa Abu Zur'ah Ar Razi mengatakan: "Jika engkau melihat
seseorang melecehkan salah seorang dari sahabat Nabi, maka ketahuilah
bahwa dia itu zindiq. Karena kita tahu, bahwa Rasul itu haq, Al Qur'an
itu haq, dan sesungguhnya yang menyampaikan Al Qur'an dan As Sunnah
kepada kita adalah para sahabat Rasulullah, sesungguhnya mereka ingin
memburuk-burukkan para saksi kita untuk menolak Al Qur'an dan As
Sunnah, padahal merekalah yang pantas untuk diburukkan, karena mereka
adalah zindiq."

Demikian pula Adz Dzahabi menyebutkan dalam Siyar A'lamun Nubala',
bahwa Imam Ahmad berkata: "Jika engkau melihat seseorang
memburuk-burukkan Hammad bin Salamah, maka curigailah dia mempunyai
maksud buruk terhadap Islam, karena Hammad sangat tegas terhadap Ahli
Bid'ah."

Memang ahli bid'ah terkenal suka mengejek dan melecehkan Ahlu Sunnah,
sebagaimana yang dilakukan oleh seorang tokoh Mu'tazilah. Yaitu Amru
bin Ubaid, yang memuji perkataan Washil bin Atha'.

Pada suatu ketika Washil bin Atha' berbicara lalu berkatalah Amru bin
Ubeid: "Tidakkah kalian dengar perkataannya? Sungguh ucapan Hasan
Al-Bashri dan Ibnu Sirin tidak lebih seperti sehelai kapas pembersih
haidh yang dilemparkan."

Demikian pula seorang pembesar ahli bid'ah mengatakan: "Sesungguhnya
ilmu Asy Syafi'i dan Abu Hanifah, keseluruhannya tidaklah keluar dari
celana dalam wanita." [14]

Perbuatan semacam itu termasuk perbuatan zindiq dan nifaq wal iyadzu
billah. Dari keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan, bahwa
melecehkan ulama termasuk dosa besar. Para ulama menggolongkannya
sebagai perbuatan kufur dan nifak. Semoga Allah menjauhkan kita
darinya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun VIII/1425H/2004M
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Disebutkan oleh Al-Haitsami dalam Ma’maj Az-Zawaaid (I/122) ia
berkata: “Diriwayatkan oleh Ath-Thabraani dalam ketiga mu’jamnya dan
Al-Bazzar, para perawinya tsiqah.”
[2]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (4843) dan dihasankan oleh Al-Albaani
dalam Shahih At-Targhib (I/44).
[3]. Hadits riwayat Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (I/122) dan dihasankan
oleh Al-Albaani dalam Shahih Jami’ Shaghir (5319) dan Shahih
At-Targhib (I/45).
[4]. Silakan lihat kitab Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlihi karangan Ibnu
Abdil Barr (I/129).
[5]. Silakan lihat Jami’ Ulum wal Hikam karangan Ibnu Rajab (II/334).
[6]. Silakan lihat Ruuhul Ma’aani (I/158).
[7]. Silakan lihat Kitab Al-Mishbah Al-Munir fi Tahdzib Tafsir Ibnu
Katsir tulisan Shafiyurrahman Mubarakfuuri pada firman Allah surat
Al-Mukminun ayat 110
[8]. Protokolat Hukama’ Zionis diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh
Muhammad bin Khalifah At-Tunisi halaman 187.
[9]. Hadits riwayat Muslim (I/93).
[10]. Qurratul Uyuunil Muwahhidin (halaman 217).
[11]. Fatwa Lajnah Daaimah (I/256 dan 257).
[12]. Al-Asybaah wan Nazhaair (191).
[13]. Majmu’ Ats-Tsamin I/65.
[14]. Lihat kitab Al-I’tisham karangan Asy-Syaathibi II/433.


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke