NIKMAT SEHAT DAN WAKTU LUANG
Oleh
Ustadz Muslim Al Atsari
http://almanhaj.or.id/content/3077/slash/0

Allah Azza wa Jalla telah menciptakan manusia dan memberikan
kenikmatan yang tidak terhingga. Manusia tidak akan mampu
menghitungnya.

Ada sebuah surat di dalam Al Qur’an yang disebut oleh para ulama
sebagai surat An Ni’am (surat tentang kenikmatan-kenikmatan Allah),
yaitu surat An Nahl. Allah memulai dengan menyebutkan kenikmatan
terbesar, yaitu kenikmatan agama. Allah menurunkan wahyu kepada para
RasulNya, lewat para malaikat, untuk menyerukan Laa ilaaha illa Allah.
Bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah. Wajib meninggalkan
seluruh peribadahan kepada selain Allah, dan beribadah dengan ikhlas
hanya kepadaNya. Karena sesungguhnya Dia esa di dalam rububiyahNya,
esa di dalam menciptakan langit dan bumi, tidak ada sekutu bagiNya.

Kemudian Allah menyebutkan kenikmatanNya yang lain kepada manusia,
yaitu Allah menciptakan binatang ternak dengan segala manfaatnya untuk
manusia. Demikian juga berbagai binatang yang dapat dijadikan
tunggangan dan pengangkutan. Allah menyebutkan
kenikmatan-kenikmatanNya yang lain secara berturut-turut, kemudian
mengakhirinya dengan berfirman:

وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ اللهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat
menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. [An Nahl:18].

NIKMAT SEHAT
Sungguh, kesehatan merupakan kenikmatan yang diakui setiap orang.
Nikmat ini sangat agung nilainya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
telah menyebutkan dengan sabdanya :

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ آمِنًا فِي سِرْبِهِ
عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

Barangsiapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat
badannya, aman pada keluarganya, dia memiliki makanan pokoknya pada
hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya. [HR
Ibnu Majah, no. 4141; dan lain-lain; dihasankan oleh Syaikh Al Albani
di dalam Shahih Al Jami’ush Shaghir, no. 5918]

Ibnus Samak masuk menemui Khalifah Harun Ar Rasyid memberikan nasihat,
sampai Sang Khalifah menangis.

Kemudian Ibnus Samak meminta segelas air dan mengatakan: “Wahai,
Amirul Mukminin. Seandainya engkau dihalangi dari (meminum) minuman
ini (padahal engkau kehausan), kecuali dengan (membayar) dunia dan
seisinya, apakah engkau akan menebus segelas air itu dengannya?”
Khalifah menjawab: “Ya”.
Ibnus Samak pun mengatakan: “Minumlah dengan puas, semoga Allah
memberkahi Anda”.
Ketika Khalifah telah minum, Ibnus Samak berkata kepadanya: “Wahai,
Amirul Mukminin. Beritahukan kepadaku, seandainya engkau dihalangi
mengeluarkan minuman ini dari (diri)mu, kecuali dengan (membayar)
dunia dan seisinya, apakah engkau akan menebusnya?”
Khalifah menjawab: “Ya”.
Ibnus Samak mengatakan: “Lalu apakah yang akan engkau lakukan dengan
sesuatu (yakni dunia seisinya) yang seteguk air lebih baik darinya?”
Ini menunjukkan bahwa kenikmatan Allah k yang berupa minum air pada
saat kehausan lebih besar daripada memiliki dunia seisinya. Kemudian
kemudahan di dalam mengeluarkan dengan buang air termasuk kenikmatan
yang terbesar! Ini juga menunjukkan besarnya nikmat kesehatan.
[Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm. 366, Imam Ibnu Qudamah, ta’liq dan
takhrij Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi].

Kita melihat kenyataan manusia yang rela mengeluarkan biaya yang besar
untuk berobat, ini bukti nyata mahalnya kesehatan yang merupakan
kenikmatan dari Allah Ta’ala. Akan tetapi kebanyakan manusia lalai
dari kenikmatan kesehatan ini, dia akan ingat jika kesehatan hilang
darinya.

Diriwayatkan bahwa seseorang mengadukan kemiskinannya dan menampakkan
kesusahannya kepada seorang ‘alim. Maka orang ‘alim itu berkata:
“Apakah engkau senang menjadi buta dengan mendapatkan 10 ribu dirham?”
Dia menjawab: “Tidak”.
Orang ‘alim itu berkata lagi: “Apakah engkau senang menjadi bisu
dengan mendapatkan 10 ribu dirham?”
Dia menjawab: “Tidak”.
Orang ‘alim itu berkata lagi: “Apakah engkau senang menjadi orang yang
tidak punya kedua tangan dan kedua kaki dengan mendapatkan 20 ribu
dirham?”
Dia menjawab: “Tidak”.
Orang ‘alim itu berkata lagi: “Apakah engkau senang menjadi orang gila
dengan mendapatkan 10 ribu dirham?”
Dia menjawab: “Tidak”.
Orang ‘alim itu berkata: “Apakah engkau tidak malu mengadukan Tuanmu
(Allah Azza wa Jalla) sedangkan Dia memiliki harta 50 ribu dinar
padamu?” [Lihat Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm. 366].

DUA KENIKMATAN, BANYAK MANUSIA TERTIPU
Oleh karena itulah seorang hamba hendaklah selalu mengingat-ingat
kenikmatan Allah yang berupa kesehatan, kemudian bersyukur kepadaNya,
dengan memanfaatkannya untuk ketaatan kepadaNya. Jangan sampai menjadi
orang yang rugi, sebagaimana hadits di bawah ini:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا
كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Nabi n bersabda: “Dua kenikmatan,
kebanyakan manusia tertipu pada keduanya, (yaitu) kesehatan dan waktu
luang”. [HR Bukhari, no. 5933].

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Kenikmatan adalah keadaan
yang baik. Ada yang mengatakan, kenikmatan adalah manfaat yang
dilakukan dengan bentuk melakukan kebaikan untuk orang lain”. [Fathul
Bari Syarh Shahih Bukhari, penjelasan hadits no. 5933].

Kata “maghbuun”, secara bahasa artinya tertipu di dalam jual-beli,
atau lemah fikiran.

Al Jauhari rahimahullah berkata: “Berdasarkan ini, kedua (makna itu)
bisa dipakai di dalam hadits ini. Karena sesungguhnya orang yang tidak
menggunakan kesehatan dan waktu luang di dalam apa yang seharusnya,
dia telah tertipu, karena dia telah menjual keduanya dengan murah, dan
fikirannya tentang hal itu tidaklah terpuji”. [Fathul Bari].

Ibnu Baththaal rahimahullah berkata: “Makna hadits ini, bahwa
seseorang tidaklah menjadi orang yang longgar (punya waktu luang)
sehingga dia tercukupi (kebutuhannya) dan sehat badannya. Barangsiapa
dua perkara itu ada padanya, maka hendaklah dia berusaha agar tidak
tertipu, yaitu meninggalkan syukur kepada Allah terhadap nikmat yang
telah Dia berikan kepadanya. Dan termasuk syukur kepada Allah adalah
melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.
Barangsiapa melalaikan hal itu, maka dia adalah orang yang tertipu”.
[Fathul Bari].

Kemudian sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas “kebanyakan
manusia tertipu pada keduanya” ini mengisyaratkan, bahwa orang yang
mendapatkan taufiq (bimbingan) untuk itu, orangnya sedikit.

Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Kadang-kadang manusia itu sehat,
tetapi dia tidak longgar, karena kesibukannya dengan penghidupan. Dan
kadang-kadang manusia itu cukup (kebutuhannya), tetapi dia tidak
sehat. Maka jika keduanya terkumpul, lalu dia dikalahkan oleh
kemalasan melakukan kataatan, maka dia adalah orang yang tertipu.
Kesempurnaan itu adalah bahwa dunia merupakan ladang akhirat, di dunia
ini terdapat perdagangan yang keuntungannya akan nampak di akhirat.
Barangsiapa menggunakan waktu luangnya dan kesehatannya untuk ketaatan
kepada Allah, maka dia adalah orang yang pantas diirikan. Dan
barangsiapa menggunakan keduanya di dalam maksiat kepada Allah, maka
dia adalah orang yang tertipu. Karena waktu luang akan diikuti oleh
kesibukan, dan kesehatan akan diikuti oleh sakit, jika tidak terjadi,
maka itu (berarti) masa tua (pikun).

Sebagaimana dikatakan orang “Panjangnya keselamatan (kesehatan) dan
tetap tinggal (di dunia) menyenangkan pemuda. Namun bagaimanakah
engkau lihat panjangnya keselamatan (kesehatan) akan berbuat? Akan
mengembalikan seorang pemuda menjadi kesusahan jika menginginkan
berdiri dan mengangkat (barang), setelah (sebelumnya di waktu muda)
tegak dan sehat”. [Fathul Bari].

Ath Thayyibi rahimahullah berkata: “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
membuat gambaran bagi mukallaf (orang yang berakal dan dewasa) dengan
seorang pedagang yang memiliki modal. Pedagang tersebut mencari
keuntungan dengan keselamatan modalnya. Caranya dalam hal itu ialah,
dia memilih orang yang akan dia ajak berdagang, dia selalu menetapi
kejujuran dan kecerdikan agar tidak merugi. Kesehatan dan waktu luang
adalah modal, seharusnya dia (mukallaf) berdagang dengan Allah dengan
keimanan, berjuang menundukkan hawa-nafsu dan musuh agama, agar dia
mendapatkan keberuntungan kebaikan dunia dan akhirat. Hal ini seperti
firman Allah:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ
تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ

Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu
perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? [Ash
Shaf:10], dan ayat-ayat berikutnya.

Berdasarkan itu ia wajib menjauhi ketatan kepada hawa-nafsu dan
berdagang / kerja-sama dengan setan agar modalnya tidak sia-sia
bersama keuntungannya.

Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm di dalam hadits tersebut
“kebanyakan manusia tertipu pada keduanya” seperti firman Allah:

وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ

Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih. [Saba’:13].

“Kebanyakan” di dalam hadits itu sejajar dengan “sedikit” di dalam
ayat tersebut”. [Fathul Bari]

Al Qadhi Abu Bakar bin Al ‘Arabi rahimahullah berkata:
“Diperselisihkan tentang kenikmatan Allah yang pertama (yakni yang
terbesar) atas hamba. Ada yang mengatakan ‘keimanan’, ada yang
mengatakan ‘kehidupan’, ada yang mengatakan ‘kesehatan’. Yang pertama
(yaitu keimanan) lebih utama, karena hal itu kenikmatan yang mutlak
(menyeluruh). Adapun kehidupan dan kesehatan, maka keduanya adalah
kenikmatan duniawi, dan tidak menjadi kenikmatan yang sebenarnya,
kecuali jika disertai oleh keimanan. Dan pada waktu itulah banyak
manusia yang merugi, yakni keuntungan mereka hilang atau berkurang.
Barangsiapa mengikuti hawa-nafsunya yang banyak memerintahkan
keburukan, selalu mengajak rileks, sehingga dia meninggalkan
batas-batas (Allah) dan meninggalkan menekuni ketaatan, maka dia telah
merugi. Demikian juga jika dia longgar, karena orang yang sibuk
kemungkinan memiliki alasan, berbeda dengan orang yang longgar, maka
alasan hilang darinya dan hujjah (argumen) tegak atasnya”. [Fathul
Bari].

Maka sepantasnya hamba yang berakal bersegera beramal shalih sebelum
kedatangan perkara-perkara yang menghalanginya.

Imam Al Hakim meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas, bahwa Nabi n
bersabda menasihati seorang laki-laki :

اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ , شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ,
وَصِحَّتِكَ قَبْلَ سَقْمِكَ , وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ , وَفَرَاغَكَ
قَبْلَ شُغْلِكَ , وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

Ambillah kesempatan lima (keadaan) sebelum lima (keadaan). (Yaiutu)
mudamu sebelum pikunmu, kesehatanmu sebelum sakitmu, cukupmu sebelum
fakirmu, longgarmu sebelum sibukmu, kehidupanmu sebelum matimu. [HR Al
Hakim di dalam Al Mustadrak; dishahihkan oleh Syaikh Al Albani di
dalam Shahih At Targhib wat Targhib 3/311, no. 3355, Penerbit Maktabul
Ma’arif, Cet. I, Th. 1421 H / 2000 M].

JEJAK SALAF DALAM MENGISI WAKTU
Al Hasan Al Bashri t berkata: “Wahai, anak Adam. Engkau hanyalah
hari-hari yang dikumpulkan. Setiap satu hari pergi, sebagian dirimu
juga pergi”. (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2/382)

Kami akan sebutkan beberapa riwayat dari Salafush Shalih yang
menunjukkan betapa fahamnya mereka terhadap kesempatan dan nilai waktu
yang ada.

1. Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath Thabari rahimahullah,
pemilik tafsir yang sangat mashur, tafsir Ath Thabari. Beliau seorang
yang sangat mengagumkan. Seandainya kertas-kertas yang telah beliau
tulis dibagi pada umur beliau semenjak lahir, didapati bahwa beliau
menulis setiap harinya 60 lembar atau lebih! Ini perkara yang sangat
menakjubkan! [Ma’alim Fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hlm. 88, karya Syaikh
Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdullah As Sud-han].

2. Imam Nawawi rahimahullah juga mengagumkan. Umur beliau hanyalah
sekitar 45 tahun, namun kitab-kitab karya beliau memenuhi
perpustakaan-perpustakaan umat Islam sekitar 20 jilid. Padahal setiap
harinya, beliau mengajar 12 mata pelajaran. [Ma’alim Fi Thariq
Thalabil ‘Ilmi, hlm. 88].

Di antara karya beliau adalah Syarah Shahih Muslim, Al Majmu’ Syarh Al
Muhadzdzab, Tahdzibul Asma’ Wal Lughaat, Riyadhush Shalihin, Al
Adzkar, dan lain-lain.

3. Imam Az Zuhri rahimahullah, seorang imam yang dikatakan oleh Al
Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah : “Disepakati kebesaran dan
keahliannya”, dahulu beliau biasa mendatangi nenek-nenek, kakek-kakek,
anak-anak, gadis-gadis pingitan, anak kecil, orang tua, beliau
bertanya kepada mereka, mencari (ilmu) dari mereka, sehingga memiliki
ilmu yang besar. [Ma’alim Fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hlm. 90].

4. Imam Al Anmathi rahimahullah, seorang ahli hadits Baghdad. Beliau
menulis (menyalin) kitab Ath Thabaqat karya Ibnus Sa’ad dan kitab
Tarikh Baghdad, dengan tangannya. Seandainya kita kumpulkan juz-juz
kedua kitab itu, banyak di antara kita yang berat atau susah
membawanya. [Ma’alim Fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hlm. 91].

5. Imam Isma’il Al Jurjani rahimahullah. Beliau menulis 90 lembar
setiap malam, dengan tulisan yang rapi. Beliau menulisnya pelan-pelan.
Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkomentar: “Ini, beliau memungkinkan
untuk menulis Shahih Muslim selama sepekan”. [Ma’alim Fi Thariq
Thalabil ‘Ilmi, hlm. 96]

Inilah sebagian amal para salafush shalih dalam mengisi waktunya.
Mungkinkah kita mengikuti jejak kebaikan mereka? Semoga.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun IX/1426H/2005.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke