KEMAKSIATAN DAN DAMPAK NEGATIFNYA TERHADAP INDIVIDU DAN MASYARAKAT
Oleh
Syaikh Raid bin Shabri Abu ‘Ulfah
http://almanhaj.or.id/content/3097/slash/0


Perbuatan dosa dan maksiat memberi pengaruh yang besar serta efek yang
sangat berbahaya bagi masyarakat dan individu. Allah telah menerangkan
dengan sejelas-jelasnya pengaruh perbuatan ini sejak perbuatan maksiat
dilakukan pertama kali.

Marilah kita mengambil beberapa nash Al Qur’an dan hadits, serta atsar
(riwayat) ulama’ Salaf yang menyebutkan pengaruh-pengaruh ini. Allah
berfirman.

وَعَصَى ءَادَمُ رَبَّهُ فَغَوَى . ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ
عَلَيْهِ وَهَدَى . قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ
عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ
فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى . وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ
مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى . قَالَ
رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنتُ بَصِيرًا . قَالَ كَذَلِكَ
أَتَتْكَ ءَايَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنسَى .
وَكَذَلِكَ نَجْزِي مَنْ أَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِن بِئَايَاتِ رَبِّهِ
وَلَعَذَابُ اْلأَخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَى

Dan Adam pun mendurhakai Rabb-nya, maka ia sesat. Kemudian Rabb-nya
(Adam) memilihnya, maka Dia menerima taubatnya dan memberi Adam
petunjuk. Allah berfirman, "Turunlah kamu berdua dari surga
bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh sebagian yang lain. Maka
jika datang kepadamu petunjuk dariKu, lalu barangsiapa yang mengikuti
petunjukKu, ia tidak akan seat dan ia tidak akan celaka. Dan
barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada
hari kiamat dalam keadaan buta". Berkatalah ia:"Ya, Rabb-ku, mengapa
Engkau menghimpun aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya
seorang yang bisa melihat". Allah berfirman:"Demikianlah, telah datang
kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula)
pada hari inipun kamu dilupakan". Dan demikanlah Kami membalas orang
yang melampaui batas dan tidak percaya terhadap ayat-ayat Rabb-nya.
Dan sesungguhnya adzab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.
[Thaha:121-127].

Ayat ini menyebutkan beberapa efek negatif yang ditimbulkan karena
perbuatan maksiat. Allah menjelaskan dalam ayat ini, bahwa akibat
(yang ditimbulkan karena) perbuatan maksiat adalah ghay (kesesatan)
yang merupakan sebuah kerusakan. Seakan-akan Allah berfirman
“Barangsiapa mendurhakai Allah, maka Allah akan merusak kehidupannya
di dunia.” Makna seperti ini juga disebutkan dalam ayat-ayat berikut.
FirmanNya:

فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى

Lalu barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, ia tidak akan sesat dan ia
tidak akan celaka. [Thaha : 123].

Konsekwensinya, orang yang tidak mengikuti petunjuk Allah, maka ia
akan sesat dan sengsara. Dan ayat-ayat berikut ini menjelaskan lebih
gamblang.

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا

Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit. [Thaha:124].

Maksudnya, dia akan mendapatkan kesengsaraan dan kesusahan. Dalam
tafsirnya (3/164), Ibnu Katsir berkata: “Di dunia, dia tidak akan
mendapatkan ketenangan dan ketenteraman. Hatinya gelisah yang
diakibatkan kesesatannya. Meskipun dhahirnya nampak begitu enak, bisa
mengenakan pakaian yang ia kehendaki, bisa mengkonsumsi jenis makanan
apa saja yang ia inginkan, dan bisa tinggal dimana saja yang ia
kehendaki; selama ia belum sampai kepada keyakinan dan petunjuk, maka
hatinya akan senantiasa gelisah, bingung, ragu dan masih terus saja
ragu. Inilah bagian dari kehidupan yang sempit”.

Alangkah seringnya kita melihat dan mendengar berita tentang orang
yang memiliki harta yang sangat banyak, mati bunuh diri dengan terjun
dari tempat-tempat yang tinggi (atau gedung-gedung). Apa yang
menyebabkan mereka melakukan itu? (Sudah puaskah mereka menikmati
harta kekayaannya, Pent)? Pasti, penyebabnya adalah sempitnya
kehidupan yang menderanya akibat berpaling dari dzikrullah. Kalau
orang-orang yang berpaling dari dzikrullah itu tidak bertaubat, maka
akibatnya mereka akan dikumpulkan pada hari kiamat di padang Mahsyar
dalam keadaan buta. Allah berfirman.

وَمَنْ كَانَ فِي هَذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِي اْلأَخِرَةِ أَعْمَى
وَأَضَلُّ سَبِيلاً

Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat
(nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang
benar) [Al Isra:72].

Dan dia akan dibiarkan di dalam neraka. Allah berfirman.

قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنتُ بَصِيرًا . قَالَ
كَذَلِكَ أَتَتْكَ ءَايَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ
تُنْسَى

Berkatalah ia: "Ya, Rabb-ku. Mengapa Engkau mengumpulkan aku dalam
keadaan buta, padahal aku dahulunya seorang yang dapat melihat?” Allah
berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka
kamu melupakannya, dan begitu(pula) pada hari inipun kamu dilupakan.”
[Thaha :125- 126].

Kata “dilupakan” dalam ayat di atas, maksudnya adalah ia dibiarkan di
dalam neraka sebagai balasan yang setimpal. Jadi balasan itu sejenis
dengan perbuatannya. (Dia melupakan syari’at Allah di dunia, maka
Allah melupakan dia di dalam nerakaNya, Pent).

Perhatikanlah pula pengaruh dan efek dari perbuatan maksiat dalam firman Allah.

وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَن نَّصْبِرَ عَلَى طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ
لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنبِتُ اْلأَرْضُ مِن بَقْلِهَا وَ
قِثَّآئِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ
الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُوا مِصْرًا فَإِنَّ
لَكُم مَّا سَأَلْتُمْ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ
وَبَآءُوا بِغَضَبٍ مِّنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا
يَكْفُرُونَ بِئَايَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ
الْحَقِّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ

Dan (ingatlah), ketika kamu (Bani Israil) berkata: "Hai Musa, kami
tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu
mohonkanlah untuk kami kepada Rabb-mu, agar Dia mengeluarkan bagi
kami, apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: sayur-mayurnya, ketimunnya,
bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya". Musa berkata:
"Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang
baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pastilah kamu memperoleh apa yang
kamu minta". Lalu ditimpakan kenistaan dan kehinaan kepada mereka,
serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena
mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa
alasan yang benar. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat
durhaka dan melampaui batas. [Al Baqarah:61].

Ayat ini memuat beberapa akibat (yang ditimbulkan karena perbuatan)
maksiat. Diantaranya:

Pertama : Allah telah menetapkan kehidupan yang rendah buat mereka,
karena mereka menghendaki hal itu. Maka terwujudlah yang mereka minta.
Mereka menukar madu dan salwa (sejenis burung puyuh, Pent) (ini
merupakan sesuatu yang lebih berharga) dengan sayur-mayur, mentimun,
bawang putih, kacang adas dan bawang merah (sesuatu yang lebih
rendah).

Kedua : Ditimpakan kepada mereka kehinaan. Bukan itu saja, bahkan
kepada mereka ditimpakan maskanah. Yaitu kefakiran dan kehinaan. Allah
telah menetapkan hal itu bagi mereka.

Ketiga : Mereka akan kembali kepada Allah dengan menanggung kemurkaan
Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Renungkanlah firman Allah:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ
فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah (Rasulullah) takut
akan ditimpa musibah atau ditimpa adzab yang pedih. [An Nur:63].

Maksud menyelisihi perintah Rasulullah, adalah menyeleweng dari
perintahnya. Akibat yang (ditimbulkan) dari fitnah (musibah), yaitu
meliputi kemurtadan, kematian, kegoncangan, kesusahan, penguasa yang
zhalim dan tertutupnya hati, kemudian setelah itu (akan mendapat adzab
yang pedih).

Ada seorang laki-laki datang kepada Zubair bin Bikar. Dia berkata
kepada Zubair: “Wahai, Abu Abdillah. Dari manakah saya memulai
berihram?” Zubair menjawab: “Dari Dzul Hulaifah (nama tempat), dari
tempat mulai berihramnya Rasulullah.” Orang tadi berkata: “Saya ingin
berihram dari masjid.” Abu Abdillah berkata: “Janganlah anda
melakukannya”. Orang tadi berkata: “Saya ingin berihram dari masjid,
dari dekat kubur itu.” Abu Abdillah berkata: “Janganlah anda
melakukannya, saya khawatir akan terjadi fitnah (musibah) pada
dirimu.” Orang tadi berkata lagi: “Fitnah (musibah) macam apa? Saya
hanya menambah beberapa mil saja?” Abu Abdillah berkata: “Fitnah
manakah yang lebih besar dari pada pendapatmu (yang menganggap bahwa)
engkau telah mencapai keutamaan yang telah ditinggalkan Rasulullah?
Saya pernah mendengar Allah berfirman:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ
فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahNya takut akan
ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. [Thaha:63].

Diantara pengaruh lainnya karena perbuatan maksiat juga, yaitu
ditenggelamkan. Allah menceritakan apa yang Allah lakukan terhadap
kaum Nuh q :
مِّمَّا خَطِيئَاتِهِمْ أُغْرِقُوا فَأُدْخِلُوا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوا
لَهُم مِّن دُونِ اللهِ أَنصَارًا

Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu
dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong
bagi mereka selain dari Allah. [Nuh:25].

Diantara pengaruh yang ditimbulkan karena perbuatan maksiat juga,
yaitu kehancuran total. Allah berfirman.

وَإِذَآ أَرَدْنَآ أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا
فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا
تَدْمِيرًا

Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan
kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (untuk mentaati
Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan di dalam negeri itu, maka
sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami),
kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”. [Al Isra’:16].

Dan (masih ada lagi akibat negatif lainnya, Pent), kitab Allah penuh
dengan penyebutan pengaruh-pengaruh ini.

Begitu juga Sunnah, banyak menyebutkan akibat-akibat yang ditimbulkan
karena perbuatan maksiat. Saya kira cukup dengan menyebutkan dua
contoh saja, (yaitu) hadits yang menyebutkan kerendahan dan kehinaan.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

بُعِثْتُ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ
وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ
عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Aku diutus (Allah) sebelum hari kiamat dengan membawa pedang, sampai
hanya Allah yang disembah, tidak ada sekutu bagiNya. Dan rizqiku telah
dijadikan di bawah bayangan tombakku. Dan dijadikan kerendahan dan
kehinaan bagi orang yang menyelisihi perintahku. Barangsiapa yang
menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan kaum itu.[1]

Allah telah menetapkan kerendahan dan kehinaan bagi orang yang
menyelisihi perintah Allah dan RasulNya. Siapa yang ingin mengetahui
tafsir yang sebenarnya dari hadits ini, hendaklah ia melihat
kenyataan, maka dia akan mendapatkan apa yang telah diberitakan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Orang-orang muslim pada saat
ini telah terhina. Di segala penjuru dunia, mereka dikuasai oleh
musuh-musuh. Bukan itu saja, bahkan musuh-musuh itu melakukan
pembunuhan dan penyiksaan terhadap mereka, padahal musuh-musuh itu
mengetahui bahwa umat Islam itu tidak sedikit. Akan tetapi, (keadaan)
umat Islam seperti apa yang telah dijelaskan oleh Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam.

غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ [2

buih, seperti buih air bah.[3]

Hadits lain yang memperkuat hadits ini, adalah hadits yang kedua berikut ini.

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ
وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ
عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

Jika kalian jual beli dengan cara ‘inah, dan kalian memegangi ekor
sapi, kalian rela dengan bercocok tanam dan kalian meninggalkan jihad,
maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian. Allah tidak akan
menghilangkan kehinaan itu sampai kalian kembali kepada dien
kalian.[4]

Dan kata “hina” yang disebutkan dalam hadits ini sama dengan kata
“hina” yang terdapat pada hadits sebelumnya. Pendek kata, umat Islam
pada masa kita sekarang ini telah terpecah-pecah, maka mereka menjadi
kelompok-kelompok dan bercerai berai. Wala haula wala quwwata illa
billah.

Jika seseorang telah menjadi hina dalam pandangan Allah, maka tidak
ada yang bisa memuliakannya, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla.

وَمَن يُهِنِ اللهُ فَمَالَهُ مِن مُّكْرِمٍ

Dan barangsiapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorangpun yang
memuliakannya. [Al Hajj:18].

Meskipun nampaknya dia diagungkan oleh manusia, karena manusia masih
membutuhkannya atau takut kepada kejahatannya, namun hakikatnya dia
adalah orang yang paling hina dalam hati-hati manusia tersebut. [5]

Adapun atsar (riwayat) ulama’ Salaf (yang menyebutkan pengaruh
perbuatan maksiat), Ibnu Al Jauzi berkata dalam kitab Talbisul Iblis
(227): Dari Abu Abdillah bin Al Jalla’, dia berkata: “Aku sedang
melihat seorang anak Nashrani yang tampan wajahnya, lalu lewat di
depan saya Abu Abdillah Al Balkha, dia berkata,“Kenapa berhenti?” Saya
menjawab,”Wahai, paman. Tidakkah anda melihat bentuk ini? Bagaimana ia
bisa disiksa dengan api?” Lalu dia menepukkan kedua tangannya di
bahuku sambil berkata: “Sungguh kamu akan menanggung akibatnya.”
Al-Jalla’ berkata: “Sayapun menanggung risikonya empat puluh tahun
kemudian. Saya lupa (hapalan) Qur’an”

Terakhir, hendaklah setiap diri kita mengetahui, bahwasanya pengaruh
perbuatan maksiat itu tidak hanya terbatas pada pelaku itu sendiri,
akan tetapi pengaruhnya akan menular kepada anak-anak. Mereka akan
merasakan efek negatif, sebagaimana juga perbuatan taat akan
menularkan pengaruh positif pada anak-anak. Dua hal ini telah
ditetapkankan dalam Kitabullah. Allah berfirman,

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا
خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar. [An Nisa’:9].

Ini adalah pengaruh negatifnya. Adapun pengaruh positifnya, Allah berfirman:

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلاَمَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ
وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ
رَبُّكَ أَن يَبْلُغَآ أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا
رَحْمَةً مِن رَّبِّكَ

Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota
itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua,
sedang ayahnya adalah seorang yang shalih, maka Rabb-mu menghendaki
agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan
simpanan itu, sebagai rahmat dari Rabb-mu; dan bukanlah aku
melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. [Al
Kahfi:82].

Allah telah menjaga harta benda milik dua orang anak yatim dikarenakan
keshalihan kedua orangtua mereka. Pengaruh amalan shalih menjadi jelas
dan menular kepada anak keturunan.

Diantara efek negatif perbuatan dosa lainnya, yaitu hilangnya anggapan
dosa itu jelek. Orang yang gemar melakukan perbuatan maksiat, berarti
sama dengan menorehkan titik hitam di dalam hatinya, sampai akhirnya
tertutup dengan titik-titik itu akibat dosanya. Dalam sebuah hadits
yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Imam Tirmidzi dengan sanad yang
jayyid (bagus), dari Abu Shalih dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu,
dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ ذَنْبًا نُكِتَ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ
سَوْدَاءُ فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ
زَادَ زَادَتْ حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي
ذَكَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي الْقُرْآنِ كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى
قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Sesungguhnya seorang mukmin, jika melakukan satu perbuatan dosa, maka
ditorehkan di hatinya satu titik hitam. Jika ia bertaubat, berhenti
dan minta ampun, maka hatinya akan dibuat mengkilat (lagi). Jika
semakin sering berbuat dosa, maka titik-titik itu akan bertambah
sampai menutupi hatinya. Itulah raan yang disebutkan Allah dalam Al
Qur’an.

كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka
usahakan itu menutup hati mereka. [Al Muthaffifin:14].[6]

Pemilik hati seperti ini, tidak akan bisa membedakan antara yang baik
dan buruk dalam pandangan Allah dan RasulNya, kecuali sesuatu yang
dianggap baik atau buruk oleh hawa nafsunya. Tolok ukurnya bukan lagi
firman Allah atau sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia
tidak menganggap jelek perbuatan maksiat yang dinyatakan jelek oleh
Allah dan RasulNya, sehingga ia tidak merasa malu melakukan perbuatan
maksiat di hadapan khalayak. Ia melakukan perbuatan maksiat dengan
terang-terangan, bahkan dengan bangga ia menceritakan perbuatan
maksiatnya yang tidak diketahui oleh orang lain. Orang-orang seperti
ini termasuk golongan orang-orang yang tidak mendapatkan ampunan dari
Allah, terhalangi dari pintu taubat baginya, bahkan biasanya tertutup.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنْ
الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ
يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ يَا فُلَانُ
عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ
وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

Setiap umatku akan dimaafkan, kecuali mujahirin (pelaku maksiat dengan
terang-terangan). Dan termasuk dalam mujaharah (berbuat maksiat dengan
terang-terangan), (yaitu) seseorang melakukan satu perbuatan pada
malam hari, kemudian dia memasuki waktu pagi dan Allah menutupi
perbuatannya itu, lalu ia mengatakan “Wahai, fulan. Semalam aku
melakuan ini dan itu” Dia tidur semalam dan Allah menutupi
perbuatannya, lalu ketika memasuki waktu pagi dia membuka tabir Allah.
[HR Bukhari Muslim].[7]

Diantara efek negatif yang lain, yaitu melemahkan hati. Ini merupakan
akibat yang paling mengkhawatirkan atas seorang hamba. Dosa akan
melemahkan keinginan hati, keingian berbuat maksiat semakin menguat,
sementara keinginan untuk bertaubat sedikit demi sedikit semakin
melemah. Sampai akhirnya, keinginan untuk bertaubat hilang sama
sekali. Kalau seandainya, hati seseorang mati separuh saja, maka dia
tidak akan bisa bertaubat, (apalagi kalau mati total). Akibatnya, dia
akan sering melakukan istighfar atau taubat dusta, sementara hatinya
tertambat dengan perbuatan maksiat, dan dia tetap berazam untuk
melakukannya ketika kondisi memungkinkan. Inilah penyakit hati yang
paling berat dan paling dekat kepada kehancuran [8]. Dan masih banyak
lagi efek negatif yang diakibatkan karena perbuatan maksiat.[9]

Terakhir sekali, hendaklah setiap diri kita mengetahui, bahwasanya
perbuatan maksiat terlihat pada wajah dan ucapan para pelaku. Tidak
ada satu rahasiapun yang disembunyikan, melainkan Allah akan memasang
bungkusnya. Jika baik, maka baik pula (tutupnya). Dan jika jelek, maka
jelek pula tutupnya. Oleh karena itu, Allah berfirman kepada NabiNya
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

وَلَوْ نَشَآءُ لأَرَيْنَاكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُم بِسِيمَاهُمْ
وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ وَاللهُ يَعْلَمُ
أَعْمَالَكُمْ

Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami perlihatkan mereka kepadamu
sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya.
Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan
mereka dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu [Muhammad:30].

أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ أَن لَّن يُخْرِجَ اللهُ
أَضْغَانَهُمْ

Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa
Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka. [Muhammad:29].

Dan diriwayatkan dari Amirul Mukminin Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu
'anhu, beliau berkata: “Tidaklah seseorang itu menyembunyikan satu
rahasiapun, kecuali Allah nampakkan pada rona wajahnya dan ucapan
lisannya”.
Sebagian Salaf mengatakan: “Demi, Allah. Sungguh saya bisa mengetahui
perbuatan maksiat saya dari perangai isteri saya dan mogoknya
tunggangan saya”.

Waakhiru da’wanaa alhamdulillah Rabbil ‘alamin.

(Diterjemahkan dari majalah Al Ashalah, Edisi tanggal 15 Dzulhijjah
1416 H, halaman 60-64, dengan tambahan catatan kaki dan sedikit
tambahan dari kitab Ad Da’ Wad Dawa’)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun VIII/1425H/2004.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke