S I W A K
Oleh
Ibnu ‘Abidin As-Soronji
http://almanhaj.or.id/content/2756/slash/0

KEUTAMAAN SIWAK
Termasuk sunnah yang paling sering dan yang paling senang dilakukan oleh 
Rosulullah n adalah bersiwak. Siwak merupakan pekerjaan yang ringan namun 
memiliki faedah yang banyak baik bersifat keduniaan yaitu berupa kebersihan 
mulut, sehat dan putihnya gigi, menghilangkan bau mulut, dan lain-lain, maupun 
faedah-faedah yang bersifat akhirat, yaitu ittiba’ kepada Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam dan mendapatkan keridhoan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. 
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ (رواه أحمد)

"Siwak merupakan kebersihan bagi mulut dan keridhaan bagi Rabb". [Hadits shahih 
riwayat Ahmad, Irwaul Ghalil no 66). [Syarhul Mumti’ 1/120 dan Taisir ‘Alam 
1/62]

Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam begitu bersemangat 
melakukannya dan sangat ingin agar umatnya pun melakukan sebagaimana yang dia 
lakukan, hingga beliau bersabda.

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلىَ أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ باِلسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ 
وُضُوْءٍ

"Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka 
untuk bersiwak setiap akan wudlu". [Hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Irwaul 
Ghalil no 70]

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلىَ أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ باِلسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ 
صَّلاَةٍ 

"Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka 
untuk bersiwak setiap akan shalat". [Hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Irwaul 
Ghalil no 70]

Ibnu Daqiqil ‘Ied menjelaskan sebab sangat dianjurkannya bersiwak ketika akan 
shalat, beliau berkata: “Rahasianya yaitu bahwasanya kita diperintahkan agar 
dalam setiap keadaan ketika bertaqorrub kepada Allah, kita senantiasa dalam 
keadaan yang sempurna dan dalam keadaan bersih untuk menampakkan mulianya 
ibadah”. Dikatakan bahwa perkara ini (bersiwak ketika akan shalat) berhubungan 
dengan malaikat karena mereka terganggu dengan bau yang tidak enak. Berkata 
Imam As-Shan’ani : “Dan tidaklah jauh (jika dikatakan) bahwasanya rahasianya 
adalah digabungkannya dua perkara yang telah disebutkan (di atas) sesuai dengan 
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits Jabir Radhiyallahu 'anhu.
: 
مَنْ أَكَلَ الثَّوْمَ أَوِ الْبَصَالَ أَوِ الْكَرَّاثَ فَلاَ يَقْرَبَنَّ 
مَسْجِدَنَا لأَنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى بِهِ بَنُوْ آدَمَ

"Barang siapa yang makan bawang putih atau bawang merah atau bawang bakung maka 
janganlah dia mendekati mesjid kami. Sesungguhnya malaikat terganggu dengan 
apa-apa yang bani Adam terganggu dengannya" [Taisir ‘Alam 1/63]

Dan ternyata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak hanya bersiwak 
ketika akan shalat saja, bahkan beliau juga bersiwak dalam berbagai keadaan. 

Diantaranya ketika dia masuk kedalam rumah…

رَوَى شُرَيْحٌ بْنُ هَانِئِ قَالَ : سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا 
بِأَيِّ شَيِءٍ يَبْدَأُ النَّبِيُّ إِذَا دَخَلَ بَيِتَهُ ؟ قَالَتْ : 
بِالسِّوَاكِ (رواه مسلم)

Telah meriwayatkan Syuraih bin Hani, beliau berkata : "Aku bertanya kepada 
‘Aisyah : “Apa yang dilakukan pertama kali oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam jika dia memasuki rumahnya ?” Beliau menjawab :”Bersiwak”. [Hadits 
riwayat Muslim, Irwaul Ghalil no 72]

Atau ketika bangun malam…

عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ 
اللهِ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ يَشُوْسُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ

"Dari Hudzaifah ibnul Yaman Radhiyallahu 'anhu, dia berkata : “Adalah 
Rasulullah jika bangun dari malam dia mencuci dan menggosok mulutnya dengan 
siwak". [Hadits riwayat Bukhari]

Bahkan dalam setiap keadaan pun boleh bagi kita untuk bersiwak. Sesuai dengan 
hadits di atas (السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ). Dalam 
hadits ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memutlakkannya dan tidak 
mengkhususkannya pada waktu-waktu tertentu. Oleh karena itu siwak boleh 
dilakukan setiap waktu (Syarhul mumti’ 1/120, Fiqhul Islami wa Adillatuhu 
1/300), sehingga tidak disyaratkan hanya bersiwak ketika mulut dalam keadaan 
kotor [Syarhul Mumti’ 1/125]. 

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sangat bersemangat ketika bersiwak, 
sehingga sampai keluar bunyi dari mulut beliau seakan-akan beliau muntah.

عَنْ أَبِي مُوْسَى اَلأَشْعَرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : أَتَيْتُ النَّبِيَّ 
وَهُوَ يَسْتَاكُ بِسِوَاكٍ رَطْبٍ قَالَ وَطَرْفُ السِّوَاكِ عَلَى لِسَانِهِ 
وَهُوَ بَقُوْلُ أُعْ أُعْ وَالسِّوَاكُ فِيْ فِيْهِ كَأَنَّهُ يَتَهَوَّعُ 

"Dari Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu 'anhu berkata : "Aku mendatangi Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan dia sedang bersiwak dengan siwak yang basah. 
Dan ujung siwak pada lidahnya dan dia sambil berkata “Uh-uh”. Dan siwak berada 
pada mulutnya seakan-akan beliau muntah". [Hadits riwayat Bukhori dan Muslim]

Dan yang lebih menunjukan akan besarnya perhatian beliau dengan siwak yaitu 
bahwasanya diakhir hayat beliau, beliau masih menyempatkan diri untuk bersiwak 
sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah :

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : دَخَلَ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِيْقِ 
عَنْهُ عَلَى النَّبِيِّ وَ أَنَا مُسْنِدَتُهُ إلَى صَدْرِي - وَمَعَ عَبْدِ 
الرَّحْمنِ سِوَاكٌ رَطْبٌ يَسْتَنُّ بِهِ – فَأَبَدَّهُ رَسُوْلُ اللهِ بَصَرَهُ، 
فَأَخَذْتُ السِّوَاكَ فَقَضِمْتُهُ وَطَيَّبْتُهُ، ثُمَّ دَفَعْتُهُ إِلَى 
النَّبِيِّ فَاسْتَنَّ بِهِ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ اسْتَنَّ اسْتِنَانًا 
أَحْسَنَ مِنْهُ. فَمَا عَدَا أَنْ فَرَغَ رَسُوْلُ اللهِ رَفَعَ يَدَهُ أَوْ 
إِصْبَعَهُ ثُمَّ قَالَ : (فِي الرَّفِيْقِ الأَعْلَى) ثَلاَتًا، ثُمَّ قُضِيَ 
عَلَيْهِ
وَ فِي لَفْظٍ: فَرَأَيْتُهُ يَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَ عَرَفْتُ أَنَّهُ يُحِبُّ 
السِّوَاكَ فَقُلْتُ آخُذُهُ لَكَ ؟ فَأَشَرَ بِرَأْسِهِ : أنْ نَعَمْ 

"Dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha berkata : Abdurrahman bin Abu Bakar As-Sidik 
Radhiyallahu 'anhu menemui Nabi dan Nabi bersandar di dadaku. Abdurrahman 
Radhiyallahu 'anhu membawa siwak yang basah yang dia gunakan untuk bersiwak. 
Dan Rasulullah memandang siwak tersebut (dengan pandangan yang lama). Maka aku 
pun lalu mengambil siwak itu dan menggigitnya (untuk dibersihkan-pent) lalu aku 
membaguskannya kemudian aku berikan siwak tersebut kepada Rasulullah, maka 
beliaupun bersiwak dengannya. Dan tidaklah pernah aku melihat Rasulullah 
bersiwak yang lebih baik dari itu. Dan setelah Rasulullah selesai dari bersiwak 
dia pun mengangkat tangannya atau jarinya lalu berkata : 

فِي الرَّفِيْقِ الأَعْلَى

Beliau mengatakannya tiga kali. Kemudian beliau wafat.

Dalam riwayat lain ‘Aisyah berkata :”Aku melihat Rasulullah memandang siwak 
tersebut, maka akupun tahu bahwa beliau menyukainya, lalu aku berkata : ‘Aku 
ambilkan siwak tersebut untuk engkau?” Maka Rasulullah mengisyaratkan dengan 
kepalanya (mengangguk-pent) yaitu tanda setuju". [Diriwayatkan oleh Bukhori dan 
Muslim]

Oleh karena itu berkata sebagian ulama : “Telah sepakat para ulama bahwasanya 
bersiwak adalah sunnah muakkadah karena anjuran Rasulullah Shallallahu 'alaihi 
wa sallam dan kesenantiasaan beliau melakukannya dan kecintaan beliau serta 
ajakan beliau kepada siwak tersebut." [Fiqhul Islami wa Adillatuhu 1/300]

DEFINISI SIWAK
Siwak adalah nama untuk dahan atau akar pohon yang digunakan untuk bersiwak. 
Oleh karena itu semua dahan atau akar pohon apa saja boleh kita gunakan untuk 
bersiwak jika memenuhi persyaratannya, yaitu :

1. Harus lembut, sehingga batang atau akar kayu yang keras tidak boleh 
digunakan untuk bersiwak karena bisa merusak gusi dan email gigi.

2. Bisa membersihkan dan berserat serta bersifat basah, sehingga akar atau 
batang yang tidak ada seratnya tidak bisa digunakan untuk bersiwak

3. Seratnya tersebut tidak berjatuhan ketika digunakan untuk bersiwak sehingga 
bisa mengotori mulut. [Syarhul Mumti’ 1/118]

BOLEHKAH BERSIWAK MENGGUNAKAN SIKAT GIGI MODERN DAN PASTA GIGI?
Sebagian ulama berpendapat tidaklah dikatakan bersiwak dengan sikat gigi adalah 
sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam karena siwak berbeda dengan sikat 
gigi. Siwak memiliki banyak kelebihan dibandingkan sikat gigi. Namun pendapat 
yang benar bahwasanya jika tidak terdapat akar atau dahan pohon untuk bersiwak 
maka boleh kita bersiwak dengan menggunakan sikat gigi biasa karena illah 
(sebab) disyariatkannya siwak adalah untuk membersihkan gigi. Bahkan Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah besiwak dengan jarinya ketika berwudhu, 
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ali Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam

أدْخَلَ أضصْبِعَهُ عِنْدَ الْوُضُوْءِ وَ حَرَّكَهَا

"Beliau memasukkan jarinya (ke dalam mulutnya-pent) ketika berwudlu dan 
menggerak-gerakkannya". [Hadits riwayat Ahmad dalam musnadnya 1/158. Berkata 
Al-Hafizh dalam talkhis 1/70 setelah beliau membawakan hadits-hadits tentang 
siwak dengan jari yaitu dari hadits Anas Radhiyallahu 'anhu dan Aisyah dan 
selain keduanya :”Dan hadits yang paling shahih tentang siwak dengan jari 
adalah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari hadits Ali 
bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu"] [Syarhul Mumti’ 1/118-119]

Dan bersiwak dengan menggunakan akar atau dahan pohon adalah lebih baik dan 
lebih mengikuti sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam karena memiliki 
faedah yang banyak dan bisa digunakan setiap saat serta bisa dibawa 
kemana-mana. Namun anehnya banyak kaum muslimin yang merasa tidak senang jika 
melihat orang yang bersiwak dengan akar atau dahan pohon, padahal tidak 
diragukan lagi akan kesunnahannya. Mereka memandang orang yang bersiwak dengan 
akar kayu dengan pandngan sinis atau pandangan mengejek. Apakah mereka membenci 
sunnah yang sering dilakukan dan dicintai oleh Nabi Shallallawau alaihi wa 
salam bahkan ketika akhir hayat beliau? Tidak cukup hanya dengan membenci, 
merekapun memberikan olok-olokan yang tidak layak sampai-sampai mereka 
mengatakan orang yang bersiwak adalah orang yang jorok.

CARA BRSIWAK
Hendaklah bersiwak dengan menggosok bagian kanan gigi, setelah itu bagian yang 
kiri. Hal ini sesuai dengan hadits ‘Aisyah.

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِيْ تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ 
وَطُهُوْرِهِ وَفِيْ شَاْنِهِ كُلِّهِ

"Adalah menyenangkan Rasulullah untuk memulai dengan yang kanan ketika memakai 
sendal, menyisir rambut, ketika bersuci, dan dalam semua keadaan" [Hadits 
riwayat Bukhari dan Muslim]

Dan siwak termasuk dari bersuci. Namun para ulama berselisih tentang mana yang 
lebih afdhal, apakah memegang siwak dengan menggunakan tangan kanan atau dengan 
tangan kiri?.

Sebagian ulama berpendapat bahwa yang lebih afdhal adalah dengan tangan kanan. 
Karena bersiwak adalah sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , dan sunnah 
adalah ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan ketaatan kepada Allah 
Subhanahu wa Ta'ala tidak layak dilaksanakan dengan yang kiri.

Sebagian ulama yang lain (diantaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah) menganggap 
yang lebih afdhal adalah dengan tangan kiri. Karena bersiwak adalah termasuk 
membersihkan kotoran sebagaimana beristinja’ dan beristijmar. Oleh karena itu 
lebih baik menggunakan tangan kiri.

Sebagian ulama yang lainnya (yaitu sebagian para ulama dari madzhab Maliki) 
memerinci. Jika niat bersiwak untuk membersihkan kotoran maka yang lebih afdhal 
menggunakan tangan kiri, namun jika niatnya hanya sekedar melaksanakan sunnah 
(walaupun gigi dalam keadaan bersih-pent) seperti bersiwak ketika wudlu atau 
ketika akan sholat maka lebih baik menggunakan tangan kanan.

Namun tentang masalah ini perkaranya luas (bebas) karena tidak adanya dalil 
yang jelas yang menunjukan akan hal ini. [Syarhul Mumti’ 1/126-12]

BOLEHKAH SESEORANG YANG BERPUASA BERSIWAK?
Tentang masalah ini juga terjadi khilaf diantara para ulama’. Makruh menurut 
Syafi’iyah dan Hanabilah seseorang yang berpuasa bersiwak setelah waktu zawal 
(condongnya matahari) atau sejak masuk waktu shalat dhuhur hingga terbenam 
matahari. Dalil mereka.

1. Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

إِذَا صُمْتُمْ فَاسْتِكُوْا بِالْغَدَاةِ وَلاَ تَسْتَكُوْا بِالْعَشِيِّ

"Jika kalian berpuasa maka bersiwaklah ketika pagi hari dan janganlah kalian 
bersiwak ketika sore hari"(setelah zawal-pent)". [Hadits riwayat Daruqutni dari 
hadits Ali bin Abi Thalib, namun sanadnya dha’if lihat Irwaul Ghalil no 67]

2. Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسكِ

"Bau mulutnya orang yang berpuasa sungguh lebih baik di sisi Allah daripada bau 
misik". [Hadits riwayat Bukhari dan Muslim]

Dan bau mulut tersebut biasanya tidaklah muncul kecuali pada sore hari. Dan bau 
tersebut muncul dari ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla, maka tidak selayaknya 
untuk dihilangkan sebagaimana darahnya para syuhada’ tidak boleh dihilangkan 
sehingga mereka dikuburkan bersama darah-darah mereka dan tanpa dimandikan.

Dan tidak dimakruhkan sama sekali secara mutlak menurut Malikiah dan Hanafiah 
seseorang yang berpuasa untuk bersiwak kapan saja. Dan ini adalah pilihan 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Berkata Imam Syaukani :"Yang benar disunnahkan 
orang yang berpuasa untuk bersiwak sejak awal siang hingga akhirnya (dari 
semenjak pagi sampai terbenam matahari –pent), dan inilah pendapat jumhur para 
imam". [Fiqhul Islami 1/302]

Dalilnya yaitu :
1. Hadits-hadits yang menganjurkan untuk bersiwak itu bersifat umum baik bagi 
orang yang tidak berpuasa maupun yang berpuasa. Dan tidak ada satu dalilpun 
yang shahih yang mengkhususkan bahwa tidak dianjurkan bersiwak bagi orang yang 
berpuasa setelah dhuhur. Sedangkan hadits Ali Radhiyallahu 'anhu yang 
diriwayatkan oleh Imam Daruqutni, hadits tersebut dhai’f maka tidak bisa 
dijadikan hujjah.

Syaikh Al-Albani berkata mengomentari hadits Ali yang dha’if ini :”…Dan jika 
engkau telah mengetahui lemahnya hadits ini maka tidak ada hujjah padanya 
(hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah akan makruhnya bersiwak bagi orang yang 
berpuasa setelah zawal-pent). Lagi pula hadits ini bertentangan dengan 
dalil-dalil yang umum tentang disyari’atkannya siwak yang berlaku bagi orang 
yang berpuasa pada setiap waktu. Dan betapa baik apa yang telah diriwayatkan 
oleh At-Thabrani :

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ غَنِمٍ قَالَ : سَأَلْتُ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ : 
آتَسَوَّكُ وَأَنَا صَائِمٌ ؟ قَالَ : نَعَمْ, قُلْتُ : أَيُّ النَّهَارِ ؟ قَالَ 
: غُدْوَةً أَوْ عَشِيَّةً. قُلْتُ : إِنَّ النَّاسَ يَكْرَهُوْنَ عَشِيَّةً وَ 
يَقُوْلُوْنَ إِنَّ رَسُلَ اللهِ قَالَ : لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ 
عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسكِ ؟ قَالَ : سُبْحَانَ اللهِ لَقَدْ أَمَرَهُمْ 
بِالسِّوَاكِ, وَ مَا كَانَ بِالَّذِيْ يَأْمُرُهُمْ أَنْ يُنَتِّنُوْا 
أَفْوَاهَهُمْ عَمْدًا, مَا فِيْ ذَالِكَ مِنَ الْخَيْرِ شَيْءٌ بَلْ فِيْهِ 
شَرٌّ. قَالَ الحَافِظُ فِيْ التَّلْخِيْصِ (ص 113) : إِسْنَادُهُ جَيِّدٌ

"Dari Abdurrahman bin Ghanim berkata : “Aku bertanya kepada Mu’adz bin Jabal 
Radhiyallahu 'anhu : Apakah aku bersiwak padahal aku berpuasa?” Beliau menjawab 
:”Ya”, Aku berkata : “Di siang hari kapan?”, Beliau berkata :”Di waktu pagi dan 
sore”. Aku berkata :”Orang-orang membenci (bersiwak) pada sore hari. Dan mereka 
berkata bahwa Rosulullah n bersabda : “Bau mulutnya orang yang berpuasa sungguh 
lebih baik di sisi Allah daripada bau misik”. Beliau berkata سُبْحَانَ اللهِ 
Rasulullah sungguh telah memerintahkan mereka untuk bersiwak dan tidaklah layak 
(bagi mereka) atas apa yang telah mereka telah diperintahkan oleh Rasulullah, 
mereka sengaja membuat mulut mereka menjadi berbau busuk. Tidak ada pada 
perbuatan mereka itu kebaikan sedikitpun, bahkan kejelekan yang ada pada 
perbuatan mereka itu.” Berkata Al-Hafiz dalam “Talkhis” hal 113 : “Sanadnya 
baik" [Lihat Irwaul Ghalil hal 1/106)]

2. Hadits Rasulullah bersiwak dalam keadaan berpuasa

قَالَ عَامِرُ بْنُ رَبِيْعَةَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ مَا لاَ أُحْصِي 
يَتَسَوَّكُ وَهُوَ صَائِمٌ

"Berkata Amir bin Rabi’ah Radhiyallahu 'anhu : Aku telah melihat Rasulullah apa 
yang tidak bisa aku menghitungnya yaitu beliau bersiwak dan beliau dalam 
keadaan berpuasa". [Hadits riwayat Abu Dawud].

Namun hadits ini dha’if dan tidak bisa dijadikan hujjah. [Lihat Irwaul Ghalil 
no 68].

3. Sedangkan diqiaskannya bau mulut orang yang berpuasa dengan darah para 
syuhada’ adalah qias yang salah. Karena ‘illah dari tidak dimandikannya para 
syuhada’ adalah pada hari kiamat mereka akan dibangkitkan dalam keadaan 
luka-luka mereka berdarah dengan warna darah namun mengeluarkan bau misik. Hal 
ini berbeda dengan puasa, tidak ada dalil yang menunjukan bahwa orang yang 
berpuasa akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan mengeluarkan bau 
mulut yang tidak dibersihkan dengan bau yang harum.

4. Adapun mengatakan bahwa bau mulut itu biasanya muncul pada waktu sore hari, 
ini tidaklah mutlaq. Bukankah terkadang bau itu muncul sebelum dhuhur, karena 
sebab munculnya bau ini adalah kosongnya lambung. Jika seseorang sahurnya 
terlalu cepat maka lambungnya akan kosong pada waktu pagi, sehingga di pagi 
hari mulutnya sudah bau. Seharusnya kalau ‘illah dari larangan bersiwak adalah 
bau mulut, maka kapan saja mulut itu bau maka tidak boleh bersiwak baik di 
siang hari maupun di pagi hari. Apalagi ada orang yang tidak memiliki bau mulut 
ketika berpuasa karena pencernaannya lambat atau karena yang lainnya (maka 
tentunya tidak mengapa baginya untuk bersiwak -pent). [Lihat Syarhul Mumti’ 
1/121-124]

Berkata Syaikh Ali Bassam : “Tidak ada dalil pada hadits ini (yaitu hadits 
لَخُلُوْفُ فَمِ .... ). Sebab siwak tidaklah bisa menghilangkan bau yang timbul 
dari sumbernya yaitu dari lambung, berbeda dengan mulut yang bisa dibersihkan 
dengan siwak" [Taudihul Ahkam 1/106]

Demikianlah sekilas mengenai siwak semoga bermanfaat bagi penulis dan para 
pembaca.

وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ

Maraji’
1. Syarhul Mumti’ ‘ala zadil mustaqni’ jilid 1, karya Syaikh Muhammad Utsaimin
2. Irwaul Ghalil jilid 1, karya Syaikh Al-Albani
3. Taisirul ‘Alam jilid 1, Karya Syaikh Ali Bassam
4. Fiqhul Islami wa Adillatuhu jilid 1, karya Doktor Wahbah Az-Zuhaili
5. Taudihul Ahkam jilid 1, karya Syaikh Ali Bassam

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun V/1422H/2001M. Penerbit Yayasan 
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 
57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]                                        
    

Kirim email ke