From: sohibalwari...@yahoo.co.id Date: Sat, 19 Nov 2011 06:51:26 +0800 assalamu'alaikum wrwb selamat pagi ikhwan dan akhwat...di kalangan masyarakat kita penyelenggaraan masalah mayit/kematian masih banyak penyimpangan-penyimpangan ibadah..saya mau tanya hukum bagi orang yang kehilangan keluarganya karena di daerah saya kalau ada kematian,keluarga yg kehilangan salah satu anggota keluarganya menjamu setiap tamu yang datang...padahal mereka sedang kesusahan.. tolong beri kami dalil dan hukum yg benar. terimakasih ,wasalam. >>>>>>>>>> A. HAL-HAL YANG DIKERJAKAN SETELAH SESEORANG MENINGGAL DUNIA http://almanhaj.or.id/content/3070/slash/0 1. Disunnahkan untuk menutup kedua matanya. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menutup kedua mata Abu Salamah Radhiyallahu 'anhu ketika dia meninggal dunia. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرُّوحَ إِذَا قُبِضَ تَبِعَهُ الْبَصَرُ فَلاَ تَقُوْلُوْا إِلاَّ خَيْرًا فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ Sesungguhnya ruh apabila telah dicabut, akan diikuti oleh pandangan mata, maka janganlah kalian berkata kecuali dengan perkataan yang baik, karena malaikat akan mengamini dari apa yang kalian ucapkan. [HR Muslim]. 2. Disunnahkan untuk menutup seluruh tubuhnya, setelah dilepaskan dari pakaiannya yang semula. Hal ini supaya tidak terbuka auratnya. Dari Aisyah Radhiyallahu a'nha, beliau berkata: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ تُوُفِّيَ سُجِّيَ بِبُرْدٍ حِبَرَةٍ Dahulu ketika Rasulullah meninggal dunia ditutup tubuhnya dengan burdah habirah (pakaian selimut yang bergaris). [Muttafaqun 'alaih]. Kecuali bagi orang yang mati dalam keadaan ihram,maka tidak ditutup kepala dan wajahnya. 3. Bersegera untuk mengurus jenazahnya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: لَا يَنْبَغِي لِجِيفَةِ مُسْلِمٍ أَنْ تُحْبَسَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ أَهْلِهِ Tidak pantas bagi mayat seorang muslim untuk ditahan di antara keluarganya. [HR Abu Dawud]. Karena hal ini akan mencegah mayat tersebut dari adanya perubahan di dalam tubuhnya. Imam Ahmad rahimahullah berkata: "Kehormatan seorang muslim adalah untuk disegerakan jenazahnya." Dan tidak mengapa untuk menunggu diantara kerabatnya yang dekat apabila tidak dikhawatirkan akan terjadi perubahan dari tubuh mayit. Hal ini dikecualikan apabila seseorang mati mendadak, maka diharuskan menunggu terlebih dahulu, karena ada kemungkinan dia hanya pingsan (mati suri). Terlebih pada zaman dahulu, ketika ilmu kedokteran belum maju seperti sekarang. Pengecualian ini, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama. [Lihat Asy Syarhul Mumti' (5/330), Al Mughni (3/367)]. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: "Jika ada orang yang bertanya, bagaimana kita menjawab dari apa yang dikerjakan oleh para sahabat, mereka mengubur Nabi pada hari Rabu, padahal Beliau meninggal pada hari Senin? Maka jawabnya sebagai berikut: Hal ini disebabkan untuk menunjuk Khalifah setelah Beliau. Karena Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai pemimpin yang pertama telah meninggal dunia, maka kita tidak mengubur Beliau hingga ada Khalifah sesudahnya. Hal ini yang mendorong mereka untuk menentukan Khalifah. Dan ketika Abu Bakar dibai’at, mereka bersegera mengurus dan mengubur jenazah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, jika seorang Khalifah (Pemimpin) meninggal dunia dan belum ditunjuk orang yang menggantikannya, maka tidak mengapa untuk diakhirkan pengurusan jenazahnya hingga ada Khalifah sesudahnya.” [Asy Syarhul Mumti' 5/333]. 4. Diperbolehkan untuk menyampaikan kepada orang lain tentang berita kematiannya. Dengan tujuan untuk bersegera mengurusnya, menghadiri janazahnya dan untuk menyalatkan serta mendo’akannya. Akan tetapi, apabila diumumkan untuk menghitung dan menyebut-nyebut kebaikannya, maka ini termasuk na'yu (pemberitaan) yang dilarang. 5. Disunnahkan untuk segera menunaikan wasiatnya, karena untuk menyegerakan pahala bagi mayit. Wasiat lebih didahulukan daripada hutang, karena Allah mendahulukannya di dalam Al Qur'an. 6. Diwajibkan untuk segera dilunasi hutang-hutangnya, baik hutang kepada Allah berupa zakat, haji, nadzar, kaffarah dan lainnya. Atau hutang kepada makhluk, seperti mengembalikan amanah, pinjaman atau yang lainnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ Jiwa seorang mukmin terikat dengan hutangnya hingga dilunasi. [HR Ahmad, At Tirmidzi, dan beliau menghasankannya]. Adapun orang yang tidak meninggalkan harta yang cukup untuk melunasi hutangnya, sedangkan dia mati dalam keadaan bertekad untuk melunasi hutang tersebut, maka Allah yang akan melunasinya. 7. Diperbolehkan untuk membuka dan mencium wajah mayit. Aisyah Radhiyallahu anha berkata: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ عُثْمَانَ بْنَ مَظْعُونٍ وَهُوَ مَيِّتٌ حَتَّى رَأَيْتُ الدُّمُوعَ تَسِيلُ Aku melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mencium Utsman bin Madh'un Radhiyallahu 'anhu , saat dia telah meninggal, hingga aku melihat Beliau mengalirkan air mata. [HR Abu Dawud dan At Tirmidzi]. Demikian pula Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu 'anhu, beliau mencium Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallamn ketika beliau meninggal dunia. 2.Harus kita ketahui, kematian adalah taqdir dan ketentuan dari Allah. Dia berfirman: مَآأَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ Tidak ada suatu musibahpun yang menimpa seseorang, kecuali dengan ijin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepadaNya, niscaya Allah akan memberi petunjuk hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [At Taghabun:11]. Apabila seseorang yakin ketika dia tertimpa musibah, kehilangan suami atau anak dan kerabatnya, bahwa semua itu dengan ijin dari Allah, maka Allah akan memberikan taufik kepada hatinya untuk rela terhadap taqdirNya. Adapun yang dimaksud dengan takziyah, yaitu menghibur keluarga mayit dengan menganjurkan supaya mereka bersabar terhadap taqdir Allah dan mengharapkan pahala dariNya. Waktu takziyah, dimulai ketika terjadinya kematian, baik sebelum dan setelah mayat dikubur, sehingga hilang dan terlupakan kesedihan mereka. B. TAKZIYAH KEPADA KELUARGA MAYIT http://almanhaj.or.id/content/3071/slash/0 1. Takziyah kepada keluarga mayit adalah Sunnah. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أَخَاهُ بِمُصِيبَةٍ إِلَّا كَسَاهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ مِنْ حُلَلِ الْكَرَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه ابن ماجه) Tidak ada seorang mukmin yang memberikan takziyah kepada saudaranya dalam suatu musibah, kecuali Allah akan memberikan kepadanya dari pakaian kehormatan pada hari kiamat. [HR Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh Al Albani] 2. Sebaik-baik ucapan takziyah adalah takziyah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada putrinya Zainab, ketika Zainab mengirim utusan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan bahwa bayinya meninggal dunia. Beliau bersabda: إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ (رواه البخاري) Sesungguhnya milik Allah untuk mengambilnya dan milikNya untuk diberikan, dan segala sesuatu disisiNya dengan ketentuan yang sudah ditetapkan waktunya. Maka, hendaknya engkau sabar dan ihtisab. [HR Bukhari]. 3. Disunnahkan untuk membuat makanan bagi keluarga mayit, karena mereka sibuk dengan musibah yang menimpanya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan hal itu, ketika Ja'far bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu mati syahid. Beliau bersabda: اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ شَغَلَهُمْ (رواه أبو داود) Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja'far karena telah datang perkara yang menyibukkan mereka. [HR Abu Dawud, dihasankan oleh Syaikh Al Albani]. Keluarga mayit tidak dibenarkan membuat makanan untuk orang yang datang, karena hal ini akan menambah atas musibah mereka dan menyerupai perbuatan orang jahiliyah. Yakni termasuk niyahah yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dari Jarir bin Abdullah Al Bajali, beliau berkata: كُنَّا نَرَى الِاجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ مِنْ النِّيَاحَةِ (رواه ابن ماجه) Kami dahulu menganggap berkumpul di tempat keluarga mayit, dan mereka membuatkan makanan kepada orang yang datang termasuk niyahah. [HR Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani]. 4. Tidak boleh sengaja berkumpul untuk takziyah di tempat manapun juga, baik di rumah atau di tempat yang lain, dan tidak boleh juga mengumumkannya, karena tidak ada dalilnya. Dan sebagian Salaf menganggap, bahwa hal ini termasuk niyahah (meratap). 5. Tidak diperbolehkan membaca Al Qur'an ketika takziyah, terlebih menyewa orang-orang untuk membaca Al Qur’an dan berkumpul dengan suatu hidangan makanan sebagaimana banyak terjadi di kalangan kaum muslimin. 6. Ketika takziyah, tidak boleh mengkhususkan pakaian dengan satu warna tertentu, seperti warna hitam. Karena hal ini tidak pernah dikerjakan oleh Salaf. 7. Bagi orang yang sedih, tidak boleh merobek bajunya atau menampar pipinya atau berteriak dengan ucapan jahiliyah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ الْخُدُودَ أَوْ شَقَّ الْجُيُوبَ أَوْ دَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ (رواه مسلم) Tidak termasuk dari golongan kami orang yang memukul pipinya atau merobek bajunya atau menyeru dengan seruan jahiliyah. (HR Muslim). Dari Abu Musa Al Asy'ari Radhiyallahu 'anhu , beliau berkata: أَنَا بَرِيءٌ مِمَّنْ بَرِئَ مِنْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَرِئَ مِنْ الصَّالِقَةِ وَالْحَالِقَةِ وَالشَّاقَّةِ (رواه البخاري) Saya berlepas diri dari orang yang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berlepas diri dari mereka. Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berlepas diri dari orang yang mengangkat suaranya ketika tertimpa musibah dan orang yang mencukur rambutnya dan orang yang merobek bajunya. [HR Bukhari]. 8. Diperbolehkan menangisi mayit. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menangis ketika Ibrahim, putra Beliau meninggal dunia. Beliau bersabda: إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ وَلَكِنْ لَا نَقُولُ إِلَّا مَا يَرْضَى رَبُّنَا وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ (رواه البخاري ومسلم) Air mata mengalir dan hati menjadi sedih, akan tetapi kita tidak mengucapkan kecuali apa yang diridhai oleh Allah. Dan kami sungguh sedih berpisah denganmu, wahai Ibrahim. [HR Bukhari dan Muslim]. Selama tidak adanya nadab (yakni menyebut-nyebut kebaikan mayit dengan huruf nadab, yaitu "ya") dan niyahah (yakni meratapi mayit dengan mengeraskan suara dengan satu alunan). [Lihat Asy Syarhul Mumti' (489/493)]. 9. Para ulama telah sepakat haramnya niyahah, yaitu dengan menyebut-nyebut kebaikan mayit dengan mengeraskan suaranya. Karena dalam hal ini terdapat perbuatan jahiliyah, serta tidak menerima terhadap taqdir dan ketentuan Allah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ (رواه مسلم) Orang yang meratap apabila dia tidak bertaubat sebelum meninggal dunia, maka dia akan dibangkitkan pada hari kiamat, sedangkan pada tubuhnya pakaian dari ter dan baju besi dari kudis. [HR Muslim]. Dan dari Umar Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda: الْمَيِّتُ يُعَذَّبُ فِي قَبْرِهِ بِمَا نِيحَ عَلَيْهِ (رواه مسلم) Seorang mayit akan disiksa di kuburnya dengan sebab niyahah yang ditujukan kepadanya. [HR Muslim]. Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhu, أَنَّ حَفْصَةَ بَكَتْ عَلَى عُمَرَ فَقَالَ مَهْلًا يَا بُنَيَّةُ أَلَمْ تَعْلَمِي أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ (رواه مسلم) Sesungguhnya Hafshah menangisi kematian Umar.” Beliau berkata,”Sabarlah, wahai saudariku. Tidakkah engkau mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,’Sesungguhnya seorang mayit akan disiksa karena tangisan keluarganya’.” [HR Muslim]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Menurut pendapat yang benar, bahwa mayit akan tersiksa karena tangisan yang ditujukan kepadanya sebagaimana disebutkan oleh hadits-hadits yang shahih.” [Lihat Majmu' Fatawa (24/369,370)]. 10. Tidak diperbolehkan mencela orang yang sudah meninggal dunia. Dari 'Aisyah, beliau berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : لَا تَسُبُّوا الْأَمْوَاتَ فَإِنَّهُمْ قَدْ أَفْضَوْا إِلَى مَا قَدَّمُوا (رواه البخاري) Janganlah kalian mencela orang yang sudah mati, karena mereka mendapatkan dari apa yang telah mereka kerjakan. [HR Bukhari].