وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِوَبَرَكَاتُهُ 

Untuk penjelasan adzan tambahan sebelum Sholat Jum'at

Adzan Hari Jum’at

( http://www.tamansunnah.com/fiqih/adzan-hari-jumat.html#more-395 )

Bukhari meriwayatkan (912) dari hadits Saib bin Yazid. Dia berkata, “Awalnya 
seruan adzan pada hari jumat adalah saat imam duduk di atas mimbar, pada masa 
Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam, Abu Bakar, dan Umar. Tatkala pada 
masa Utsman radhiallahu anhu dan masyarakat semakin banyak jumlahnya, maka 
Utsman menambahkan seruan adzan yang ketiga ditempat yang jauh.”

Menurut Ibnu Khuzaimah, adzan pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa 
Sallam, Abu Bakar serta Umar adalah dua kali pada hari jum’at.

Kemudian Ibnu Khuzaimah mengatakan, “Dua adzan”, maksudnya satu adzan dan satu 
iqamah. Yaitu sebagai penggunaan istilah yang umum atau keduanya memiliki 
kesamaan dalam hal penyampaian seruan.

Dalam satu riwayat, pengumandangan adzan pada hari jumat dilakukan saat imam 
duduk. Maksudnya adalah duduk di atas mimbar. Riwayat lain menyebutkan, Adzan 
dikumandangkan saat imam keluar (naik di atas mimbar), dan ketika shalat hendak 
dilaksanakan.

Dalam riwayat Nasa’I disebutkan, Bilal mengumandangkan adzan saat Nabi 
Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam duduk di atas mimbar. Begitu Beliau turun, dia 
mengumandangkan iqamah.

Dalam satu riwayat disebutkan bahwa pengumandangan adzan pada kali kedua adalah 
instruksi dari Utsman.

Al-Hafizh berkata, “Penamaannya sebagai adzan yang kedua ditujukan pada adzan 
yang sebenarnya, bukan iqamah”.

Menurut hemat saya (Syaikh DR Hilmi Rasyidi), Perkaranya jelas bahwa shalat 
jumat memiliki satu adzan, yaitu pada saat Nabi Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam 
naik di atas mimbar, begitu pula pada masa setelah beliau, yakni pada masa Abu 
Bakar dan Umar.

Iqamah disebut adzan, karena iqamah dan adzan sama-sama menyampaikan seruan. 
Yang pertama (adzan) adalah untuk menyerukan masuknya waktu shalat, sedangkan 
yang kedua (iqamah) seruan untuk melaksanakan shalat.

Iqamah juga disebut adzan lantaran kesamaan lafazh-lafazhnya atau hamper sama.

Adzan ketiga yang ditetapkan Utsman, dinyatakan ketiga, meskipun itu yang 
kedua, karena iqamah terhitung sebagai adzan yang kedua.

Adzan yang dilakukan oleh Utsman berdasarkan makna yang terkandung dalam semua 
riwayat bahwa Utsman menambahkannya dengan alas an letak rumah-rumah yang 
berjauhan dan banyaknya jumlah kaum muslimin. Alasan ini (sekarang) nyaris 
tidak ada di suatu daerah kecuali amat langka, sebab semua daerah dipenuhi 
banyak masjid, dilengkapi dengan pengeras suara, alarm, dan jam melingkar di 
tangan semua orang. Rumah-rumah penuh dengan siaran-siaran melalui media 
elektronik yang dapat dilihat dan didengar serta berbagai macam sarana 
informasi lainnya. Oleh karena itu, alasan ini tidak dapat dijadikan argument 
untuk melakukan adzan kedua.

Ulama terkemuka Syam, Syaikh al-Albany Rahimahullah pernah ditanya:

Apabila permasalahannya demikian, maka penerapan adzan Utsman tersebut 
merupakan bentuk kesimpulan tambahan yang tidak diperlukan, dan ini tidak 
dibolehkan, lebih-lebih terkait bahasan seperti ini, yang mengandung tindakan 
penambahan terhadap syariat Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam tanpa 
sebab yang dibenarkan. Maka dari itu, Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu 
yang berada di Kufah merasa cukup dengan sunnah dan tidak menerapkan tambahan 
adzan Utsman, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab al-Qurthuby.

Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma berkata, ”Bahwasanya apabila Nabi Shallallahu 
‘Alayhi wa Sallam naik ke atas mimbar, maka Bilal mengumandangkan adzan. Usai 
menyampaikan khutbah, Bilal mengumandangkan iqamah. Dan adzan yang pertama 
adalah bid’ah.” [Diriwayatkan oleh Abu Tahahir al-Mukhlis dalam Fawaid nya, 
hal. 229: 1-2]

Kesimpulannya, menurut hemat kami, cukup dengan adzan yang sesuai dengan 
petunjuk Nabi Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam, dan itu dilaksanakan saat imam 
keluar dan naik di atas mimbar, karena tidak ada sebab yang membenarkan 
tambahan Utsman, juga sebagai bentuk ittiba’ (mengikuti) sunnah Nabi 
Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam yang bersabda,
“Barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku, maka dia tidak temasuk 
golonganku.”

Rujukan:

Memburu Pahala Di Hari Jumat DR. Hilmi Rasyidi, terbitan Akbar Media, hal. 30-32

Allohu a'lam 

-ino ibnu permadi- @inohambaAlloh

===================
          www.yufid.com
Search engine (Google nya) 
untuk
Pencarian ilmu Islam berdasarkan 
Al-Qur'an dan as-Sunnah (Hadits) yang Shahih  
Dikirim melalui BlackBerry® dari 3 – Jaringan GSM-Mu

-----Original Message-----
From: Ery Sy <ery_syahminu...@yahoo.com>
Sender: assunnah@yahoogroups.com
Date: Sun, 4 Dec 2011 04:06:56 
To: assunnah@yahoogroups.com<assunnah@yahoogroups.com>
Reply-To: assunnah@yahoogroups.com
Subject: [assunnah] Tanya 2 kali azan pada shalat jum'at

Assalamu'alaikum

Saya mau tanya, apa hukum nya 2 kali azan pada shalat jum'at ? apakah ada 
dalilnya yang memerintahkan/ menceritakan bahwa pada jaman Rassulullah atau 
pada masa para sahabat, khusus untuk shalat jum'at azannya dilakukan 2 kali. 
Mohon penjelasan dan pencerahannya. Terima kasih.


Wassalamu'alaikum


Kirim email ke