Tuntunan Rosululloh dalam melakukan Sholat Gerhana 
Bisa antum simak di: 

Shalat Gerhana Bulan Dan Shalat Gerhana Matahari

http://almanhaj.or.id/content/1938/slash/0

Oleh
Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul

Shalat kusuf (gerhana bulan) dan khusuf (gerhana matahari) merupakan sunnat 
mua’kkad. Disunatkan bagi orang muslim untuk mengerjakannya. Hal itu didasarkan 
pada dalil berikut ini.

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia bercerita bahwa pada masa Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam terjadi gerhana matahari, lalu beliau mengerjakan 
shalat bersama orang-orang. Maka beliau berdiri dan memanjangkan waktu berdiri, 
lalu beliau ruku dan memanjangkannya. Kemudian beliau berdiri dan 
memanjangkannya –berdiri yang kedua ini tidak selama berdiri pertama-. Setelah 
itu, beliau ruku dan memanjangkan ruku, ruku-nya ini lebih pendek dari ruku 
pertama. Selanjutnya, beliau sujud dan memanjangkannya. Kemudian beliau 
mengerjakan pada rakaat kedua seperti apa yang beliau kerjakan pada rakaat 
pertama. Setelah itu, beliau berbalik sedang matahari telah muncul. Lalu beliau 
memberikan khutbah kepada orang-orang. Beliau memanjatkan pujian dan sanjungan 
kepada Allah. Dan setelah itu, beliau bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua (tanda) dari 
tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian 
seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika 
kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdo’a kepada Allah, 
bertakbir, shalat dan bersedekah”. Setelah itu, beliau bersabda : “Wahai umat 
Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang yang lebih cemburu dari Allah jika 
hambaNya, laki-laki atau perempuan berzina. Wahai umat Muhammad, seandainya 
kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan 
banyak menangis” [Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [1]

Dapat saya katakan, sisi dalil yang dikandung hadits di atas, bahwa perintah 
mengerjakan shalat itu berbarengan dengan perintah untuk bertakbir, berdo’a, 
dan bersedekah. Dan tidak ada seorangpun yang mewajibkan bersedekah, bertakbir 
dan berdo’a pada saat terjadi gerhana. Dengan demikian, menurut kesepakatan 
ijma’ bahwa perintah tersebut bersifat sunnat. Demikian juga dengan perintah 
untuk mengerjakan shalat yang berbarengan dengannya. [2] .Wallaahul Muwaffiq.

SIFAT DAN JUMLAH RAKAA’AT SHALAT KUSUF

Pertama : Tidak Ada Adzan Dan Iqamah Untuk Shalat Kusuf

Para ulama telah sepakat untuk tidak mengumandangkan adzan dan iqomah bagi 
shalat kusuf [3]. Dan yang disunnahkan [4] menyerukan untuknya “ Ash-Shalaatu 
Jaami’ah”.

Yang menjadi dalih bagi hal tersebut adalah apa yang ditegaskan dari Abdullah 
bin Amr Radhiyallahuma, dia bercerita : “Ketika terjadi gerhana matahari pada 
masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, diserukan : Innash Shalaata 
Jaami’ah” Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani.[5]

Kedua : Jumlah Raka’at Shalat Kusuf

Shalat gerhana itu dikerjakan dua rakaat dengan dua ruku’ pada setiap rakaat. 
Yang menjadi dalil hal tersebut adalah hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha yang 
telah kami sampaikan sebelumnya. Dan juga hadits yang diriwayatkan dari 
Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, dia bercerita : “Pernah terjadi 
gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka 
beliaupun berdiri dengan waktu yang panjang sepanjang bacaan surat Al-Baqarah. 
Kemudian beliau ruku dengan ruku yang cukup panjang, lalu beliau bangkit dan 
berdiri dalam waktu yang lama juga- -tetapi lebih pendek dari berdiri pertama-. 
Kemudian beliau ruku dengan ruku yang lama –ruku yang lebih pendek dari ruku 
pertama-. Setelah itu, beliau sujud. Kemudian beliau berdiri dalam waktu yang 
lama –tetapi lebih pendek dari berdiri pertama. Selanjutnya, beliau ruku dengan 
ruku yang lama- ruku yang lebih pendek dari ruku pertama. Setelah itu, beliau 
sujud. Kemudian beliau berbalik, sedang matahari telah muncul. Maka beliau 
bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua dari tanda-tanda 
kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan 
tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika kalian melihat hal 
tersebut, maka berdzikirlah kepada Allah”

Para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, kami melihatmu mengambil sesuatu di 
tempat berdirimu, kemudian kami melihatmu mundur ke belakang”. Beliau bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya aku melihat Surga, maka aku berusaha mengambil setandan 
(buah-buahan). Seandainya aku berhasil meraihnya, niscaya kalian akan dapat 
memakannya selama dunia ini masih ada. Dan aku juga melihat Neraka, aku sama 
sekali tidak pernah melihat pemandangan yang lebih menyeramkan dari pemandangan 
hari ini. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita”.

Para sahabat bertanya, “Karena apa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena 
kekufuran mereka”. Ada yang bertanya “Apakah mereka kufur kepada Allah?”. 
Beliau menjawab.

“Artinya : Mereka kufur kepada keluarganya (suaminya), dan kufur terhadap 
kebaikan (tidak berterima kasih). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah 
seorang di antara mereka sepanjang waktu, lalu dia melihat sesuatu (kesalahan) 
darimu, niscaya dia akan mengatakan : “Aku tidak pernah melihat kebaikan 
sedikitpun darimu” {Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [6]

Kesimpulan
Didalam hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha dan Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma 
diatas terdapat dalil yang menunjukkan disunnatkannya khutbah dalam shalat 
kusuf, yang disampaikan setelah shalat.[7]

Ketiga : Menjaharkan Bacaan Dalam Shalat Kusuf

Bacaan dalam shalat kusuf dibaca dengan jahr (suara keras), sebagaimana yang 
dikerjakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjaharkan 
bacaannya dalam shalat kusuf. Jika selesai dari bacaannya, beliau pun bertakbir 
dan ruku. Dan jika dia bangkit ruku, maka beliau berucap : “Sami Allaahu liman 
Hamidah. Rabbana lakal hamdu”. Kemudian beliau kembali mengulang bacaan dalam 
shalat kusuf. Empat ruku dalam dua rakaat dan empat sujud.” Diriwayatkan oleh 
Asy-Syaikhani] [8]

At-Tirmidizi rahimahullah mengatakan : “Para ulama telah berbeda pendapat 
mengenai bacaan didalam shalat kusuf. Sebagian ulama berpendapat supaya dibaca 
pelan (sirr, dengan suara tidak terdengar) dalam shalat kusuf pada waktu siang 
hari. Sebagian lainnya berpendapat supaya menjaharkan bacaan dalam shalat kusuf 
pada siang hari. Sebagaimana halnya dengan shalat ‘Idul Fithi dan Idul Adha 
serta shalat Jum’at. Pendapat itulah yang dikemukakan oleh Malik, Ahmad dan 
Ishaq. Mereka berpendapat menjaharkan bacaan pada shalat tersebut. Asy-Syafi’i 
mengatakan : Bacaan tidak dibaca Jahr dalam shalat sunnat [9]

Dapat saya katakan bahwa apa yang sesuai dengan hadits, itulah yang dijadikan 
sandaran [10]. Wabillahi Taufiq

Keempat : Shalat Kusuf Dikerjakan Berjamah Di Masjid.

Yang sunnat dikerjakan pada shalat kusuf adalah mengerjakannya di masjid. Hal 
tersebut didasarkan pada beberapa hal berikut ini.

[1]. Disyariatkannya seruan di dalam shalat kusuf, yaitu dengan “Ash-Shalaatu 
Jaami’ah”
[2]. Apa yang disebutkan bahwa sebagian sahabat mengerjakan shalat kusuf ini 
dengan berjama’ah di masjid.[11]
[3]. Isyarat yang diberikan oleh kedua riwayat di atas dari hadits Aisyah dan 
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
mengerjakan shalat gerhana itu secara berjama’ah di masjid. Bahkan dalam sebuah 
riwayat hadits Aisyah di atas, dia bercerita, “Pada masa hidup Rasulullah 
pernah terjadi gerhana matahari, lalu beliau pergi ke masjid, kemudian beliau 
berdiri dan bertakbir, dan orang-orang pun membuat barisan di belakang beliau. 
[12]

Kelima : Jika Seseorang Tertinggal Mengerjakan Satu dari Dua Ruku Dalam Satu 
Raka’at.

Shalat kusuf ini terdiri dari dua rakaat, masing-masing rakaat terdiri dari dua 
ruku dan dua sujud. Dengan demikian, secara keseluruhan, shalat kusuf ini 
terdiri dari empat ruku dan empat sujud di dalam dua rakaat.

Barangsiapa mendapatkan ruku kedua dari rakaat pertama, berarti dia telah 
kehilangan berdiri, bacaan, dan satu ruku. Dan berdasarkan hal tersebut, 
berarti dia belum mengerjakan satu dari dua rakaat shalat kusuf, sehingga 
rakaat tersebut tidak dianggap telah dikerjakan.Berdasarkan hal tersebut, 
setelah imam selesai mengucapkan salam, maka hendaklah dia mengerjakan satu 
rakaat lagi dengan dua ruku, sebagaimana yang ditegaskan di dalam hadits-hadits 
shahih. Wallahu a’lam.

Yang menjadi dalil baginya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang bukan atas perintah kami, 
maka dia akan ditolak” [Muttaffaq ‘alaihi] [13]

Dan bukan dari perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, shalat satu 
rakaat saja dari shalat kusuf dengan satu ruku. Wallahu ‘alam

SHALAT GERHANA BULAN SAMA DENGAN SHALAT GERHANA MATAHARI

Shalat gerhana bulan dikerjakan sama seperti shalat gerhana matahari. Hal 
tersebut didasarkan pada sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua (tanda) dari 
tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian 
seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika 
kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdo’a kepada Allah, 
bertakbir, shalat dan bersedekah”.[14]

Dapat saya katakan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah pernah 
mengerjakan shalat gerhana matahari dan beliau menyuruh kita untuk melakukan 
hal yang sama ketika terjadi gerhana bulan. Dan hal itu sudah sangat jelas lagi 
gamblang. Wallahu ‘alam

Ibnu Mundzir mengatakan : “Shalat gerhana bulan dikerjakan sama seperti shalat 
gerhana matahari” [15]

[Disalin dari kitab Bughyatul Mutathawwi Fii Shalaatit Tathawwu, Edisi 
Indonesia Meneladani Shalat-Shalat Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam, Penulis Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul, Penerbit Pustaka Imam 
Asy-Syafi’i]
_______
Footnote
[1]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di beberapa tempat, yang 
diantaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Ash-Shadaqah fil Kusuuf (hadits no. 
1044). Dan redaksi di atas adalah miliknya. Dan juga Muslim di dalam Kitaabul 
Kusuuf, bab Shalaatul Kusuuf (hadits no. 901).
[2]. Lihat sekitar Dalalaatul Itqiraan, kapan waktu muncul, kapan muncul 
kelemahannya, dan kapan pula keduanya sama . Badaa’iul Fawaa’id (IV/183-184)
[3]. Fathul Baari (II/533) dan Masuu’atul Ijmaa (I/696)
[4]. Syarhul Umdah, karya Ibnu Daqiqil Ied (II/135-136). Dan juga kitab Fathul 
Baari (II/533).
[5]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di beberapa tempat, yang 
diantaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab An-Nidaa bish Shalaati Jaami’ah fil 
Kusuuf (hadits no. 1045). Dan lafazh di atas adalah miliknya. Dan juga 
diriwayatkan oleh Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Dzikrun Nidaa bi 
Shalaatil Kusuuf : Ash-Shalaatu Jaami’ah, (hadits no. 910). Lihat Jaami’ul 
Ushuul (VI/178)
[6]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di beberapa tempat, yang 
diantaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Shalaatil Kusuuf Jama’atan, (hadits 
no. 1052), dan lafazh di atas adalah miliknya. Dan juga diriwayatkan oleh 
Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Maa ‘Aradha Alan Nabi Shallallahu ‘alaihi 
wa sallam fii Shalaatil Kusuuf min Amril Jannah wan Naar, (hadits no. 907). Dan 
lihat kitab. Jaami’ul Ushuul (VI/173).
[7]. Dan termasuk terjemahan Al-Bukhari di dalam (Kitaabul Kusuuf, bab 
Khuthbatul Imam fil Kusuuf), Aisyah dan Asma Radhiyallahu ‘anhuma berkata : 
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah…” Selanjutnya, dia 
menyitir hadits Aisyah di atas, Fathul Baari (II/533-534)
[8]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di beberapa tempat, di 
antaranya di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Al-Jahr bil Qiraa’ah fil Kusuuf, 
(hadits no. 1065) dan lafazh diatas adalah miliknya. Dan juga diriwayatkan oleh 
Muslim di dalam Kitaabul Kusuuf, bab Shalaatul Kusuuf, (hadits no. 901). Lihat 
Jaami’ul Ushuul (VI/156). 
Takhrij hadits ini telah diberikan sebelumnya, tanpa memberi isyarat kepada 
riwayat ini.
[9]. Sunan At-Tirmidzi (II/448 –tahqiq Ahmad Syakir).
[10]. Lihat ungkapan Asy-Syafi’i dan dalilnya di dalam kitab Al-Umm (I/243). 
Juga pembahasan dalil-dalilnya serta penolakan terhadapnya di dalam kitab, 
Fathul Baari (II/550)
[11]. Dari terjemahan Al-Bukhari di dalam kitab Shahihnya, bab Shalaatul Kusuuf 
Jamaa’atan. Dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu menjadi imam untuk shalat mereka 
di pelataran zam-zam. Ali bin Abdullah bin Abbas mengumpulkan (orang-orang). 
Dan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma pun shalat …”. Kemudian dengan sanadnya dia 
menyitir hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma terdahulu.
Pendapat yang mensyariatkan shalat kusuuf dengan berjama’ah adalah pendapat 
jumhur. Sekalipun imam tetap tidak hadir, maka sebagian mereka boleh menjadi 
imam atas sebagian lainnya. Lihat kitab Fathul Baari (II/539-540).
[12]. Dari terjemah Al-Bukhari di dalam kitab Shahihnya : Bab : Shalatul Kusuuf 
fil Masjid. Di dalamnya dsiebutkan hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha di atas 
dengan riwayat yang didalamnya terdapat ucapannya : “Kemudian pada suatu pagi 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki kendaraan, lalu terjadilah 
gerhana matahari. Kemudian beliau pulang kembali pada waktu Dhuha, maka beliau 
pun berjalan di antara rumah-rumah isteri beliau …. (hadits no. 1056).

Di dalam kitab Fathul Baari (II/544), dalam mengomentari hadits ini, Ibnu Hajar 
rahimahullah mengatakan : “Tidak ada pernyataan jelas yang menyebutkan bahwa 
shalat kusuf ini dikerjakan di masjid, tetapi hal tersebut disimpulkan dari 
perkataan Aisyah : “Lalu beliau berjalan di dekat rumah-rumah para isteri Nabi 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memang menempel pada masjid. Dan shalat 
kusuf di masjid ini telah dinyatakan secara gamblang dalam sebuah riwayat 
Sulaiman bin Bilal, dari Yahya bin Sa’id, dari Umrah yang ada pada Muslim (saya 
katakan : “Hadits no. 903) Dan lafazhnya adalah sebagai berikut :” Kemudian aku 
keluar di antara para wanita di depan rumah isteri-isteri Nabi di masjid. Lalu 
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan turun dari binatang tunggangannya 
hingga akhirnya sampai ke tempat shalat yang beliau mengerjakan shalat di sana”.
Dapat saya katakan, dan yang lebih jelas dari itu adalah apa yang terdapat 
dalam hadits Aisyah terdahulu, yang ada pada Muslim, pada no. 901 Aisyah 
Radhiyallahu ‘anha berkata : “Pada masa hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam pernah terjadi gerhana matahari, lalu beliau pergi ke masjid, kemudian 
beliau berdiri dan bertakbir, dan orang-orang pun membuat barisan di belakang 
beliau..”
[13]. Hadits shahih. Diriwayatlkan oleh Al-Bukhari sebagai kata pembuka dengan 
lafazh ini di dalam Kitaabul Buyuu’ bab An-Najasy, Fathul Baari (IV/355). Dan 
diriwayatkan secara bersambungan di dalam Kitabush Shulh, bab Idzaa Ishtalahu 
‘alaa Shulhi Juurin fa Shulhu Marduud, dengan lafazh : “Barangsiapa membuat 
suatu hal yang baru dalam perintah kami ini, yang bukan darinya, maka dia 
tertolak”. Dan diriwayatkan oleh Muslim di dalam Kitaabul Uqdhiyah, bab Naqdhul 
Ahkaam Al-Baathilah wa Raddu Muhdatsaatil Umuur, (hadits no. 1718). Dan lihat 
juga kitab, Jaami’ul Ushuul (I/289)
[14]. Takhrijnya sudah diberikan sebelumnya, dimana ia merupakan bagian dari 
hadits Aisyah mengenai shalat kusuf yang disebutkan di awal pembahasan
[15]. Al-Iqnaa, kartya Ibnul Mundzir (I/124-125

Allohu a'lam 

-ino ibnu permadi- @inohambaAlloh

===================
          www.yufid.com
Search engine (Google nya) 
untuk
Pencarian ilmu Islam berdasarkan 
Al-Qur'an dan as-Sunnah (Hadits) yang Shahih  
Dikirim melalui BlackBerry® dari 3 – Jaringan GSM-Mu

-----Original Message-----
From: Faida N Mumtazah <faidamumta...@gmail.com>
Sender: assunnah@yahoogroups.com
Date: Fri, 9 Dec 2011 08:02:53 
Subject: [assunnah] Tata cara sholat gerhana bulan ?

Sehubungan dengan akan adanya gerhana bulan total... mohon share tata
cara sholat gerhana bulan...

Terimakasih,
FM

Gerhana bulan total, umat diimbau gelar shalat husuf
REPUBLIKA, JAKARTA

– Gerhana bulan total (GBT)
akan terjadi Sabtu 10 Desember. Peneliti Obsevarium Boscha, Moedji Raharta, 
menjelaskan GBT dapat disaksikan di seluruh wilayah di Tanah Air, diawali 
dengan gerhana bulan Penumbra yang berlangsung pukul 18.34 WIB. Namun, pada 
momen awal gerhana itu, tidak mudah membedakan dengan bulan purnama.

Mata manusia, lanjutnya, mulai mudah mengenal gerhana pada momen gerhana Umbra. 
Di sini bagian bulan di kawasan Umbra Bumi akan terlihat hitam karena sorot 
cahaya matahri ke bulan 100 persen
diblok oleh planet Bumi.

Karenanya, ia menyarankan agar shalat gerhana bulan dilangsungkan setelah habis 
isya atau mulai awal gerhana Umbra Waktu pelaksanannya sekitar pukul 19:46 WIB. 
Meksipun secara astronomi pada 18:34 WIB gerhana telah mulai. “Jadi (shalat) 
ketika Umbra lebih leluasa,” katanya, Kamis (8/12).



------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke