From: rahmatulloh.suka...@toshiba-tjp.co.id
Date: Mon, 6 Feb 2012 14:31:05 +0700
Assalamu'alaikum Warahmatulloh Wabarokatuh.
Ana mau Tanya Ayat Al - Qur'an atau Hadits tentang 
Hukum Melalaikan Kewajiban menafkahi anak hasil perceraian
Anak tersebut ikut dengan ibunya dan sdh tidak pernah dinafkahinya lagi.
Syukron.
Wassalamu'alaikum warahmatulloh Wabarokatuh
>>>>>>>>>>>>>>>

Al Hafizh Ibnul Hajar Al Asqalani berkata,”Memberi nafkah kepada keluarga 
merupakan perkara yang wajib atas suami. Syari’at menyebutnya sebagai sedekah, 
untuk menghindari anggapan bahwa para suami yang telah menunaikan kewajiban 
mereka (memberi nafkah) tidak akan mendapatkan balasan apa-apa.
 
KEUTAMAAN MEMBERI NAFKAH KEPADA KELUARGA
Tidaklah Allah Azza wa Jalla memerintahkan satu perkara, melainkan perkara itu 
pasti dicintaiNya dan memiliki keutamaan di sisiNya serta membawa kebaikan bagi 
para hamba. Termasuk masalah memenuhi nafkah keluarga.

Melalui lisan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah Azza wa Jalla telah 
menjelaskan tentang keutamaan memberi nafkah kepada keluarga. Nabi Shallallahu 
'alaihi wa sallam bersabda.

دِيْنَارٌ أنْفَتَهُ في سَبِيْلِ اللهِ وَ دِيْنَارٌ أنْفَتَهُ في رَقَبَةٍ وَ 
دِيْنَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلىَ مِسْكِيْنٍ وَدِيْنَارٌ أنْفَتَهُ في على 
أهْلِكَ أعْظَمُهَا أجْرًا الَّذِي أنْفَتَهُ على أهْلِكَ

"Dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, dinar yang engkau infakkan untuk 
membebaskan budak, dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan dinar 
yang engkau nafkahkan kepada keluargamu, pahala yang paling besar adalah dinar 
yang engkau nafkahkan untuk keluargamu" [5]. 

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

مَا أطْعَمْتَ نَفْسَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَمَا أطْعَمْتَ وَلَدَكَ فَهُوَ 
لَكَ صَدَقَةٌ، وَ مَا أطْعَمْتَ وَالِدَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَ مَا 
أطْعَمْتَ زَوْجَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَ مَا أطْعَمْتَ خَادِمَكَ فَهُوَ لَكَ 
صَدَقَةٌ

"Apa yang engkau berikan untuk memberi makan dirimu sendiri, maka itu adalah 
sedekah bagimu, dan apa yang engkau berikan untuk memberi makan anakmu, maka 
itu adalah sedekah bagimu, dan apa yang engkau berikan untuk memberi makan 
orang tuamu, maka itu adalah sedekah bagimu. Dan apa yang engkau berikan untuk 
memberi makan isterimu, maka itu adalah sedekah bagimu, dan apa yang engkau 
berikan untuk memberi makan pelayanmu, maka itu adalah sedekah bagimu".[6] 

Al Hafizh Ibnul Hajar Al Asqalani berkata,”Memberi nafkah kepada keluarga 
merupakan perkara yang wajib atas suami. Syari’at menyebutnya sebagai sedekah, 
untuk menghindari anggapan bahwa para suami yang telah menunaikan kewajiban 
mereka (memberi nafkah) tidak akan mendapatkan balasan apa-apa. Mereka 
mengetahui balasan apa yang akan diberikan bagi orang yang bersedekah. Oleh 
karena itu, syari’at memperkenalkan kepada mereka, bahwa nafkah kepada keluarga 
juga termasuk sedekah (yang berhak mendapat pahala, Pen). Sehingga tidak boleh 
memberikan sedekah kepada selain keluarga mereka, sebelum mereka mencukupi 
nafkah (yang wajib) bagi keluarga mereka, sebagai pendorong untuk lebih 
mengutamakan sedekah yang wajib mereka keluarkan (yakni nafkah kepada keluarga, 
Pen) dari sedekah yang sunnat.”[7]
 
3). Nafkah Bagi Isteri Yang Dicerai.
Berdasarkan kesepakatan para ulama, perlu diperhatikan beberapa catatan penting 
menyangkut nafkah isteri yang dicerai.[15]

Jika isteri dicerai sebelum terjadinya persetubuhan, maka sang isteri tidak 
berhak mendapat nafkah, karena tidak ada masa iddah baginya, bedasarkan firman 
Allah Azza wa Jalla.

"Hai orang-orang yang beriman apabila kamu menikahi wanita-wanita beriman, 
kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, maka sekali-kali 
tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu minta untuk menyempurnakannya". 
[Al Ahzab : 49].

Wajib atas suami memberikan nafkah kepada isteri yang dithalak raj’i [16]. 
Ibnu Abdil Barr berkata,”Tidak ada perselisihan diantara ulama, bahwa wanita 
yang dithalak raj’i berhak mendapat nafkah dari suaminya, baik mereka dalam 
keadaan hamil ataupun tidak; karena mereka masih berstatus sebagai isteri yang 
berhak mendapat nafkah, tempat tinggal serta harta warisan selama mereka dalam 
masa ‘iddah.”

Wanita hamil yang dithalak ba’in [17] ataupun yang suaminya meninggal, wajib 
diberikan nafkah sampai ia melahirkan anaknya, berdasarkan firman Allah Azza wa 
Jalla.

"Dan jika mereka (isteri-isteri yang dicerai itu) sedang hamil, maka berikanlah 
kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan". [Ath Thalaq : 6].[18]

Jadi wanita yang dithalak ba’in dalam keadaan hamil, ia berhak mendapatkan 
nafkah karena sebab kehamilannya tersebut, (bukan karena ‘iddahnya) sampai ia 
melahirkan. 

Dan jika sang isteri menyusui anak suaminya tersebut setelah dicerai, maka ia 
berhak mendapat upah, berlandaskan firman Allah Azza wa Jalla.

"Maka jika mereka menyusukan anak-anakmu untukmu, maka berikanlah mereka 
upahnya, dan musyawarahkanlah segala sesuatudengan baik". [Ath Thalaq : 6]

Sebagaimana dikatakan oleh Imam Adh Dhahak,”Jika sang suami mencerai isterinya, 
dan ia memiliki anak dari isterinya itu, kemudian isterinya tersebut menyusui 
anaknya, maka sang isteri berhak mendapat nafkah dan pakaian dengan cara yang 
ma’ruf.”[19]

Adapun jika sang isteri tidak sedang hamil (ketika dithalak ba’in), maka ia 
tidak berhak mendapat nafkah dari suaminya. 

Berdasarkan hadits dari Fatimah binti Qais, ketika ia diceraikan suaminya. 
Kemudian ketika ia meminta nafkah, suaminya menolak memberinya. Akhirnya ia 
meminta fatwa kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal ini. Maka 
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

لَيْسَ لَكِ عَلَيْهِ نَفَقَةٌ وَ لاَ سَكَنَى

"Tidak ada lagi kewajiban atas suamimu untuk memberimu nafkah dan tempat 
tinggal". [20]
 
Selengkapnya ada di http://almanhaj.or.id/content/2628/slash/0
Baca juga penjelasan tentang JIKA SUAMI TIDAK MEMBERI NAFKAH 
http://almanhaj.or.id/content/2623/slash/0
 
Wallahu a'lam





                                          

Kirim email ke