From: muly...@datascrip.co.id
Date: Mon, 23 Apr 2012 12:42:21 +0700
Assalamu'alaikum,
Bagaimana dengan hukum sholat kita di masjid Nabawi?
Karena di dalamnya ada kuburan Rasulullah, dan 2 sahabat beliau.
>>>>>>>>>>>>>>>>
 
Jawaban terhadap syubhat yang ada: “Yaitu orang berkata sekarang kita dalam 
dilema sehubungan dengan makam Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam karena 
kuburan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berada tepat di tengah masjid. 
Bagaimana menjawabnya?”

Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi was allam ketika meninggal dunia 
dimakamkan di kamar ‘Aisyah di rumahnya sebelah masjid, dipisahkan dengan 
tembok dan ada pintu yang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa keluar 
menuju masjid. Hal ini adalah perkara yang sudah disepakati para ulama dan 
tidak ada perselisihan diantara mereka. Sesungguhnya para Sahabat Radhiyallahu 
anhum menguburkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di kamarnya. Mereka 
lakukan demikian supaya tidak ada seorang pun sesudah mereka menjadikan kuburan 
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai masjid atau tempat ibadah, 
sebagaimana hadits dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma dan yang lainnya.

'Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata : "Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam sakit yang karenanya beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal, 
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُوْدَ وَ النَّصَارَى اِتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ 
مَسَا جِدَ

"Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani, karena mereka menjadikan kubur-kubur 
Nabi mereka sebagai tempat peribadahan"

'Aisyah Radhiyallahu anhuma melanjutkan.

وَلَوْ لاَ ذَلِكَ أُبْرِزَ قَبْرُهُ غَيْرَ أَنَّهُ خُشِيَ أَنْ يُتَّخَذَ 
مَسْجِدًا

"Seandainya bukan karena larangan itu tentu kuburan beliau sudah ditampakkan di 
atas permukaan tanah (berdampingan dengan kuburan para Sahabat di Baqi'). Hanya 
saja beliau khawatir akan dijadikan sebagai tempat ibadah" [15]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

اَللَّهُمَ لاَ تّجْعَلْ قَبْرِيْ وَثَنَا، لَعَنَ اللَّهُ قَوْمًا اِتَّخَذُوْا 
قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ 

"Ya Allah, janganlah Engkau menjadikan kuburanku sebagai berhala (yang 
disembah). Allah melaknat suatu kaum yang menjadikan kuburan Nabi-Nabi mereka 
sebagai temp ibadah" [16]

Kemudian -Qaddarallahu wa Maasyaa'a Fa'ala- terjadi sesudah mereka apa yang 
tidak diperkirakan sebelumnya, yaitu pada zaman al-Walid bin Abdul Malik tahun 
88H, ia memerintahkan untuk membongkar masjid Nabawi dan kamar-kamar istri Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam termauk juga kamar 'Aisyah Radhiyallahu anhuma 
sehingga dengan demikian masuklah kuburan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ke 
dalam Masjid Nabawi. [17]

Pada saat itu tidak ada seorang Sahabat pun di Madinah an-Nabawiyyah. 
Sebagaimana penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dan muridnya 
al-‘Allamah al-Hafizh Muhammad bin Hadi rahimahullah : “Sesungguhnya 
dimasukkannya kamar beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam ke dalam masjid pada 
masa khilafah al-Walid bin ‘Abdil Malik, sesudah wafatnya seluruh Sahabat 
Radhiyallahu anhu yang ada di Madinah. Dan yang terakhir wafat adalah Jabir bin 
‘Abdillah [18], beliau Radhiyallahu anhu wafat pada zaman ‘Abdul Malik pada 
tahun 78 H. Sedangkan al-Walid menjabat khalifah tahun 86 H dan wafat pada 
tahun 96 H. Maka dari itu, dibangunnya (renovasi) masjid dan masuknya kamar 
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terjadi antara tahun 86-96 H.[19]

Perbuatan al-Walid bin ‘Abdil Malik ini salah -semoga Allah mengampuninya-.[20]

Ibnu Rajab rahimahullah menyebutkan dalam Fat-hul Baari dan juga Syaikhul Islam 
Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam al-Jawaabul Baahir: “Bahwasanya kamar Nabi 
Shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala dimasukkan ke dalam masjid, ditutup 
pintunya, dibangun atasnya tembok lain untuk menjaga agar rumah beliau 
Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak dijadikan tempat perayaan dan kuburnya 
tidak dijadikan berhala.” [21]

Larangan shalat di masjid yang ada kuburnya atau masjid yang dibangun di atas 
kubur mencakup semua masjid di seluruh dunia kecuali Masjid Nabawi. Hal 
tersebut karena Masjid Nabawi mempunyai keutamaan yang khusus yang tidak 
didapati di seluruh masjid di muka bumi kecuali Masjidil Haram dan Masjidil 
Aqsha.

Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:

صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِيْ هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيْمَا سِوَاهُ 
إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ.

“Shalat di Masjidku ini lebih utama 1000 kali daripada shalat di masjid lain 
kecuali Masjidil Haram.” [22]

صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِيْ هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِي غَيْرِهِ مِنَ 
الْمَسَاجِدِ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ.

“Shalat di Masjidku ini lebih utama 1000 kali daripada shalat di masjid-masjid 
yang lain, kecuali Masjidil Haram.” [23]

صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِيْ هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيْمَا سِوَاهُ 
إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ، فَصَلاَةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ 
مِنْ مِائَةَ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيْمَا سِوَاهُ.

“Shalat di Masjidku ini lebih utama 1000 kali daripada shalat di masjid lain 
kecuali Masjidil Haram, maka shalat di Masjidil Haram lebih utama 100.000 kali 
daripada shalat di masjid yang selainnya.” [24]

مَا بَيْنَ بَيْتِيْ وَمِنْبَرِيْ رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ وَمِنْبَرِيْ 
عَلَى حَوْضِي.

“Antara rumahku dan mimbarku ada taman dari taman-taman Surga dan mimbarku di 
atas telagaku.” [25]

Dan keutamaan-keutamaan yang lain yang tidak didapati di masjid lainnya. Kalau 
dikatakan tidak boleh shalat di masjid beliau berarti menyamakan dengan 
masjid-masjid lainnya dan menghilangkan keutamaan-keutamaan ini dan hal ini 
jelas tidak boleh.[26]

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata tentang 
syubhat tersebut: [27]
1. Masjid Nabawi itu tidak didirikan di atas kuburan, tetapi masjid didirikan 
pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

2. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak dikuburkan di dalam masjid, namun 
dikubur di dalam rumah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.

3. Menggabungkan rumah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, termasuk pula 
rumah ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma dengan masjid, bukan atas kesepakatan para 
Sahabat. Hal ini terjadi setelah sebagian besar Sahabat sudah meninggal dunia 
dan yang masih hidup saat itu tinggal sedikit, kira-kira pada tahun 94 H. Hal 
ini termasuk masalah yang tidak disepakati semua Sahabat yang masih ada. Yang 
pasti bahwa sebagian di antara mereka menentang rencana itu, termasuk pula 
Sa’id bin al-Musayyab [28], dari kalangan Tabi’in. Dia tidak ridha atas hal itu 
[29].

4. Kuburan beliau Shallallahu 'alaihi wa salalm tidak berada di dalam masjid 
Nabawi, meskipun setelah itu masuk di dalamnya, karena kuburan beliau ada dalam 
ruangan tersendiri yang terpisah dengan masjid, sehingga masjid tidak didirikan 
di atas kuburan. Karena itu tempat tersebut dijaga dan dilapisi tiga dinding. 
Dinding-dinding itu berbentuk segi tiga yang posisinya miring dengan arah 
Kiblat, sedangkan rukun di sisi utara, sehingga orang yang shalat tidak 
mengarah ke sana, karena bentuknya agak miring. 
Wallaahu a’lam.

Selengkapnya baca di http://almanhaj.or.id/content/2463/slash/0
Wallahu a'lam





                                          

Kirim email ke